Serangan Darat di Gaza Diprediksi akan Ciptakan Pertempuran Paling Sengit Sejak PD II
Operasi darat di Gaza akan jadi pertempuran paling sengit sejak Perang Dunia II
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK --- Operasi darat Israel di Jalur Gaza diprediksi akan menciptakan pertempuran jalanan paling sengit sejak Perang Dunia II, demikian laporan New York Times. Menurut New York Times, operasi di Jalur Gaza itu bisa memakan waktu beberapa bulan, bahkan bertahun-tahun. Tak hanya itu, pertempuran juga berpotensi menyebabkan penyebaran konflik ke Lebanon dan Iran.
New York Times juga memprediksi AS akan menambah pertarungan dengan serangan ke Irak. Kondisi kawasan Timur Tengah yang bergejolak akan memaksa keterlibatan AS serta meningkatkan permintaan senjata.
"Ini akan menjadi buruk. Kota-kota jadi area pertempuran - mereka membuat segalanya jauh lebih sulit," kata ahli strategi militer AS Letnan Kolonel Thomas Arnold.
Menurut surat kabar itu, operasi darat di Gaza akan menyeret penyebaran konflik ke Lebanon dan Iran. Peperangan memungkinkan terjadi di daerah-daerah yang padat penduduknya, akan mengakibatkan jatuhnya banyak korban sipil.
Sebelumnya, jurnalis Amerika peraih Hadiah Pulitzer, Seymour Hersh, mengatakan bahwa Israel berniat mengubah Kota Gaza menjadi Hiroshima, dengan perbedaan bahwa senjata nuklir tidak akan digunakan. Ia menjelaskan bahwa pasukan Israel dapat menggunakan bom-bom berpemandu buatan Amerika, yang dapat menembus hingga kedalaman 30-50 meter sebelum meledak.
"Bom canggih ini akan menghancurkan fasilitas-fasilitas bawah tanah Hamas yang digunakan untuk produksi senjata," kata Hersh.
Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya mengatakan dalam sebuah debat terbuka di Dewan Keamanan PBB bahwa Israel, dengan melakukan aksi kekerasan di Jalur Gaza, berisiko memprovokasi konflik melebar. Serangan darat Israel ke Gaza, akan menyeret beberapa negara seperti Lebanon dan Iran.
Ketegangan kembali memanas di Gaza Palestina, pada tanggal 7 Oktober ketika para pejuang militan Palestina yang berbasis di Gaza, Hamas, melakukan serangan mendadak ke wilayah Israel Selatan dari Jalur Gaza. Hamas menggambarkan serangannya sebagai respon terhadap tindakan agresif otoritas Israel terhadap Masjid Al-Aqsa di Temple Mount di Kota Tua Yerusalem.
Sebagai balasan, Israel mengumumkan blokade total terhadap Jalur Gaza dan mulai melancarkan serangan udara ke daerah kantong tersebut dan beberapa bagian Lebanon dan Suriah. Bentrokan juga terjadi di Tepi Barat hingga ke wilayah Sungai Yordan.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa jumlah warga Palestina yang gugur akibat serangan Israel di Jalur Gaza sejak awal eskalasi konflik di Timur Tengah telah melampaui 5.000 orang dan lebih dari 15.000 orang terluka.
Hanya dalam 24 jam terakhir, menurut kementerian tersebut, 436 warga Palestina, termasuk 182 anak-anak, menjadi korban penembakan. Jumlah orang yang hilang, yang mungkin berada di bawah reruntuhan bangunan yang hancur akibat pengeboman, mencapai 1.500 orang, termasuk 830 anak-anak.