Penyaluran Pinjol Syariah Diproyeksi Tumbuh 27 Persen pada Akhir 2023

Kegiatan literasi ini akan berdampak positif terhadap adopsi fintech syariah.

Lida Puspaningtyas/Republika
Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Ronald Yusuf Wijaya.
Rep: Retno Wulandhari, Dian Fath Risalah Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyaluran pembiayaan di industri fintech syariah diyakini masih akan tumbuh positif sepanjang 2023. Hingga akhir tahun ini, pertumbuhan pembiayaan fintech syariah diproyeksi mencapai 27 persen.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Ronald Yusuf Wijaya mengakui penyaluran pembiayaan syariah mengalami sedikit perlambatan. Sebelumnya, pertumbuhan penyaluran pembiayaan syariah di 2023 ditargetkan sebesar 37 persen.

"Realisasi penyaluran pembiayaan syariah hingga saat ini masih tumbuh sekitar 20an persen, dari target awal 37 persen. Kelihatannya sampai akhir tahun kita hanya bisa achieve sampai 27 persen," kata Ronald, Rabu (1/11/2023).

Menurut Ronald, perlambatan tersebut disebabkan kondisi makroekonomi yang saat ini sedang penuh tantangan. Kondisi ini berpengaruh sekali terhadap animo masyarakat dalam berinvestasi atau melakukan pembiayaan di fintech syariah.

Ronald optimistis, pertumbuhan penyaluran pembiayaan syariah tahuh ini akan didorong oleh sejumlah faktor. Salah satunya melalui penyelenggaraan Bulan Fintech Nasional (BFN) 2023.

"Kegiatan literasi ini akan berdampak positif terhadap adopsi fintech syariah sehingga bisa berkontribusi terhadap pertumbuhan pembiayaan," kata Ronald.

Adapun beberapa sektor yang dibidik untuk mendongkrak pembiayaan adalah telekomunikasi dan kesehatan. Selain itu, Ronald melihat pertanian cukup menarik digarap karena sektor tersebut mulai menunjukkan pemulihan.

Dalam menyurkan pembiayaan, menurut Ronald, pihaknya akan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian. Hal tersebut untuk meminimalisasi lonjakan tingkat gagal bayar. Ronald mengatakan, tingkat gagal bayar fintech syariah masih lebih rendah daripada konvensional.

"Tingkat gagal bayar di industri fintech konvensional sekitar tiga persen, sedangkan di syariah masih di level dua persen, mungkin alasannya karena kami banyak fokus di pembiayaan produktif," kata Ronald.

Baca Juga


Pinjol syariah juga menjadi sorotan seiring dengan kondisi industri fintech yang mulai menunjukkan tanda tak sehat.

Vice President Corporate Affairs ALAMI Sakti Ryan mengatakan...

Pinjol syariah juga menjadi sorotan seiring dengan kondisi industri fintech yang mulai menunjukkan tanda tak sehat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan sanksi pembatasan kegiatan usaha tertentu kepada PT Akulaku Finance Indonesia, akibat tidak melaksanakan pengawasan yang diminta oleh regulator yakni OJK.

Fenomena penutupan layanan pinjaman online ini pun menjadi perhatian penting terutama dari aspek kemampuan dan kapasitas kreditur. Vice President Corporate Affairs ALAMI Sakti Ryan mengatakan, penting sekalu untuk selalu fokus pada peluang dari hadirnya pembiyaan melalui fintech pendanaan bersama, dan tujuan apa yang hendak dicapai.

"Bagi kami tentu tata kelola (governance) yang baik adalah prioritas dan komitmen. Sehingga berharap kita sama-sama berinvestasi terhadap system dan sumber daya yang memadai," ujarnya kepada Republika, Rabu (1/11/2023).

Setidaknya menurut catatan AFPI terhadap perkembangan industri, hingga Agustus 2023 Fintech pendanaan bersama telah mampu menyediakan pembiayaan Rp 677,51 dengan pertumbuhan konsisten 45 persen pada 2022, dan 112 persen di tahun sebelumnya.

Menurutnya, perlu diperhatikan juga kebutuhan pembiayaan UMKM di Indonesia yang terus meningkat. Bahkan, pada 2026 diprediksi UMKM membutuhkan Rp 4.300 triliun sedangkan saat ini keseluruhan pembiayaan hanya menyentuh Rp 1.900.

"Kesiapan ini tentunya dapat dicapai apabila kolaborasi dapat dicapai juga bersama pemangku kepentingan seperti OJK, asosiasi, masyarakat dan tentunya juga UMKM keseluruhan," sambung Sakti Ryan.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler