BP3MI DIY Imbau Masyarakat yang Ingin Bekerja di LN Berproses Sesuai Prosedur

Polda DIY telah menetapkan tersangka TPPO di Bandara YIA Kulonprogo.

www.freepik.com
Tindak pidana perdagangan orang atau TPPO (ilustrasi).
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kepala Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) BP3MI DIY Tonny Chriswanto mengatakan bahwa penempatan pekerja migran Indonesia telah diatur di perundangan-undangan. Ia mengimbau kepada masyarakat yang ingin bekerja di luar negeri (LN) untuk melakukannya sesuai prosedur.

Baca Juga


"Mohon kepada rekan-rekan yang ingin bekerja di luar negeri kami imbau dari BP3MI untuk berproses secara prosedural," kata Tonny di Mapolda DIY, Selasa (7/11/2023). 

Ia mengatakan dalam prosesnya memang butuh waktu. Namun Tonny memastikan waktu yang diperlukan untuk berproses relatif. "Artinya 1-2 minggu sampai 1 bulan," ucapnya. 

Hal tersebut dilakukan untuk memastikan orang-orang yang bekerja di luar negeri itu memiliki kompetensi yang sesuai keahliannya. Menurutnya kompetensi itu juga bagian dari perlindungan diri dari hal-hal yang tidak diinginkan di luar negeri. 

"Makanya pemerintah dalam hal ini BP3MI sangat mendorong pemberantasan TPPO dan sangat berharap sekali pemberantasan itu tidak berhenti sampai disini," ungkapnya. 

Sebelumnya Polda DIY telah menetapkan tersangka TPPO di Bandara Yogyakarta International Airport (YIA), Kulonprogo. Kedua tersangka yakni perempuan berinisial NA (32 tahun) warga Jatinegara, Jakarta Timur dan JN (59 tahun) warga Purwakarta, Jawa Barat.

Wadireskrimum Polda DIY AKBP Tri Panungko mengatakan peristiwa terjadi saat Tim Opsnal Jatanras Ditreskrimum Polda DIY menerima informasi dari Kantor Imigrasi dan BP3MI Bandara YIA tentang penundaan keberangkatan terhadap tiga orang dewasa dan satu anak-anak berumur 6 tahun sebagai calon penumpang pesawat Air Asia tujuan Singapura sebagai pekerja migran Indonesia tanpa dokumen sah. Keempat calon penumpang tersebut yakni NS, RN, NA (pelaku) dan anaknya yang masih berusia 6 tahun.

"NS kemudian RN itu kedua orang ini sebagai korban," ucapnya.

Petugas Imigrasi menemukan ketidaksesuaian antara yang disampaikan pemohon dengan data yang ada di paspor yang bersangkutan. Mereka menyampaikan ingin berwisata namun jenis visa yang digunakan berbeda dengan yang disampaikan. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler