Singapura Larang Simbol-Simbol Terkait Hamas dan Israel di Ruang Publik

Mereka yang melanggar bisa dipenjara 6 bulan atau denda 500 dolar Singapura

EPA-EFE/MOHAMMED SABER
Singapura telah mengeluarkan larangan untuk memunculkan simbol-simbol yang terkait dengan perang Hamas-Israel di ruang publik tanpa izin resmi.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Singapura telah mengeluarkan larangan untuk memunculkan simbol-simbol yang terkait dengan perang Hamas-Israel di ruang publik tanpa izin resmi. Singapura menambahkan, mereka yang melanggar dapat menghadapi hukuman enam bulan penjara atau denda 500 dolar Singapura (370 dolar AS) atau keduanya.

Aturan ini berlaku untuk semua lambang negara asing, termasuk bendera dan spanduk negara bagian manapun. Wisatawan yang mengenakan pakaian yang menunjukkan simbol yang berkaitan dengan kelompok tertentu dapat ditolak masuk ke Singapura.

Kementerian Dalam Negeri (MHA) mengatakan konflik tersebut adalah “masalah emosional” yang dapat mengganggu perdamaian nasional. Surat kabar The Straits Times melaporkan, menampilkan logo atau simbol yang terkait dengan Hamas dan sayap militernya Brigade Al-Qassam tanpa izin akan dikenakan hukuman.

“Khususnya, mempromosikan atau mendukung melalui tampilan pakaian atau perlengkapan yang membawa logo kelompok militan, seperti Hamas atau sayap militernya Brigade Al-Qassam, tidak akan dimaafkan," demikian pernyataan Kementerian Dalam Negeri Singapura, Selasa (7/11/2023).

Kementerian Dalam Negeri mengatakan, mereka yang ingin memberikan bantuan kepada orang-orang yang terkena dampak perang yang sedang berlangsung dapat melakukannya melalui kegiatan penggalangan dana resmi dan penggalangan donasi. Parlemen Singapura pada Senin (6/11/2023) dengan suara bulat mengutuk kekerasan terhadap warga sipil yang tidak bersalah dalam perang Hamas-Israel. Singapura menekankan bahwa negara tidak dapat membiarkan konflik eksternal mengganggu keharmonisan ras dan agama di Singapura.

Perang Palestina-Israel terbaru dimulai pada 7 Oktober 2023 ketika Hamas memulai Operasi Badai Al-Aqsha terhadap Israel. Hamas melancarkan serangan mengejutkan dengan menembakkan ribuan roket dan infiltrasi ke Israel melalui darat, laut, dan udara. Hamas mengatakan, serangan ini merupakan tanggapan keras atas penyerbuan Masjid Al-Aqsha di Yerusalem Timur oleh pemukim Yahudi dan meningkatnya kekerasan pemukim Israel terhadap warga Palestina. Israel dibuat kewalahan dengan operasi mendadak Hamas yang menggunakan taktik genius.

Menanggapi tindakan Hamas, militer Israel melancarkan Operasi Pedang Besi di Jalur Gaza. Serangan udara Israel menghancurkan rumah warga sipil Gaza, gedung perkantoran, dan fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, serta tempat ibadah. Ribuan warga sipil Gaza, termasuk anak-anak meninggal dunia.

Respons Israel meluas hingga memotong pasokan air, listrik, bahan bakar, dan makanan ke Gaza, yang semakin memperburuk kondisi kehidupan di wilayah yang terkepung itu sejak 2007. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan di Gaza, pengeboman Israel telah menyebabkan lebih dari 10.000 warga Palestina meninggal dunia, termasuk lebih dari 4.000 anak-anak. 

Baca Juga


 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler