Ahok Instruksikan Direksi Pertamina untuk Mitigasi Risiko
Kata Ahok, Pertamina adalah badan usaha jangan sampai malah merugi.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah menginstruksikan kepada jajaran direksi Pertamina untuk memitigasi potensi risiko akibat dugaan adanya masalah pada kontrak pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) Tahun 2011-2021.
"Yang pasti kami sudah kasih arahan ke direksi harus mitigasi risiko," kata Ahok di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/11/2023).
Ahok mengatakan Pertamina sejatinya adalah sebuah badan usaha sehingga tentu harus mengupayakan mencari keuntungan. Pertamina juga telah melakukan revisi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) untuk mencapai tujuan tersebut.
"Kita tentu dagang kan. Ingin modal sedikit untung gede, jangan jadi rugi. AD/ART Pertamina juga sudah kita revisi," ujarnya.
Untuk diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini tengah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero) Tahun 2011-2021.
Dalam perkara tersebut mengumumkan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) 2009-2014 Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan (GKK alias KA) sebagai tersangka dan dilakukan penahanan pada pada Selasa (19/9). Perkara dugaan korupsi tersebut diduga berawal sekitar 2012, saat itu PT Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.
Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 2009-2040 sehingga perlu pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN Persero, industri pupuk, dan industri petrokimia lainnya di Indonesia. Karen yang diangkat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Persero Periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan pemasok LNG di luar negeri, di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.
Karen kemudian secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian dengan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan kepada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero. Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup rapat umum pemegang saham (RUPS), dalam hal ini pemerintah, tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.
Buntut keputusan tersebut, kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL menjadi tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, kargo LNG menjadi kelebihan pasokan dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Kondisi kelebihan pasokan tersebut kemudian harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina Persero.
Perbuatan KA atau Galaila Karen Kardinah menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dolar AS atau sekitar Rp 2,1 triliun. Atas perbuatannya, Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.