Melawan Stereotip Perempuan, Merawat Kesehatan Mental
Kedudukan seorang perempuan pada masyarakat mempengaruhi peranan pada seorang ibu.
Kedudukan seorang perempuan pada masyarakat mempengaruhi peranan pada seorang ibu. Stereotip yang muncul di masyarakat mengenai tuntutan terhadap peran seorang ibu terkadang membuat perempuan ini merasa tertekan. Walaupun pada kenyataannya, masyarakat sudah sering sekali mendapatkan pengertian akan kesadaran terhadap peran sesungguhnya yang dimiliki seorang ibu. Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang belom mengerti dan memahami hal tersebut. Lebih parahnya, mereka terus memberikan sebuah stereotip yang membuat seorang ibu merasa tertekan.
Menegakkan kesadaran untuk tidak memojokkan seorang perempuan dengan stigma-stigma yang berlebihan telah dilakukan oleh para pejuang-pejuang perempuan terdahulu dalam menegakkan keadilan terhadap perempuan. Salah satunya dilakukan oleh Siti Hartinah atau Ibu Toen. Beliau merupakan salah satu pejuang perempuan Indonesia yang berjuang dalam membangun kesadaran akan kedudukan seorang perempuan di masyarakat. Salah satu argumen yang disuarakan oleh Siti Hartinah yaitu pentingnya kesehatan mental pada seorang perempuan. Gagasan tersebut dikeluarkan oleh Siti Hartinah karena banyaknya perempuan mengalami gangguan kesehatan mental yang disebabkan oleh tekanan yang diberikan masyarakat terhadap seorang ibu, banyaknya stereotip yang dapat menjatuhkan mental seoarang ibu, sehingga berpengaruh terhadap kehidupannya.
Perempuan merupakan sosok yang memiliki peranan besar pada kehidupan setiap orang. Peranan seorang perempuan akan berpengaruh pada lingkungan sekitarnya, khususnya dalam sebuah keluarga. Salah satu peran pada perempuan yaitu menjadi seorang ibu. Untuk menjadi seorang ibu tidaklah mudah, sosok perempuan ini dituntut untuk serba bisa dalam segala hal. Diharuskan untuk kuat dan siap dalam menghadapi keadaan apapun. Seperti pahlawan lainnya, seorang ibu juga turut berjuang dalam kesejahtaraan keluarga.
Memberikan segenap jiwa raganya untuk merawat anak dan suaminya. Tanpa pamrih itulah ujaran yang sangat mendeskripsikan pahlawan perempuan ini. Namun tanpa disadari, banyak seorang ibu yang hampir gagal dalam memenuhi tuntutan masyarakat sekitar terhadap dirinya. Hal tersebut karena minimnya dukungan dari orang-orang sekitarnya, sehingga mengakibatkan melemahnya mental yang dimiliki seorang ibu. Kurangnya kesadaran orang-orang sekitar terhadap kesehatan mental pada seorang ibu membuat beberapa perempuan ini rentan mengalami gangguan kesehatan mental.
Stereotip dari masyarakat bahawasanya seorang ibu yang baik atau ideal yakni ibu yang akan selalu hadir, sempurna, mampu melayani suami dan anak-anaknya, memberikan segala waktunya, mengorbankan tenaga serta kariernya untuk mengasuh anaknya. Muncul stereotip dari masyarakat bahwa karier tertinggi seorang perempuan adalah menjadi ibu rumah tangga. Masyarakat memiliki stigma bahwa ibu yang berkarier dipandang tidak berkompeten mengurus anaknya dari pada ibu yang tidak bekerja. Hal tersebut sangat mempengaruhi mental dari seorang ibu, hak ibu dalam melakukan sebuah aktivitas lainnya seakan-akan terbatasi. Kebanyakan seoarang ibu yang mengalami gangguan mental disebabkan karena kurangnya waktu luang atau aktivitas-aktivitas lain untuk dirinya sendiri, sehingga seorang ibu merasakan stress akan memenuhi tuntutan dari stereotip yang ada di masyarakat.
Siti Hartinah memberikan argumennya bahwa seorang ibu memiliki hak untuk memenuhi keinginannya, seperti dalam bidang berkarir dan juga mengejar pendidikan. Peranan seorang ibu menurutnya tidak hanya berdiam diri di rumah, mengasuh anak dan melayani suami saja, namun seoarang ibu juga berhak untuk berkarir atau melanjutkan pendidikannya. Karena untuk menjadi seoarang ibu juga dibutuhkan sebuah pengetahuan yang luas yang nantinya akan digunakan untuk mendidik anak-anaknya. Oleh karena itu, Siti Hartinah berupaya membangun kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap kesehatan mental perempuan Indonesia dengan cara mengurangi dan meluruskan stereotip mengenai peranan seoarang ibu.
Seorang Ibu yang mengalami gangguan kesehatan mental mengakibatkan berbagai khasus, salah satunya adalah khasus filicide. Filicide merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh orang tua yang membunuh anaknya sendiri secara sadar. Gangguan Filicide ini diakibatkan adanya tekanan pada psikis seseorang sehingga melampiaskan emosi negatif yang dimilikinya kepada orang lain yang menjadi penyebabkan orang tersebut merasakan tertekan. Gangguan filicide ini banyak terjadi pada seorang ibu yang mengalami tekanan dari masyarakat sekitar mengenai pengasuhan atau cara asuh terhadap anaknya.
Salah satu contoh terjadinya filicide yaitu diberitakan seoarang ibu yang hendak membuang bayinya di rel kereta api, hal tersebut dilakukan dalam keadaan sadar. Penyebab ibu tersebut membuang bayinya dikarenakan ibu tersebut merasa stres saat mengurus anaknya, dikatakan juga adanya larangan tidak boleh bekerja kepada dirinya membuat ibu tersebut merasa jenuh di rumah saja dan hanya mengurus anaknya. Diduga ibu tersebut mengalami gangguan kesehatan mental karena stereotip dari keluarganya yang berargumen bahwa seorang ibu sebagai pelayan suami, pengatur keuangan, pendidik, dan pengasuh yang dipengaruhi nilai patriarki, ibuisme, dan kapitalisme.
Dari contoh tersebut, dapat dilihat bahwa peranan keluarga dan masyarakat sekitar sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental seorang perempuan dalam peranan menjadi seoarang ibu. Masyarakat ikut andil dalam membentuk citra seorang ibu. Tekanan dan trauma yang diberikan oleh lingkungan sekitar menimbulkan depresi sehingga sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental seorang ibu. Seperti yang sudah dilakukan oleh Siti Hartinah dalam mengupayakan kesehatan mental seorang perempuan, masyarakat juga berperan penting untuk ikut serta kepedulian terhadap kesehatan mental perempuan, terutama kesehatan mental seoarang ibu.
Masyarakat tidak seharusnya mengadili perempuan dengan argumen-argumen yang bisa menjatuhkan mental perempuan dalam berperan menjadi ibu, karena dalam menjalankan peran menjadi seorang ibu tidak berdiri sendiri, melainkan adanya kerja sama yang baik antara anggota keluarga. Berhasil tidaknya seorang ibu dalam mendidik dan mengasuh anaknya juga bergantung kepada lingkungan keluarganya. Apabila hanya seorang ibu saja tanpa peranan seoarang ayah, jika terjadi ketidakberhasilan kepada seoarang anak bukan kesalahan dari ibu.
Oleh karena itu, stereotip yang beranggapan bahwa perempuan yang berperan menjadi ibu harus selalu di rumah dan menghabiskan waktunya untuk mengasuh dan merawat anak harus diluruskan dan dibenarkan. Karena mengasuh anak adalah tanggung jawab dari kedua orang tua dan tidak dibebankan hanya kepada seorang ibu. Sebagai perempuan, ibu juga berhak memiliki waktu untuk dirinya sendiri seperti mengejar karir dan pendidikan guna untuk menjaga kesehatan mental yang dimilikinya.