Ekonomi China Melambat, Rupiah Berpeluang Terkonsolidasi

Tidak ada kenaikan suku bunga AS lagi mendukung penguatan rupiah.

ANTARA/Muhammad Adimaja
Petugas menunjukan uang pecahan Rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022).
Rep: Retno Wulandhari Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS masih berpeluang mengalami konsolidasi hari ini, Kamis (9/11/2023). Pengamat Pasar Keuangan, Ariston Tjendra, mengatakan salah satu faktor yang mempengaruhi, yaitu data ekonomi China.

Baca Juga


Data CPI atau inflasi konsumen China yang baru saja dirilis menunjukkan deflasi pada Oktober. Pelaku pasar bisa mengasumsikan deflasi ini sebagai akibat penurunan permintaan dan menganggap terjadi pelambatan ekonomi China. 

"Persepsi ini bisa memberikan tekanan ke rupiah di mana China merupakan partner dagang besar Indonesia," kata Ariston.

Di sisi lain, persepsi sebagian pelaku pasar yang masih melihat tidak ada kenaikan suku bunga AS lagi mendukung penguatan rupiah terhadap dolar AS. Menurut survei CME FedWatch Tool, probabilitas the Fed akan menahan suku bunga acuannya di rapat Desember sebesar 93 persen.

Ariston memperkirakan rupiah mungkin masih berkonsolidasi di sekitaran level 15.600 hari ini terhadap dolar AS. Pelemahan masih mungkin terjadi ke arah 15.700, dengan potensi penguatan di support 15.600. 

Dikutip Bloomberg, pagi ini nilai tukar dolar AS terhadap rupiah mengalami penguatan sebesar 0,09 persen. Penguatan greenback tersebut membawa mata uang garuda melemah ke level 15.560.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler