Dampak Ekonomi terhadap Boikot Produk Pro-Israel
Boikot, Israel, Palestina, The Big Three, McDonalds, Starbucks, Disney
Konflik Israel dan Palestina kembali pecah ketika Hamas melancarkan penyerangan pada 7 Oktober 2023. Israel dengan sigap membalas aksi penyerangan tersebut dengan mengerahkan serangan udara secara agresif. Aksi serang yang dilakukan oleh dua kubu yang memiliki sejarah panjang ketegangan tersebut berhasil menewaskan ribuan korban jiwa. Sedikitnya berdasarkan laporan Aljazeera per 2 November 2023, 9.061 jiwa tewas di Gaza akibat serangan oleh Israel. Sangat disayangkan, jumlah di atas juga memuat data sebanyak 3.760 anak-anak sebagai korban (Aljazeera, 2023).
Sejalan dengan penyerangan yang tak kunjung usai, narasi kecaman dan perlawanan dari masyarakat internasional juga mengalami peningkatan yang signifikan. Salah satu aksi kecaman yang ramai diperbincangkan belakangan ini adalah himbauan untuk melakukan boikot terhadap produk-produk yang dianggap secara langsung maupun tidak langsung memberikan dukungan terhadap Israel.
Secara sederhana, kita dapat memaknai bahwa boikot merupakan cara protes dengan menolak baik untuk membeli, menggunakan, atau terlibat dalam bentuk apapun terhadap suatu produk. Dalam hal ini, boikot bisa dikatakan bukanlah ‘pemain’ baru dalam aksi perlawanan terhadap Israel. Aksi boikot terhadap bisnis milik Yahudi pernah dilakukan langsung oleh para pemimpin Arab tahun 1922 selanjutnya seruan internasional pertama untuk memboikot, divestasi, dan memberikan sanksi pada Israel pertama kali dilakukan pada tahun 2005.
Dari puluhan atau bahkan ratusan produk yang masuk dalam daftar boikot, perusahaan tiga besar atau yang sering disebut dengan The Big Three, yaitu Starbucks, McDonald’s, dan Disney+, gencar menjadi serangan utama masyarakat. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa The Big Three memberikan dukungan langsung kepada Israel. Tidak hanya CEO Starbucks yang dipercayai sebagai ‘Zionist aktif’, McDonald’s bahkan secara terang-terangan memberikan sumbangan makanan gratis kepada pasukan pertahanan Israel (Reuters, 2023). Fakta lain kemudian memaparkan bahwa Disney juga mendonasikan US$2 juta bantuan kepada Israel (Memo, 2023).
Akibat dari bantuan The Big Three, yaitu Starbucks, McDonald’s, dan Disney+ terhadap Israel, maka banyak dari masyarakat bahkan gerakan sosial yang melakukan aksi boikot. Dari aksi boikot yang telah dilakukan, menyebabkan beberapa ancaman dan dampak negatif terhadap The Big Three yang akan dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, boikot terhadap McDonald's membuat mereka semakin khawatir karena mereka telah mengalami beberapa hambatan secara signifikan, yaitu: daya beli masyarakat atau konsumen semakin menurun, sedangkan biaya operasional masih tetap tinggi. Kemudian, pada 12 Oktober 2023, McDonald's telah mengalami penurunan saham secara drastis hingga minus dan mencapai rekor terendahnya, yaitu sebesar -6,86% dengan jumlah US$246,19 per saham (Bloomberg, 2023). Penurunan saham ini berlanjut hingga 1 November 2023 yang masih tetap mengalami minus sebesar 0,08% dengan jumlah US$261,97 per saham. Hal ini bisa kita lihat pada data di bawah ini (The Motley Fool: 2023):
Kedua, Starbucks yang telah membuat pernyataan bahwa mereka telah mendukung Israel, namun hal ini ditutupi dengan cara mengalihkan isu. Hal ini dilakukan pada awal Oktober 2023, Serikat Pekerja Starbucks atau yang sering disebut dengan Starbucks Workers United mengunggah pesan di platform sosial media X yang menyatakan tentang keberpihakan dan dukungannya terhadap Palestina dan menentang adanya terorisme dan kekerasan. Namun, unggahan tersebut telah dihapus dalam waktu 40 menit dikarenakan unggahan tersebut diunggah tanpa izin dari pemimpin Starbucks Workers United (Katadata, 2023).
Akibat boikot ini, maka saham Starbucks telah menurun secara drastis, khususnya pada 3 Oktober 2023 yang mencapai rekor terendahnya, yaitu sebesar US$89,48 per saham (Katadata, 2023). Kemudian, pada 30 Oktober 2023, saham Starbucks juga menurun hingga 0,7%, yaitu pada angka US$92 per saham (Republik Merdeka, 2023). Penurunan saham ini berlanjut hingga 1 November 2023 yang masih tetap mengalami penurunan sebesar US$91,35 per saham. Hal ini bisa kita lihat pada data di bawah ini (Katadata, 2023):
Ketiga, Disney+ juga telah mengalami penurunan saham secara signifikan karena telah menggalang donasi untuk membantu Israel. Penurunan saham mencapai hingga 0,56% (Republik Merdeka, 2023)
Sampai saat ini serangan Israel ke Palestina masih berlanjut, begitu pula dengan aksi boikot sebagai bentuk perlawanan terhadap Israel. Meskipun indikator keberhasilan seruan boikot masih menjadi perdebatan. Akan tetapi, setidaknya himbauan boikot telah berhasil memberi tekanan dan kecaman pada reputasi perusahaan-perusahaan besar, terutama The Big Three dalam skala domestik atau bahkan internasional. Didukung dengan adanya liputan media serta aksi gerakan sosial dalam bentuk penolakan secara masif dari masyarakat, mereka berhasil menurunkan intensitas daya beli konsumen dan instabilitas harga saham The Big Three. Dengan adanya dampak dan kecaman dari aksi boikot ini, maka diharapkan perusahaan The Big Three dapat menghentikan serangan Israel terhadap Palestina dan mendukung adanya perdamaian.