Beda dengan Jimly, Mahfud Nilai Putusan MK Atas Gugatan Baru UU Pemilu Bisa Berlaku 2024

Saat ini muncul gugatan baru di MK terhadap aturan batas usia capres-cawapres.

AP Photo/Dita Alangkara
Menko Polhukam Mahfud MD.
Rep: Rizky Suryarandika, Febryan A Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengatakan, perubahan norma dalam UU Pemilu yang berdasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bisa berlaku pada 2024 maupun Pemilu 2029, atau bergantung pada keputusan hakim konstitusi. Mahfud mengatakan akan menyerahkan hasil uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pada putusan hakim MK.

Baca Juga


"Terserah hakim saja. Itu bisa dua-duanya (berlaku pada Pemilu 2024 dan Pemilu 2029), tetapi kearifan hakimnya seperti apa," kata Mahfud seusai memberi orasi ilmiah dalam Dies Natalis Universitas Pancasila di Jakarta, Kamis (9/11/2023). 

Menurut dia, hakim MK juga bisa memutuskan untuk tidak menerima gugatan terhadap perubahan norma dalam UU Pemilu terkait dengan persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden. "Bisa jadi putusannya NO (niet ontvankelijke verklaard), artinya tidak diperkarakan lagi," katanya.

Perubahan norma dalam UU Pemilu, lanjut dia, juga bisa diberlakukan pada masa yang akan datang. "Itu tergantung pada hakim. Secara politik, bagaimana situasinya? Kemampuan kita melakukan juga bagaimana?" ucapnya.

Sebelumnya, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa putusan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum akan berlaku untuk Pemilu 2029. Jimly mengatakan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Akan tetapi, norma dalam Pasal 169 huruf q yang telah berubah sebagaimana Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 bisa diuji materi kembali.

Jimly menekankan bahwa aturan main terkait dengan syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilu 2024 telah selesai. Oleh karena itu, dia mengajak masyarakat untuk tidak lagi memperdebatkan aturan main tersebut.

"Putusan MK itu final dan mengikat, tapi undang-undang yang berubah karena putusan MK, itu kan undang-undang, bisa di-review. Nah, itu contohnya yang mahasiswa itu. Tapi, review itu akan berlaku, kalau berhasil, untuk Pemilihan Umum 2029," kata Jimly saat konferensi pers usai pembacaan putusan MKMK di Gedung MK RI, Jakarta, Selasa (7/11/2023) malam.

Komik Si Calus : Dinasti - (Daan Yahya/Republika)

Seperti diketahuui, perkara permohonan uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu terkait syarat batas usia capres-cawapres kembali muncul. Perkara yang diajukan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Brahma Aryana itu akan memulai sidang perdana pada Rabu (8/11/2023).

Gugatan Brahma teregistrasi dengan nomor 141/PUU-XXI/2023. Dalam petitumnya, Brahma meminta frasa, "Yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah" pada Pasal 169 huruf q UU Pemilu diubah menjadi "Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi”.

Pada 16 Oktober 2023, MK memutus tujuh perkara uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal capres dan cawapres. Sebanyak enam gugatan ditolak.

Tetapi, MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda atau dissenting opinion hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.

"Mengadili mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK pada Senin (16/10/2023). 

MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan "berusia paling rendah 40 tahun" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 

"Sehingga pasal 169 huruf q selengkapnya berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," ujar Anwar.

Ketika pertimbangan hukum hakim MK dibacakan, ditegaskan bahwa putusan tersebut berlaku pada Pilpres 2024. "Ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana dimaksud dalam putusan a quo berlaku mulai pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dan seterusnya," kata Hakim MK Guntur Hamzah.

Putusan ini menuai polemik hingga pelaporan Anwar Usman dan hakim konstitusi lainnya ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Pada pekan ini, MKMK yang dipimpin Jimly menilai Anwar Usman melakukan pelanggaran etika berat dan menjatuhkan sanksi pencopotan dari jabatan ketua MK.

Amar Putusan MKMK untuk Anwar Usman - (infografis Republika)

Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebelumnya telah menyoroti gugatan terbaru di MK yang ingin mengubah kembali syarat batas usia minimum capres dan cawapres. TKN meyakini, putusan atas gugatan terbaru itu akan diberlakukan pada Pilpres 2029, sehingga pencalonan Gibran pada Pilpres 2024 tak akan terdampak. 

Gugatan terbaru itu teregister di MK dengan nomor 141/PUU-XXI/2023. "Sehubungan dengan perkara nomor 141, apapun hasilnya tidak akan mempengaruhi pencalonan Prabowo-Gibran karena perkara tersebut berkenaan dengan hal lain yang akan berlaku untuk (pilpres) tahun 2029," kata Komandan Divisi Hukum dan Advokasi TKN Prabowo-Gibran, Hinca Panjaitan di Sekber Relawan Prabowo, Jakarta Barat, Selasa (7/11/2023) malam. 

 

Hinca Panjaitan menjelaskan, dirinya yakin putusan atas perkara nomor 141 itu diberlakukan pada Pilpres 2029 karena MK harus menyidangkan perkara tersebut beberapa kali. MK diyakini tidak akan langsung membuat putusan pada sidang perdana pada 8 November 2023.

Meski meyakini MK tidak punya cukup waktu memutus perkara tersebut untuk diterapkan pada Pilpres 2024, Hinca mengingatkan agar jangan mengubah syarat batas usia minimum capres dan cawapres saat tahapan pendaftaran sudah hampir berakhir. "Jangan paksakan aturan baru saat pertandingan sudah mau berakhir. Sia-sia juga, hanya bikin gaduh," kata politikus Partai Demokrat itu. 

 

Wakil Komandan Divisi Hukum dan Advokasi TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman menambahkan, setidaknya butuh enam kali persidangan atas perkara nomor 141 itu, mulai dari sidang pemeriksaan pendahuluan, sidang meminta keterangan para pihak, hingga sidang pembacaan putusan. Waktu yang dibutuhkan untuk enam kali sidang itu diperkirakan sekitar 1,5 bulan. 

"Jadi, normalnya proses persidangan itu bisa minimal 1,5 bulan. Bisa juga dua atau tiga bulan ke depan. Adapun proses tahapan pemilu (pergantian capres dan cawapres) sudah berakhir," kata Habiburokhman. 


 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler