Sarjana Barat Ini Akui Yerusalem Damai di Bawah Pemerintahan Islam
Yerusalem Palestina memiliki kedudukan yang agung di sisi Islam
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Yerusalem Palestina memiliki kedudukan yang agung di sisi Islam, ini antara lain keberedaan Masjid Al-Aqsa, kiblat pertama umat Islam dan keterkaitan sejarah yang kuat di negeri ini.
Tentara Muslim menduduki Yerusalem tanpa perlawanan pada 563 M dan segera memutuskan untuk memugar tempat suci utama ini.
Pertama, mereka membangun Masjid Jami’ (al-Aqsa) pada sisi selatan, dan pada 692 diselesaikanlah tempat paling suci yang disebut Kubah Batu yang berada di bagian tengahnya.
Sejarah kota ini, menurut John L Esposito dalam Ensiklopedi Dunia Islam Modern, bisa dibilang tidak begitu menonjol hingga Perang Salib. Kota ini dihuni oleh orang-orang Kristen serta Yahudi yang diperbolehkan kembali ke kota itu oleh kaum Muslim untuk pertama kalinya sejak mereka dilarang oleh Romawi pada 135 M.
Penguasa Mesir al-Hakim bi Amr Allah membakar Gereja Makam Suci Kristen pada 1009, salah satu insiden yang menggerakkan serangan Eropa terhadap Palestina dan pendudukan atas Yerusalem pada 1099.
Periode kekuasaan Kristen Latin di Yerusalem berlangsung sekitar seabad sebelum Salahuddin mengusir mereka pada 1187. Jangka waktu ini cukup lama bagi tentara Salib untuk mengubah Kubah Batu menjadi gereja dan Al-Aqsa menjadi markas Ksatria Penjaga Kuil.
Baca juga: Mengapa Malaikat Jibril Disebut Ruh Kudus dalam Alquran?
Di bawah Salahuddin, tempat-tempat suci Muslim itu dikembalikan kepada fungsinya semula. Dia pula—dibantu oleh para pengkhotbah—meningkatkan apresiasi kaum Muslim terhadap apa yang disebut sebagai tempat suci Islam ketiga setelah Makkah dan Madinah.
Perang Salib tampaknya telah mengejutkan kaum Muslim, tetapi setelah itu mereka sadar akan maksud bangsa Eropa terhadap Yerusalem.
Salahuddin juga ingin menjadikan Yerusalem..
Salahuddin juga ingin menjadikan Yerusalem sebagai kota Sunni yang aman. Tujuannya terwujud semasa Kerajaan Mamluk.
Sejak menduduki Yerusalem pada 1250, mereka menanamkan banyak pengaruh di wilayah itu. Mereka membangun banyak sekolah fikih (madrasah) Sunni dan pondok sufi ( khanaqah) di dekat perbatasan sebelah barat dan utara.
Penguasaan Utsmaniyah yang mewarisi kota itu pada 1517 dari Kerajaan Mamluk melanjutkan perlindungan dan dukungan yang murah hati dari para pendahulunya bagi kota suci tersebut.
Dinding-dinding yang sekarang ini masih berdiri tegak memisahkan “kota tua” ini dibangun oleh orang Utsmaniyah.
Baca juga: 10 Peluang Pintu Langit Terbuka Lebar, Doa yang Dipanjatkan Insya Allah Dikabulkan
Pada abad ke-19, Yerusalem mulai dibanjiri para konsulat Eropa, misionaris Eropa, juga misi arkeologis Eropa.
Sebagian besar dari mereka merupakan alat kebijakan nasional negara masingmasing dan semuanya berada jauh di luar jangkauan para penguasa Utsmaniyah, yang kelak mengakibatkan kota ini sedemikian mundur. Bahkan, orang Yahudi yang sebelumnya kurang diperhitungkan dan paling tersisih di antara penduduk Yerusalem, mendapati kenyataan bahwa mereka pun mempu nyai kawan dan pelindung yang kuat di Eropa.
Dengan bantuan para pelindung ter sebut—khususnya keluarga Montefiores dan Rothschild—jumlah orang Yahudi di Yerusalem terus meningkat. Pada 1990, jumlah mereka masih 35 ribu (orang Kristen dan Muslim masing-masing 10 ribu) dari total penduduk 55 ribu.