Umat Kristen Gaza Terancam Punah Akibat Serangan Israel

Hanya 800 hingga 1.000 orang Kristen yang diyakini masih tinggal di Gaza.

AP Photo/Abed Khaled
Warga Palestina memeriksa kerusakan di gereja yang digunakan warga sebagai tempat berlindung, di rumah sakit al-Ahli, di Kota Gaza, Rabu, (18/10/2023).
Rep: Dwina Agustin Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Ketika bom Israel mulai menghantam jalan-jalan Gaza City yang dulunya ramai, Diana Tarazi dan keluarganya melarikan diri ke Gereja Holy Family, satu-satunya tempat ibadah Katolik Roma di Jalur Gaza.

Baca Juga


Perempuan Kristen Palestina berusia 38 tahun, suami, dan tiga anaknya berkumpul bersama sesama pengunjung gereja dan tetangga serta teman-teman Muslim, menidurkan anak-anak mereka hingga tertidur lelap di tengah suara bom, menggumamkan kata-kata lembut yang memberi semangat satu sama lain.

"Bersama-sama, kami mencoba melewati perang sampai berakhir dan kami bertahan," kata Tarazi dikutip dari Aljazirah.

Rasa aman mereka hancur pada 19 Oktober, ketika Israel mengebom gereja tertua di Gaza Gereja Saint Porphyrius yang terletak di dekatnya dan membunuh sedikitnya 18 orang. Tentara Israel mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa gereja tersebut bukanlah sasaran serangan.

"Rudal itu jatuh tepat di atasnya. Kami tidak percaya bahwa gereja bukanlah tujuan mereka," kata Tarazi tentang situs Ortodoks Yunani itu.

Dua hari sebelumnya, sebuah ledakan di Rumah Sakit Baptis Al-Ahli, sebuah institusi Anglikan yang terletak beberapa blok jauhnya membunuh dan melukai ratusan orang. Hamas menyalahkan ledakan itu akibat serangan udara Israel. sementara Israel mengklaim ledakan itu disebabkan oleh roket yang tidak berfungsi yang ditembakkan oleh Jihad Islam.

Meskipun Gaza City dan kamp-kamp pengungsi di dekatnya dikepung oleh pasukan darat Israel dan serangan udara menghantam daerah tersebut, Tarazi menolak untuk pergi. "Kami tidak menerima pengungsian dari negara kami, tanah kami, dan gereja kami. Saya tidak akan meninggalkan gereja kecuali ke alam kubur," ujar Tarazi.

Sekitar 10.569 warga Palestina telah terbunuh dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober. Hanya 800 hingga 1.000 orang Kristen yang diyakini masih tinggal di Gaza dan merupakan yang merupakan komunitas Kristen tertua di dunia, sejak abad pertama.

Pendeta Lutheran Evangelis dan pendiri Dar al-Kalima University di Betlehem Mitri Raheb mengatakan, konflik yang terjadi saat ini dapat mengakhiri sejarah panjang wilayah tersebut. Menurut Raheb, dalam generasi ini, agama Kristen tidak akan ada lagi di Gaza. "Komunitas ini terancam punah," kata Raheb.

"Saya tidak yakin apakah mereka akan selamat dari pemboman Israel, dan bahkan jika mereka selamat, saya rasa banyak dari mereka yang ingin pindah," ujar Raheb.

Wilayah bersejarah Palestina yang lebih luas adalah tempat kelahiran agama Kristen, serta tempat terjadinya banyak peristiwa dalam Perjanjian Lama dan Baru dalam Alkitab. Pada abad keempat, Gaza yang terletak di sepanjang jalur perdagangan utama dengan akses ke pelabuhan yang aktif dan kota kosmopolitan menjadi pusat misi Kristen yang utama. 

Serangan terhadap pendeta dan gereja melonjak ...

 

Setelah 1948, ketika negara Israel didirikan dan 700 ribu warga Palestina terpaksa mengungsi dari rumah mereka dalam peristiwa yang dikenal sebagai Nakba, semakin banyak umat Kristen Palestina yang bergabung dengan komunitas di daerah kantong pesisir tersebut. Perkiraan menunjukkan, jumlah umat Kristen di Gaza menurun dalam beberapa tahun terakhir dari 3.000 orang yang tercatat pada 2007.

Sedangkan di Tepi Barat, menurut sensus 2017, umat Kristen berada pada posisi yang lebih kuat dengan lebih dari 47 ribu orang tinggal di sana. Namun kekerasan dan penganiayaan juga meresahkan masyarakat di wilayah pendudukan itu. 

"Serangan terhadap pendeta dan gereja meningkat empat kali lipat tahun ini dibandingkan tahun lalu," kata Raheb yang lembaga akademisnya mendokumentasikan peristiwa tersebut.

Pada 1 Januari, beberapa hari setelah Israel dipimpin pemerintahan paling sayap kanan dalam sejarah negara itu, dua pria tak dikenal masuk ke Pemakaman Protestant Mount Zion di Yerusalem dan menodai lebih dari 30 kuburan. Mereka mendorong batu nisan berbentuk salib dan menghancurkannya dengan batu.

Pada 26 Januari, sekelompok pemukim Israel menyerang sebuah bar Armenia di kawasan Kristen di Kota Tua Yerusalem. Para penyerang ini meneriakkan "Matilah orang Arab … Matilah orang Kristen."

Beberapa hari kemudian, warga Armenia yang meninggalkan upacara peringatan di Kawasan Armenia diserang oleh pemukim Israel yang membawa tongkat. Seorang warga Armenia disemprot merica ketika para pemukim memanjat tembok biara Armenia, mencoba menurunkan benderanya, yang bergambar salib.

Menurut Raheb, serangan terus meningkat, seiring dengan upaya Israel untuk membungkam suara apa pun yang datang dari warga Palestina di dalam Israel. “Mereka adalah pemukim teroris Yahudi, tetapi komunitas internasional tidak mengakui mereka sebagai pemukim karena mereka adalah bagian dari [pola pikir] kolonial yang sama,” katanya.

 

Raheb khawatir ancaman kekerasan yang terus-menerus pada akhirnya akan mengusir agama Kristen dari Tanah Suci itu. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler