Prabowo Kritik Standar Ganda Barat dan tak Mau Indonesia Jadi Bangsa Kuli
Meski rakyat Indonesia mengagumi Eropa, tapi negara Eropa tidak mencintai RI.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Calon presiden (capres) dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto mengkritik negara Eropa yang tergabung dalam Uni Eropa karena menerapkan standar ganda dalam bersikap. Bahkan, Prabowo mengaku, khawatir negara Eropa akan kehilangan kepemimpinan moral.
Pendapat itu merespons pertanyaan Duta Besar Italia untuk Indonesia, Benedetto Latteri dalam acara 'Pidato Calon Presiden Republik Indonesia: Arah dan Strategi Politik Luar Negeri' yang digelar CSIS di Jakarta Pusat, Senin (13/11/2023). Latteri bertanya bagaimana sikap Prabowo terhadap Uni Eropa.
Prabowo awalnya menyampaikan, kebanyakan elite Indonesia mengenyam pendidikan di Eropa. Hal itu bisa dilihat dari latar belakang pendidikan para menteri di kabinet Presiden Jokowi sekarang.
Bukan hanya pemimpin pemerintahan, lanjut Prabowo, tapi juga pemimpin militer, ekonomi, hingga agama, banyak yang mendapatkan pendidikan di Barat. Menurut dia, orang Indonesia mengagumi negara Eropa.
"Kami mengagumi Anda, kami mengagumi renaissance (gerakan perubahan besar di Eropa setelah abad pertengahan)," kata Prabowo dengan tegas.
Meski rakyat Indonesia mengagumi Eropa, kata Prabowo, tapi negara Eropa tidak mencintai Indonesia. Menurut Prabowo, persoalan hubungan Uni Eropa dan Indonesia berada di negara Benua Biru itu sendiri, bukan pada Indonesia.
"Saya biasanya bercanda dengam teman dan kolega (mengatakan bahwa), masalahnya bukan pada kami, masalahnya ada pada Anda," kata Prabowo dan disambut gelak tawa hadirin yang mayoritas adalah duta besar negara sahabat.
"Kami cinta Uni Eropa, kami cinta Eropa, tapi masalahnya Eropa tidak cinta kami. Eropa bahkan tidak tahu Indonesia, mereka hanya tahu Bali," ujarnya menambahkan.
Prabowo lantas bercerita bahwa dirinya tumbuh besar di negara Eropa. Dia meyakini, dirinya mungkin saja mengetahui sejarah Eropa lebih baik dibanding banyak orang Eropa itu sendiri.
"Tapi, yang saya takuti adalah Eropa akan kehilangan kepemimpinan moral. Karena, saya jujur, pembicaraan di antara pemimpin Asia (membahas soal) Barat punya standar ganda," kata menteri pertahanan (menhan) tersebut.
Prabowo menuturkan, Barat mengajarkan demokrasi dan hak asasi manusia (HAM), tapi negara Eropa punya standar berbeda dalam menerapkan nilai-nilai tersebut. Perbedaan standar itu dilihat oleh rakyat dunia lewat kanal media sosial maupun pemberitaan media massa.
Prabowo mengaku, enggan memberikan penjelasan detail soal standar ganda tersebut karena ingin menjaga persahabatan dengan negara Eropa. Kendati begitu, Prabowo tetap menyampaikan peringatan agar Barat berhati-hati dalam menyikapi dunia yang perlahan bergeser.
"Sebagai kawan, saya mengatakan, tolong hati-hati. Kalian akan tetap kuat, sejahtera, tapi (saat ini) ada pergeseran di dunia," kata Prabowo merujuk pada pergeseran kekuatan dunia, dari Barat ke Asia.
Meski Prabowo enggan memberikan penjelasan detail, namun sejumlah pidatonya sebelumnya memberikan gambaran jelas soal yang dimaksud standar ganda. Dalam acara Rakernas LDII di Jakarta, Selasa (7/11/2023), Prabowo tegas menyebut negara Barat menerapkan standar ganda dalam menyikapi serangan brutal militer Israel terhadap warga sipil di Gaza, Palestina.
"Diajarkan kepada kita demokrasi dan hak asasi manusia, tapi kalau ribuan anak dibom, rumah sakit dibom, orang sipil dibom itu bukan pelanggaran hak asasi" kata Prabowo saat berpidato dalam acara Rakernas LDII di Jakarta Timur, Selasa (7/11/2023).
"Jadi ada satu pelajaran. Hak asasi untuk satu kelompok manusia dan satu kelompok manusia yang bebas. Itu namanya standar ganda," ujar Ketua Umum Partai Gerindra itu menambahkan.
Bangsa kuli...
Capres Prabowo Subianto menegaskan, dirinya tidak mau Indonesia menjadi bangsa kuli. Karena itu, ia ingin Indonesia menjadi negara industri seperti Jepang.
Hal itu Prabowo sampaikan ketika menjawab pertanyaan Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Kanasugi Kenji dalam acara 'Pidato Calon Presiden Republik Indonesia: Arah dan Strategi Politik Luar Negeri' yang digelar oleh CSIS, Senin. Kanasugi bertanya bagaimana kebijakan Prabowo terkait perdagangan bebas dan investasi apabila terpilih sebagai presiden RI.
Dia melontarkan pertanyaan itu karena sejumlah pihak menyebut perdagangan bebas terancam akibat rivalitas Amerika Serikat dengan Cina, serta akibat pembatasan ekspor bahan mentah seperti nikel oleh Indonesia. Prabowo awalnya menyatakan, secara prinsip, perdagangan bebas harus dipertahankan.
Hanya saja, Prabowo menegaskan, ada perlakuan setara dalam perdagangan bebas. Khusus terkait kebijakan Indonesia melarang ekspor bahan mentah, Prabowo menegaskan hal itu adalah hak Indonesia. "Itu hak rakyat kita yang ingin menjadi maju seperti Anda, seperti Jepang," kata Prabowo.
Dia menjelaskan, secara pribadi dan rakyat ingin Indonesia menjadi negara industri yang bisa memproduksi barang-barang canggih. Dengan menjadi negara industri, sambung dia, kesejahteraan masyarakat Indonesia akan meningkat.
Pasalnya, saat ini masih banyak rakyat yang hidup dengan penghasilan kurang dari dua dolar AS per hari, bahkan ada yang kurang dari satu dolar AS. Akibatnya, banyak anak Indonesia yang kekurangan gizi hingga stunting.
"Kita tidak mau selalu menjadi orang-orang yang hidup dari kurang satu dolar per hari. Itu bukan tujuan kemerdekaan Indonesia. Kita tidak mau menjadi bangsa kuli," kata Prabowo menegaskan.
Bahkan, lanjut Prabowo, di Indonesia ada lansia berusia 70 tahun yang masih bekerja 'narik' becak. Menurut dia, hal tersebut tidak manusiawi. "Sebagai presiden, saya akan melakukan yang terbaik agar tidak ada lansia 70 tahun narik becak. Itu tidak manusiawi," ujar ketua umum DPP Partai Gerindra itu.
Karena itu, kata Prabowo, Indonesia harus menjadi negara industri dan mengolah sendiri bahan mentah, sehingga bisa menyediakan banyak lapangan kerja. Dalam prosesnya, Prabowo menegaskan, Indonesia membuka pintu bagi investasi asing, asalkan pabrik pengolahannya didirikan di sini sehingga bisa menciptakan lapangan kerja.