Orang Indonesia yang Kena Diabetes Makin Banyak, Faktor Ini Jadi Penyebabnya

Jumlah pengidap diabetes yang tak terdiagnosis di Indonesia juga terbilang tinggi.

www.freepik.com
Diabetes (ilustrasi). Mengacu pada data dari International Diabetes Federation (IDF), Indonesia memiliki sekitar 19,5 juta kasus diabetes pada 2021.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus diabetes di Indonesia mengalami lonjakan yang cukup tinggi pada periode 2011 hingga 2021. Tak hanya itu, jumlah pengidap diabetes yang tak terdiagnosis di Indonesia juga terbilang tinggi.

Mengacu pada data dari International Diabetes Federation (IDF), Indonesia memiliki sekitar lima juta kasus diabetes pada 2000. Jumlah tersebut lalu meningkat menjadi sekitar 7,29 juta pada 2011.

"Luar biasanya, di 2021 menjadi 19,5 juta. Peningkatannya cepat sekali," ungkap dokter spesialis penyakit dalam dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Dr dr Soebagijo Adi Soelistijo SpPD-KEMD FINASIM, dalam edukasi daring Hari Diabetes Sedunia yang diperingati setiap 14 November.

Baca Juga


Polifagia, gejala awal diabetes. - (Republika)


Masih mengacu pada data IDF, dr Soebagijo mengungkapkan bahwa ada sekitar 14 juta orang di Indonesia yang hidup dengan diabetes namun tidak menyadarinya pada 2021. Artinya, di tahun tersebut ada sekitar 73,7 persen pasien diabetes yang belum terdiagnosis.

Dokter Soebagijo menjelaskan, Indonesia juga tak pernah keluar dari peringkat 10 besar negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak di dunia. Pada 2021, Indonesia menjadi negara kelima dengan jumlah pengidap diabetes berusia 20-79 tahun terbanyak di dunia.

IDF juga memprediksi bahwa pada 2045, Indonesia masih akan menempati urutan kelima. Mereka mengestimasikan bahwa jumlah pengidap diabetes di Indonesia pada saat itu sudah meningkat hampir dua kali lipat menjadi 28,6 juta.

"Ini merupakan masalah, sejak tahun 2000 kita tidak pernah keluar dari 10 besar, dalam hal (jumlah) penderita diabetes," kata dr Soebagijo.

Bila mengacu pada data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018, diabetes di Indonesia cenderung lebih banyak mengenai perempuan dibandingkan laki-laki. Prevalensi diabetes pada perempuan adalah 12,7 persen, sedangkan pada laki-laki 9 persen.

Terkait penyebaran kasusnya, dr Soebagijo mengungkapkan bahwa prevalensi diabetes di pedesaan sedikit lebih tinggi dibandingkan di perkotaan. Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi diabetes di pedesaan adalah sebesar 11,2 persen, sedangkan di perkotaan 10,6 persen.

Dari segi usia, kasus diabetes di Indonesia paling banyak ditemukan pada kelompok usia 55-64 dan 65-74 tahun. Kedua kelompok usia tersebut memiliki prevalensi diabetes sebesar 19,6 persen.

"Yang memprihatinkan, (prevalensi) pada usia 35-44 tahun mulai naik," kata dr Soebagijo.

Tak hanya itu, kasus pradiabetes di Indonesia juga dapat menjadi ancaman tersendiri. Pradiabetes merupakan kondisi ketika kadar gula darah sudah di atas normal, namun belum cukup tinggi untuk dikategorikan sebagai diabetes tipe 2.

Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi pradiabetes di Indonesia mencapai 30,8 persen. Bila tidak diintervensi, pradiabetes bisa berkembang menjadi diabetes tipe 2.

"Kalau tidak ditangani secara baik, akan terjadi ledakan diabetes," ucap dr Soebagijo.

Menurut dr Soebagijo, ada sejumlah faktor yang membuat prevalensi diabetes terus meningkat di Indonesia. Salah satu di antaranya adalah faktor yang tidak bisa diintervensi, yaitu faktor genetik.

Akan tetapi, pengaruh faktor genetik terhadap kejadian diabetes tidak sebesar faktor lainnya, yaitu faktor gaya hidup. Menurut dr Soebagijo, gaya hidup memiliki pengaruh besar terhadap peningkatan prevalensi diabetes di Indonesia.

Dari segi pola makan, misalnya, saat ini makanan cepat saji menjadi pilihan menu makanan yang populer. Padahal, makanan cepat saji mengandung kalori yang tinggi, sehingga berpotensi memicu kegemukan dan obesitas. Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko dari diabetes tipe 2.

Selain itu, Medical News Today mengungkapkan bahwa makanan cepat saji memiliki kandungan lemak trans dan lemak jenuh yang tinggi. Bila dikonsumsi secara berlebihan, kedua jenis lemak ini bisa meningkatkan kadar trigliserida di dalam darah. Kadar trigliserida yang tinggi dapat meningkatkan risiko terjadinya diabetes tipe 2.

Cegah pradiabetes berkembang menjadi diabetes. - (Republika)


Contoh gaya hidup lain yang dapat mendorong peningkatan prevalensi diabetes adalah gaya hidup sedentari. Gaya hidup sedenter merupakan gaya hidup yang minim akan aktivitas fisik.

"Ini yang kemudian menyebabkan peningkatan diabetes," ujar dr Soebagijo.

Menurut Dr Soebagijo, perubahan gaya hidup merupakan upaya pencegahan primer yang bisa membantu masyarakat terhindar dari diabetes. Beberapa contoh perubahan gaya hidup yang bisa dilakukan adalah menjaga berat badan yang sehat, meningkatkan aktivitas fisik atau kebiasaan berolahraga, menghindari kebiasaan merokok, serta menerapkan pola makan yang sehat dan seimbang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler