Kasus Kekerasan Marak Terjadi di Sekolah, Begini Cara Pencegahannya
Skorsing atau pengusiran siswa dianggap kurang efektif mengatasi kekerasan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Para guru pertama kali memberikan informasi tentang strategi terbaik yang menurut mereka cocok dalam menangani kekerasan yang terjadi dari siswa terhadap pendidik. Dalam penelitian ini, para guru menyatakan bahwa skorsing atau pengusiran siswa dianggap sebagai cara yang kurang efektif untuk menanggulangi kekerasan, meskipun kebijakan 'nol toleransi' telah menjadi populer di banyak sekolah.
Sebaliknya, kebijakan pencegahan seperti konseling bagi siswa yang memiliki masalah atau perbaikan terhadap iklim sekolah dianggap sebagai strategi yang lebih efektif dalam menangani situasi kekerasan. “Para guru percaya strategi pencegahan lebih berhasil dibandingkan dengan mengeluarkan siswa yang bermasalah,” kata penulis utama studi dan seorang sarjana pascadoktoral di Departemen Studi Pendidikan di The Ohio State University, Andrew Perry, dilansir Phys.org, Kamis (16/11/2023).
Studi yang dipublikasikan secara daring dalam jurnal School Psychology menggunakan data dari survei web yang melibatkan 4.471 guru dari pendidikan usia dini hingga kelas 12 di seluruh negeri pada 2020-2021. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan praktik disiplin eksklusif, seperti skorsing atau pengusiran siswa, terkait dengan kemungkinan lebih tinggi guru melaporkan kekerasan terhadap diri mereka sendiri.
Rekan penulis studi dan seorang profesor psikologi pendidikan di Ohio State, Eric Anderman menyatakan bahwa tindakan pengusiran siswa tidak membuat lingkungan sekolah menjadi lebih aman dalam jangka panjang. Hasilnya menunjukkan bahwa lebih dari 95 persen guru melaporkan sekolah mereka menerapkan keempat kategori tindakan keselamatan, tetapi para guru memberi peringkat tertinggi pada strategi pencegahan dalam menangani kekerasan.
Tindakan intervensi krisis mendapat peringkat kedua, sementara pengerasan sekolah berada di peringkat ketiga. Praktik eksklusif dinilai sebagai strategi paling tidak efektif.
Perry menyimpulkan bahwa semakin efektif strategi yang digunakan guru dalam menangani kekerasan, semakin sedikit laporan kekerasan terhadap diri mereka sendiri. Penggunaan praktik eksklusi dikaitkan dengan lebih banyak laporan kekerasan terhadap guru, sementara praktik pencegahan dan pengerasan sekolah tidak menunjukkan korelasi dengan laporan kekerasan terhadap guru.
Anderman menyatakan keprihatinannya karena beberapa calon dewan sekolah mungkin menerapkan kebijakan yang memberikan toleransi terhadap praktik eksklusif. Meskipun demikian, hasil penelitian ini menegaskan bahwa mengeluarkan siswa yang bermasalah dari sekolah tidaklah berhasil.
Perry menekankan bahwa strategi pencegahan seperti konseling untuk siswa dan perbaikan iklim sekolah dapat menjadi pendekatan proaktif untuk mengurangi dan mencegah kekerasan sebelum terjadi. Anderman juga menyarankan agar pelajaran sosial-emosional diperkuat di sekolah sebagai bagian dari pencegahan kekerasan, meskipun beberapa kritikus mungkin menginginkan fokus sekolah hanya pada membaca, menulis, dan berhitung.
Pendekatan pencegahan ini dianggap sejalan dengan strategi yang digunakan oleh ahli kesehatan masyarakat dalam mencegah masalah kesehatan kronis. Penelitian ini merupakan bagian dari kerja Satuan Tugas Asosiasi Psikologi Amerika untuk Kekerasan Terhadap Guru dan Personil Sekolah, yang melibatkan berbagai peneliti dari beberapa universitas di Amerika Serikat.