Lebih Irit, Mesin Pompa Air Berbahan Bakar Gas Jadi Opsi Petani di Indramayu

Sejumlah petani mendapat bantuan mesin pompa air BBG dari Kementerian ESDM.

ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
(ILUSTRASI) Petani menggunakan mesin pompa air berbahan bakar gas (BBG).
Rep: Lilis Sri Handayani Red: Irfan Fitrat

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU — Mesin pompa air dengan bahan bakar gas (BBG) menjadi pilihan bagi sejumlah petani di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Penggunaan BBG disebut lebih irit bagi petani dibandingkan bahan bakar minyak (BBM).

Baca Juga


Seperti dirasakan salah satu petani asal Desa Wanasari, Kecamatan Bangodua, Naryo (48 tahun). Ia mengaku memperoleh bantuan mesin pompa air BBG dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sejak awal musim tanam gadu (kemarau) beberapa bulan lalu. “Pakai gas elpiji jauh lebih hemat dibandingkan pakai bensin,” kata Naryo, Sabtu (18/11/2023).

Naryo menjelaskan, untuk menyedot air menggunakan mesin pompa dibutuhkan bensin sekitar 20 liter atau senilai Rp 200 ribu per hektare. Sedangkan menggunakan BBG atau gas elpiji, kata dia, dibutuhkan sekitar dua tabung atau senilai Rp 44 ribu per hektare.

Sisi biaya ini menjadi pertimbangan petani mengingat vitalnya penggunaan mesin pompa air saat musim tanam gadu. Terlebih, kata Naryo, area sawahnya berada di ujung layanan irigasi, sehingga membutuhkan dukungan pompa untuk bisa mendapatkan air.

Bahkan, mesin pompa disebut sudah digunakan untuk menyedot air sejak masa persemaian dan pengolahan tanah, hingga selama masa tanam. “Enggak kehitung berapa biaya untuk beli bensin, yang penting kan bisa dapat air. Tapi, dengan memakai gas elpiji, jauh iritnya,” ujar Naryo.

Selain lebih irit, menurut Naryo, gas elpiji juga mudah ditemukan di warung-warung. Sedangkan untuk membeli bensin di SPBU diperlukan surat-surat rekomendasi terlebih dulu, sehingga dapat merepotkan petani.

Dengan berbagai kelebihan tersebut, sejumlah petani di Desa Wanasari disebut memodifikasi mesin pompa air mereka, dari yang sebelumnya menggunakan BBM menjadi menggunakan gas elpiji.

“Sebelum ada bantuan, (mesin pompa) dimodifikasi dulu dari BBM ke gas. Terus saya ajukan bantuan. Alhamdulillah, dapat mesin pompa air berbahan bakar gas,” ujar Naryo.

 

Terpisah, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Indramayu Sugeng Heryanto mengatakan, penggunaan mesin pompa air pada musim kemarau tahun ini memang dibutuhkan sejumlah petani untuk menyelamatkan tanaman padi dari ancaman kekeringan.

Ia mengakui penggunaan mesin pompa air BBG lebih irit dibandingkan mesin pompa BBM. “Lebih murah, lebih irit dari segi biaya,’’ kata Sugeng kepada Republika.

Sugeng mengatakan, Kabupaten Indramayu memperoleh bantuan mesin pompa air BBG dari Kementerian ESDM. Bantuan itu disebut sudah didistribusikan kepada para petani.

Hasil panen

Sugeng menjelaskan, pada musim tanam gadu tahun ini, tidak semua area sawah di Kabupaten Indramayu ditanami padi. Dari luas sawah 125 ribu hektare, yang ditanami disebut sekitar 119 ribu hektare. “Ada lima persen yang tidak ditanam pada musim gadu ini,” katanya.

Adapun pada musim rendeng (hujan) 2022/2023, area sawah sekitar 125 ribu hektare itu ditanami semua. Dengan hasil panen rata-rata 7,6 ton per hektare, maka produksi padi pada musim rendeng sekitar 960 ribu ton gabah kering panen (GKP).

Sedangkan pada musim gadu 2023, menurut Sugeng, hingga akhir Oktober 2023 hasil panen sudah mencapai sekitar 560 ribu ton GKP. Dengan demikian, jika digabung, maka produksi padi di Kabupaten Indramayu mencapai kurang lebih 1,5 juta ton GKP.

Produksi padi itu diyakini akan bertambah karena masih ada lahan yang belum dipanen. “Targetnya minimal kita sama tahun kemarin, walaupun ada El Nino, sekitar 1,7 juta ton GKP,” kata Sugeng. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler