Menteri Keamanan Nasional Israel Ancam Mundur Jika Perang di Gaza tak Dilanjutkan

Ben-Gvir bersama dua menteri lainnya menentang gencatan senjata

Atef Safadi/Pool via AP, File
Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir mengancam akan mundur dari jabatannya jika pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tak melanjutkan perang di Jalur Gaza.
Rep: Kamran Dikarma Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Menteri Keamanan Nasional Israel Itamar Ben-Gvir mengancam akan mundur dari jabatannya jika pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tak melanjutkan perang di Jalur Gaza. Ben-Gvir, selaku pemimpin partai Jewish Power, diketahui berperan dalam membantu Netanyahu yang sempat terseok-seok membentuk koalisi pemerintahan pada Desember tahun lalu.

“Kami mendengar Perdana Menteri (Netanyahu) mengatakan dengan jujur, bahwa pertempuran (di Gaza) akan dilanjutkan. Namun jika perang berhenti, kami tidak akan melakukan apa pun di pemerintahan,” ujar Ben-Gvir dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi Israel, Channel 14, Rabu (22/11/2023).

Ben-Gvir bersama dua menteri lainnya di kabinet pemerintahan Netanyahu yang juga berasal dari partai Jewish Power, menentang kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas. Menurut Ben-Gvir, tekanan militer terhadap Hamas penting dipertahankan. Sebab dia menilai, hanya dengan cara itu, kesepakatan pembebasan seluruh sandera dapat dicapai.

“Kita mempunyai kewajiban moral untuk memulangkan semua orang. Kita tidak mempunyai hak atau izin untuk menyetujui gagasan memisahkan mereka dan hanya memulangkan sebagian saja,” ucap Ben-Gvir.

Ben-Gvir, yang dikenal sebagai tokoh sayap kanan dengan retorika anti-Arab-nya berpendapat, kesepakatan gencatan senjata yang sudah dicapai saat ini tidak logis dan masih jauh dari cukup. Sebab kesepakatan tersebut gagal menjamin pembebasan seluruh perempuan dan anak-anak yang disandera Hamas. Sebaliknya, Ben-Gvir menganggap perjanjian gencatan senjata saat ini menguntungkan Hamas. 

“Hamas menginginkan gencatan senjata ini lebih dari apa pun, Hamas juga ingin ‘menyingkirkan’ perempuan dan anak-anak pada tahap pertama, karena mereka menimbulkan tekanan internasional terhadap gencatan senjata tersebut. Sebagai imbalannya, mereka ingin mendapatkan bahan bakar, pembebasan teroris, penghentian tindakan IDF (Pasukan Pertahanan Israel) dan bahkan larangan penerbangan (pengintaian). Hamas mendapatkan semua itu,” tulis Ben-Gvir di akun X resminya.

Israel dan Hamas telah sama-sama mengumumkan tentang tercapainya kesepakatan gencatan senjata kemanusiaan di Jalur Gaza pada Rabu kemarin. Perundingan kedua pihak itu dimediasi Qatar, dengan bantuan Mesir dan Amerika Serikat (AS). Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Qatar mengatakan, jeda kemanusiaan Israel-Hamas akan berlangsung selama empat hari. “Waktu mulai jeda akan diumumkan dalam 24 jam ke depan dan berlangsung selama empat hari, dapat diperpanjang,” ungkap Kemenlu Qatar lewat akun X resminya pada Rabu.

Baca Juga


Gencatan senjata diatur tentang pembebasan 50 warga Israel....

 

Kemenlu Qatar menambahkan, dalam kesepakatan gencatan senjata diatur tentang pembebasan 50 warga Israel, terdiri dari perempuan dan anak-anak, yang saat ini ditahan Hamas di Gaza. Sebagai imbalannya, Israel akan membebaskan sejumlah perempuan dan anak-anak Palestina yang mendekam di penjara-penjara Israel. Menurut Hamas, jumlah warga Palestina yang bakal dibebaskan mencapai 150 orang.

Seorang juru bicara pemerintah Israel mengonfirmasi bahwa berdasarkan kesepakatan gencatan senjata, Hamas akan membebaskan setidaknya 50 sandera. Dia menyebut, untuk setiap 10 sandera tambahan yang dibebaskan, gencatan senjata akan diperpanjang selama satu hari.

Selain pembebasan sandera dan tahanan, kesepakatan gencatan senjata turut mengatur tentang aliran bantuan kemanusiaan ke seluruh Gaza, termasuk di dalamnya pasokan bahan bakar. Selama periode gencatan senjata, Israel dilarang menyerang atau menangkap warga Palestina di Jalur Gaza. Israel pun harus menghentikan seluruh aktivitas udaranya di wilayah selatan Gaza. Sementara di wilayah utara, Israel dituntut menyetop seluruh lalu lintas udara selama enam jam sehari, dimulai sejak pukul 10:00 hingga 16:00.

Kantor Perdana Menteri Israel telah menyampaikan bahwa gencatan senjata yang dicapai dengan Hamas tidak berarti mengakhiri perang di Gaza. “Pemerintah Israel, tentara Israel dan pasukan keamanan akan melanjutkan perang untuk mengembalikan semua orang yang diculik, melenyapkan Hamas, dan memastikan bahwa tidak ada lagi ancaman terhadap Negara Israel dari Gaza,” katanya, dikutip laman Al Arabiya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler