Biden Minta Netanyahu Jaga Ketenangan di Timur Tengah Selama Gencatan Senjata
Selain di Gaza, Israel juga terlibat pertempuran dengan Hizbullah di Lebanon.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON --- Presiden AS Joe Biden meminta Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pekan ini untuk berusaha menenangkan pertempuran yang sedang berlangsung di perbatasan utara dengan Lebanon selama gencatan senjata. Sementara gencatan senjata yang akan datang dengan kelompok Hamas, menurut sebuah laporan pada Kamis (23/11/2023), akan dimulai pada Jumat (24/11/2023) pagi.
Di perbatasan Lebanon, Hizbullah telah mengisyaratkan akan menghentikan serangannya terhadap Israel, yang telah dilancarkannya setiap hari oleh Israel kepada Hamas di Gaza, selama masa gencatan senjata. Biden pun meminta Tel Aviv untuk tidak melakukan serangan ke Hizbullah di perbatasan Lebanon.
Berita Channel 13 mengatakan bahwa Netanyahu dan Biden berbicara tak lama sebelum keduanya mengadakan konferensi pers mengenai kesepakatan pembebasan sandera yang akan datang dengan Hamas. Di mana itu akan dilaksanakan selama empat hari mulai hari Jumat (dan berpotensi untuk diperpanjang) bersamaan dengan gencatan senjata.
Biden mengatakan bahwa ia memahami gencatan senjata dapat diperpanjang hingga perbatasan utara, dan bahwa ia percaya ini akan menjadi tindakan yang diinginkan. Netanyahu pun demikian.
Kesepakatan penyanderaan, yang dimediasi oleh Qatar dan AS, akan membuat Hamas membebaskan 50 wanita dan anak-anak Israel yang disandera selama pembantaian 7 Oktober, selama empat hari. Sebagai imbalan atas jeda pertempuran selama empat hari tersebut dan pembebasan 150 tahanan Palestina yang ditahan oleh Israel, yang semuanya adalah wanita dan anak di bawah umur.
Puluhan lainnya dapat dibebaskan pada hari-hari berikutnya sebagai imbalan atas perpanjangan jeda pertempuran. Pihak berwenang Israel telah merilis daftar 300 tahanan yang memenuhi syarat, tanpa menyebutkan urutan pembebasannya.
Kesepakatan ini juga akan memungkinkan masuknya bahan bakar dan pasokan kemanusiaan ke Gaza selama jeda, yang akan menjadi penghentian pertempuran pertama sejak Hamas menyerang Israel Selatan hampir tujuh minggu yang lalu. Serangan kelompok Hamas itu menewaskan sekitar 1.200 orang, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil, dan menyandera sekitar 240 orang.
Utusan energi AS, Amos Hochstein, datang ke Tel Aviv pada awal pekan ini untuk memberikan pengarahan kepada para pejabat Israel mengenai pembicaraannya di Libanon pada akhir pekan lalu. Pengarahan ini bertujuan untuk mencegah pembukaan front kedua dalam perang tersebut, demikian ungkap juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby.
Hochstein telah bekerja untuk menekan pemerintah Lebanon untuk mengendalikan Hizbullah sebisa mungkin, agar kelompok teror itu menghentikan serangannya terhadap Israel. "Kami tidak ingin melihat perang ini meningkat. Kami tidak ingin melihatnya meluas. Kami tentu saja tidak percaya bahwa ini adalah kepentingan siapa pun," kata Kirby pada hari Senin lalu.
Namun pada Kamis (23/11/2023), Hizbullah meningkatkan permusuhan, meluncurkan sejumlah roket dan rudal anti-tank ke arah komunitas dan target militer di dekat perbatasan.
Pemerintahan Biden secara pribadi telah mendesak Israel untuk tidak meluncurkan kampanye militer terhadap Hizbullah, karena Washington berupaya menjaga agar perang saat ini tidak menyebar ke luar Gaza. Ini disampaikan dua pejabat yang mengetahui masalah ini mengatakan kepada The Times of Israel bulan lalu.
Serangan yang berulang kali dilakukan oleh kelompok teror Lebanon tersebut dan fakta bahwa Israel gagal mengantisipasi serangan mendadak oleh Hamas dari wilayah Gaza. Akibat serangan itu, telah menyebabkan semakin intensifnya diskusi tentang apakah Israel harus menjadi pihak yang memulai pertempuran melawan Hizbullah untuk mempertahankan posisi di atas angin.
Pembicaraan semacam itu telah menimbulkan kekhawatiran bagi AS, yang telah secara pribadi dan publik memperingatkan Hizbullah dan Iran untuk tidak memulai perang di garis depan utara Israel, kata para pejabat tersebut.
AS telah memperingatkan Israel untuk berhati-hati dalam tanggapan militernya terhadap tembakan Hizbullah, menjelaskan bahwa kesalahan IDF di Lebanon dapat memicu perang yang jauh lebih besar, para pejabat itu menambahkan.
Sejak perang dimulai pada tanggal 7 Oktober, front utara Israel di perbatasan dengan Lebanon secara bertahap memanas. Saling menembakkan rudal terjadi dalam serangan setiap hari, dengan Hizbullah, Hamas dan kelompok-kelompok pejuang Palestina lainnya. Situasi ini, meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya perang yang lebih luas.
Ribuan orang telah mengungsi dari komunitas-komunitas Israel di dekat perbatasan utara, meninggalkan banyak kota yang menjadi kota hantu. Sejak pertukaran lintas batas dimulai, 107 orang telah terbunuh di pihak Lebanon, menurut penghitungan AFP. Jumlah tersebut juga termasuk setidaknya 14 warga sipil, tiga di antaranya adalah wartawan.
Hizbullah pada hari Rabu mengumumkan kematian pejuangnya yang ke-79 yang terbunuh sejak pecahnya perang. Tujuh anggota Hizbullah juga telah terbunuh di Suriah. Di pihak Israel, enam tentara dan tiga warga sipil telah tewas.