Setara Ajak Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Cegah Kecurangan

Perludem ingatkan ASN dan aparat tidak netral membahayakan demokrasi.

Republika/Prayogi
Tiga pasangan capres dan cawapres peserta Pemilu 2024, memegang plakat nomer urut usai pengundian di kantor KPU, Jakarta Pusat, Selasa (14/11/2023) malam WIB.
Rep: Erik PP/Wahyu Suryana Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Ismail Hasani menyampaikan, pentingnya persatuan seluruh kelompok masyarakat sipil (civil society) dalam mengawal Pemilu 2024. Tujuannya agar proses demokrasi tetap berjalan bersih dan terhindar dari kecurangan.

Ismail menyampaikan, persatuan masyarakat sipil itu bisa berwujud rembug atau kongres, yang menghimpun ide dan kekuatan bersama guna mencegah kecurangan pemilu. "Persatuan ini penting, dan kita harus wujudkan ini di lapangan, bukan sekadar di medsos atau media massa," kata Ismail kepada media di Jakarta, Jumat (24/11/2023).

Dia menyebut, ada potensi ketidaknetralan aparat negara dalam Pemilu 2024. Indikasi itu terpampang di depan mata, seperti pelibatan perangkat desa hingga dugaan ketidaknetralan oknum Polri.

Selain itu, lembaga negara, seperti Mahkamah Konstitusi, KPU dan Bawaslu akhir-akhir ini juga tak bisa diharapkan dalam menjaga demokrasi. "Kemudian mengkritik kandidat yang diuntungkan oleh penyelewengan kekuasaan justru dianggap membuat gaduh dan hoaks, lalu ketika ada pihak yang mendorong netralitas, justru berpotensi dikriminalisasi, ini mengerikan," ujar Ismail.

Dia pun mendorong kelompok masyarakat sipil bersatu. "Di situlah pentingnya masyarakat sipil membangun kekuatan, agar pelaksanaan Pilpres dan Pemilu 2024 benar-benar terhindari dari kecurangan dan penyelewengan kekuasaan," kata Ismail.


Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini mengatakan, birokrasi baik ASN atau aparat keamanan harus netral dan profesional pada Pemilu 2024. Sebab, ada ancaman bahaya jika mereka tidak netral.

"Kalau sampai birokrasi dan aparat keamanan tidak netral akan mencederai prinsip-prinsip demokrasi," kata Titi dalam diskusi yang diselenggarakan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) di Jakarta, Jumat (24/11/2024).

Dia mengingatkan, ASN dan aparat keamanan yang tidak netral akan bisa menciptakan ketidaksetaraan kompetisi. Sehingga, akan ada pihak yang diuntungkan dan ada pihak yang dirugikan dari kondisi itu.

Kemudian, keadaan itu pasti akan diikuti penyelewengan dan penyimpangan yang lain seperti melahirkan bibit laten korupsi. Kemudian, dampak tidak netral rentan memicu ketidakpuasan yang berdampak konflik antar masa pendukung.

Selain itu, kata Titi, ASN dan aparat keamanan yang tidak netral akan menghadirkan ketidakpercayaan dan keraguan terhadap legitimasi pemilu. Jika semua itu sudah diragukan, publik akan meragukan legitimasi pemerintahan terpilih.

Menurut Titi, jika pemerintahan terpilih legitimasinya sudah diragukan publik, kinerja mereka nantinya tentu tidak akan bisa efektif. Sebab, mereka akan terus dirongrong pemilu curang atau pemilu manipulatif."Di situ birokrasi (ASN) dan aparat (keamanan) wajib netral," ujar Titi.

Titi menambahkan, ASN dan aparat keamanan yang netral dan profesional merupakan satu dari enam syarat pelaksanaan pemilu bisa bermakna. Karena itu, sikap netral dan profesional mereka wajib dan sangat penting.

Apalagi, pelaksanaan pemilu akan mencerminkan demokrasi suatu negara. Pasalnya, demokrasi merupakan sistem yang memiliki nilai-nilai seperti kejujuran, keadilan, antikorupsi, kesetaraan, kebebasan dan lain-lain. "Sehingga, hal-hal terkait manipulasi harus dilawan," kata Titi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler