Direkomendasikan WHO, Wolbachia ‘Amunisi’ Baru untuk Perangi Dengue
Wolbachia adalah bakteri alami yang terdapat dalam tubuh serangga.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak program dan usaha telah dilakukan pemerintah untuk menurunkan kasus demam berdarah atau dengue. Sebagai pelengkap untuk sejumlah program tersebut, tim periset dari Yogyakarta, Indonesia membuktikan efektivitas penerapan teknologi wolbachia dalam menurunkan kasus dengue.
Pakar kesehatan masyarakat Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor Adi Utarini, merupakan salah satu cendekiawan yang terlibat riset teknologi wolbachia di Yogyakarta tersebut. Penelitian dilakukan selama 12 tahun, dengan berbagai fase dan tahapan, serta kini teknologi wolbachia telah mendapat rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Teknologi wolbachia bisa menjadi harapan baru untuk menurunkan kasus dengue di Indonesia," ujar perempuan berhijab yang biasa disapa dengan panggilan Profesor Uut itu. Dia menyampaikannya pada webinar nasional Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) bertajuk Penyebaran Nyamuk Wolbachia di Indonesia, Jumat (24/11/2023) petang.
Uut menjelaskan, wolbachia merupakan bakteri alami dalam tubuh serangga, yang ditemukan dan diidentifikasi pakar dunia sejak 1924. Hampir 50 persen serangga yang ada di sekitar manusia memiliki bakteri alami tersebut. Teknologi wolbachia artinya memasukkan bakteri wolbachia ke tubuh nyamuk Aedes aegypti.
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue dan menularkannya ke manusia melalui gigitan. Disampaikan Uut, bakteri wolbachia dimasukkan ke nyamuk Aedes aegypti melalui telurnya. Setelah itu, dalam studi yang dipantau ketat, telur nyamuk "dilepaskan" ke pemukiman warga.
Studi kolaboratif yang dimulai sejak 2011 itu menunjukkan hasil yang menjanjikan. Teknologi wolbachia di Yogyakarta terbukti menurunkan 77 persen kejadian dengue dan menurunkan 86 persen rawat inap akibat dengue. "Itu sebuah dampak yang sangat signifikan kalau kita bicara penyakit menular," kata Uut.
Jika dipantau kasus dengue di Yogyakarta antara 1990-2023, kasus dengue pada periode 2021-2023 disebut Uut tercatat jauh lebih rendah dibanding angka rata-rata selama 30 tahun. Namun, untuk penerapan teknologi wolbachia di lingkup yang lebih luas, Uut mengatakan perlu adanya pengembangan model implementasi sesuai dengan lokasi yang dituju.
Pelepasan "nyamuk wolbachia" lewat telurnya juga hanya bisa dilakukan dengan syarat adanya dukungan tinggi dari stakeholder dan penerimaan yang besar dari masyarakat. Selain itu, Uut menekankan bahwa teknologi wolbachia bukanlah solusi tunggal untuk menekan angka kasus demam berdarah di Indonesia.
Implementasi dan intervensi nyamuk wolbachia diterapkan sebagai pelengkap dari program pengendalian dengue. "Ini bukan single bullet, bukan magic bullet, yang jika dilakukan terus hilang. Namun, inovasi baru ini menambah amunisi kita melawan dengue," ucap Uut.
Pada webinar nasional yang digelar oleh Majelis Pengurus Pusat ICMI Bidang VI (Kesehatan) itu, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Mohammad Adib Khumaedi turut memaparkan materi. Sementara, Ketua Koordinasi Kesehatan Majelis Pengurus Pusat ICMI Fachmi Idris dan Wakil Ketua Umum ICMI Riri Fitri Sari memberikan pengantar.