Pakai iPubers, Petani Makin Mudah dan Cepat Tebus Pupuk Subsidi
Keberadaan pupuk amat sentral dalam memenuhi kebutuhan pangan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Transformasi digital menjadi tak terelakkan untuk digunakan pada setiap sektor di seluruh dunia. Tak terkecuali industri pupuk di Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris. Di mana, keberadaan pupuk amat sentral dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat.
Tahun ini, setidaknya ada 14,5 juta petani penerima pupuk subsidi dari pemerintah. Menjadi tugas PT Pupuk Indonesia (Persero) dalam memastikan ketersediaan pasokan pupuk hingga penyaluran yang mudah, cepat, sekaligus tepat sasaran bagi para petani.
Teknologi aplikasi digital Integrasi Pupuk Bersubsidi atau iPubers yang resmi diluncurkan pada 27 Juni 2023 menjadi jawaban konkret dalam inovasi perbaikan tata kelola penyaluran pupuk subsidi hingga di level kios penyalur.
iPubers merupakan hasil integrasi antara aplikasi Rekan miliki Pupuk Indonesia dan aplikasi e-Alokasi milik Kementerian Pertanian yang memuat data petani penerima pupuk subsidi.
Senior Vice President Sekretaris Perusahaan Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana mengatakan, iPubers menjadi sarana baru bagi kios penyalur dalam memberikan kemudahan bagi petani sekaligus efisiensi bagi kios penyalur untuk mencatat data penyaluran.
“Sejauh ini, penebusan pupuk subsidi dengan aplikasi iPubers mendapat sambutan baik dan positif karena prosesnya menjadi lebih mudah, cepat, dan yang paling penting adalah tepat sasaran,” kata Wijaya kepada Republika, Rabu (29/11/2023).
Saat dilakukan uji coba iPubers beberapa waktu lalu, kepada Republika, Sangputu Darma (65), petani padi asal Desa Temesi, Kabupaten Gianyar, Bali, bercerita, dahulu ia harus menyiapkan fotokopi KTP sebagai syarat menebus pupuk bersubsidi di kios penyalur. Baginya, menyiapkan berkas semacam itu justru menambah pekerjaan. Belum lagi, bila penyedia jasa fotokopi yang jauh dari rumahnya di perdesaan.
“Sekarang, kalau ambil cukup pakai KTP saja ditunjukkan atau bisa juga dengan kartu keluarga. Artinya dengan cara digital lebih ke kemudahan yang dirasakan,” kata Sangputu.
Sangputu sejatinya bukanlah petani besar. Lahan yang dimiliki sendiri hanya sekitar 10 are atau setara 0,1 hektare dengan produktivitas 6 kilogram per are. Oleh karena itu, petani kecil seperti Sangputu amat terbantu dengan pupuk subsidi. Sebab, dengan hanya mengeluarkan kocek sekitar Rp 2.300 ia bisa memperoleh satu kilogram pupuk baik Urea maupun NPK.
Di tempat sama, Made Wayan (62) petani padi dan kedelai, menuturkan hal senada. Menurut dia, digitalisasi penyaluran pupuk subsidi sekaligus menghilangkan biaya-biaya yang biasanya harus dikeluarkan. Memang tak besar, tapi tetap bermanfaat bagi petani maupun pihak kios sendiri.
Meski demikian, Made mengakui, kuota pupuk subsidi yang teralokasikan memang lebih kecil dari kebutuhannya lantaran keterbatasan anggaran pemerintah. Namun, itu bukan masalah baginya.
Sebagai jalan keluar, Made biasa menggunakan pupuk organik yang diproduksi sendiri oleh para petani di daerahnya dengan bahan baku alami di sekitar.
Direktur Transformasi Bisnis, Pupuk Indonesia, Panji Winanteya Ruky, menuturkan, dengan proses digitalisasi penebusan pupuk subsidi, perseroan sekaligus dapat memberikan data kepada pemerintah sebagai masukan analisis kebijakan ke depan.
“Dengan adanya digitalisasi ini, kita juga bisa memberikan data bagi pemerintah untuk melakukan analisa kebijakan. Jadi, kita merekam semua data penyaluran dan penebusan pupuk subsidi,” kata Panji saat ditemui, beberapa waktu lalu.
Panji juga menjelaskan meski penebusan dilakukan penuh dengan sistem digital, data dalam KTP para petani dipastikan aman.Pupuk Indonesia bersama Kementerian Pertanian menerapkan seluruh protokol keamanan siber dengan standar ISO 31000. Di lain sisi, iPubers juga menerapkan proteksi data base yang sesuai sehingga data pribadi dari petani lebih terproteksi.
Terus Diperluas
Selain di Bali, penerapan aplikasi iPubers kini telah efektif digunakan di Bangka Belitung, Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, serta Sulawesi Selatan. iPubers dinilai menjadi solusi win-win dalam program penyaluran pupuk bersubsidi.
Senior Vice President Sekretaris Perusahaan Pupuk Indonesia, Wijaya Laksana, mengatakan, Pupuk Indonesia siap mendukung perluasan penerapan aplikasi iPubers pada provinsi lainnya. Sebab saat ini, perseroan sudah memiliki lebih dari 26 ribu kios pupuk bersubsidi yang tersebar ke seluruh penjuru.
Upaya perluasan dilakukan lantaran ketepatan sasaran penyaluran pupuk bersubsidi bisa dicapai.
Secara teknis, sistem iPubers telah memuat data petani penerima pupuk subsidi yang disediakan oleh Kementan. Selanjutnya, pemilik kios tinggal memindai NIK pada KTP petani untuk mengakses data petani. Apabila data ditemukan, maka petani tersebut berhak atas pupuk bersubsidi.
Selanjutnya, kios akan memasukkan jumlah transaksi penebusan dan petani menandatangani bukti transaksi tersebut pada aplikasi iPubers. Kemudian, petani difoto dengan pupuk yang sudah ditebusnya untuk diunggah ke dalam iPubers.
Dalam foto tersebut, juga terekam keterangan tempat geo-tagging, tanggal, dan waktu transaksi. “Jadi iPubers dapat memastikan pupuk bersubsidi betul-betul tersalurkan kepada petani yang terdaftar dan berhak sesuai ketentuan,” ujarnya.
Sementara, pemilik kios juga tidak lagi berurusan dengan beragam formulir dan kwitansi manual yang dahulunya rawan rusak hingga hilang.
Dari sisi Pupuk Indonesia dan Kementan juga bisa mengetahui dan melihat secara bersama-sama transaksi di setiap kios secara langsung. “Bahkan bisa mengetahui jumlah stok fisik pupuk bersubsidi di tingkat kios,” ujarnya.
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, menilai, penggunaan aplikasi digital menjadi terobosan yang baik untuk memastikan akuntabilitas penyaluran pupuk bersubsidi hingga ke tingkat kios.
Sementara perbaikan data terus dilakukan, Pupuk Indonesia dapat meningkatkan layanan dalam distribusi penyaluran.
Ia menilai, verifikasi ganda yang dilakukan dalam proses penebusan juga menjadi solusi untuk memastikan petani penerima benar-benar sesuai data dan dapat dipertanggungjawabkan. Ke depan, lanjut Said, diperlukan pendampingan bersama oleh semua pihak agar petani semakin cakap dalam penggunaan teknologi digital.