Hamas Minta Media Internasional Lakukan Reportase Langsung dari Jalur Gaza
Media perlu melihat kehancuran dan genosida yang dilakukan Israel di Jalur Gaza.
REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Kelompok Hamas meminta media-media internasional meningkatkan kehadiran mereka di Jalur Gaza. Hamas mengatakan, mereka perlu melihat kehancuran dan genosida yang dilakukan Israel terhadap penduduk Palestina di wilayah tersebut.
“Kami menyerukan kepada jurnalis dan lembaga media internasional untuk mengintensifkan kehadiran mereka di Jalur Gaza untuk melihat sejauh mana kehancuran dan tanda-tanda genosida yang dilakukan oleh pendudukan (Israel) dan tentara Nazi terhadap anak-anak, warga sipil yang tidak berdaya, dan seluruh infrastruktur,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan, dikutip Anadolu Agency, Rabu (29/11/2023).
Hamas kemudian mengungkap penemuan puluhan jenazah warga sipil yang tertimbun reruntuhan bangunan di daerah Sabra dan di daerah lain di Kota Gaza. Proses pencarian jasad dapat dilakukan oleh regu penyelamat karena Hamas dan Israel menyepakati perpanjangan gencatan selama dua hari pada Senin (27/11/2023) lalu.
Menurut laporan kantor berita Palestina, WAFA, regu penyelamat berhasil mengevakuasi 160 jenazah dari reruntuhan dan jalan-jalan di Jalur Gaza pada Selasa lalu. “Hal ini menjadikan jumlah korban tewas sejak dimulainya agresi Israel pada 7 Oktober menjadi lebih dari 15 ribu orang, termasuk lebih dari 6.150 anak-anak dan lebih dari 4.000 perempuan,” ungkap WAFA.
Koresponden WAFA di Gaza melaporkan bahwa tim penyelamat sejauh ini mengandalkan metode manual untuk melakukan penggalian reruntuhan untuk mencari jenazah. Metode itu terpaksa dipilih mengingat kurangnya mesin dan peralatan untuk mengeruk serta memindahkan puing-puing.
Berdasarkan data sementara, sejauh ini terdapat sekitar 6.500 orang di Gaza yang masih dinyatakan hilang, termasuk lebih dari 4.700 anak-anak dan perempuan. Mereka diduga telah terbunuh akibat serangan Israel dan tertimbun reruntuhan bangunan.
Pada Selasa kemarin, Hamas kembali membebaskan 12 sandera yang terdiri dari 10 warga Israel dan dua warga Thailand. Sebagai timbal balik atas pembebasan ke-12 sandera tersebut, Israel membebaskan 30 warga Palestina dari penjara pada Selasa malam. Layanan Penjara Israel mengungkapkan, ke-30 warga Palestina yang dibebaskan berasal dari Penjara Ofer di dekat Ramallah dan dari pusat penahanan di Yerusalem.
Gencatan senjata empat hari antara Hamas dan Israel seharusnya berakhir pada Senin malam lalu. Namun kedua belah pihak sepakat memperpanjang gencatan senjata selama dua hari guna memungkinkan pembebasan lebih banyak sandera dan tahanan Palestina. Sejak memulai gencatan senjata pada 24 November 2023 lalu, Hamas sudah membebaskan lebih dari 80 sandera, di dalamnya termasuk setidaknya 60 warga Israel.
Para sandera tersebut diculik ketika Hamas melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023. Menurut Israel, terdapat lebih dari 240 orang yang diculik dan dibawa ke Gaza. Sementara itu, sejak menyepakati gencatan senjata dengan Hamas, Israel sudah membebaskan setidaknya 180 tahanan Palestina. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant telah menyampaikan bahwa setelah gencatan senjata kemanusiaan dengan Hamas berakhir, pasukan negaranya akan melanjutkan pertempuran melawan Hamas di Jalur Gaza. Dia menyebut, Israel akan mengerahkan kekuatan lebih besar dalam pertempuran berikutnya.
"Kalian sekarang punya waktu beberapa hari. Kita akan kembali berperang. Kita akan menggunakan jumlah kekuatan yang sama dan lebih banyak lagi. Kita akan berperang di seluruh Jalur Gaza," kata Gallant saat bertemu pasukan Israel, Senin, dilaporkan Times of Israel.