KPK Panggil Wamenkumham Eddy Hiariej, Surat Penetapan Tersangka Sudah Dikirim ke Presiden
Nawawi sudah menandatangani surat pemberitahuan penetapan tersangka Eddy Hiariej.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memanggil Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej awal pekan depan. Pemanggilan ini terkait dugaan suap dan penerimaan gratifikasi yang menjerat dirinya.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan, surat pemanggilan itu pun telah dikirimkan pihaknya. Namun, ia tak memerinci kapan dokumen tersebut disampaikan kepada Eddy Hiariej.
"Surat panggilan sudah dikirimkan minggu ini, tapi untuk hadir di minggu depan. Awal minggu depan kami panggil untuk hadir di Gedung Merah Putih KPK," kata Ali kepada wartawan, Kamis (30/11/2023).
Ali menjelaskan, proses penyidikan kasus korupsi di KPK dimulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, hingga akhirnya diterbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP). Termasuk pengumpulan bukti-bukti melalui penggeledahan.
Dia menyebut, tim penyidik KPK pun telah menggeledah beberapa lokasi terkait kasus ini pada Rabu (28/11/2023) malam. Lokasi yang dimaksud adalah dua rumah tersangka di Jakarta.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, lokasi yang digeledah merupakan rumah asisten pribadi Wamenkumham Eddy Hiariej, yakni Yogi Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi. Dari penggeledahan itu tim penyidik menemukan beberapa dokumen yang diduga kuat berkaitan dengan kasus korupsi Wamenkumham.
Setelah penggeledahan, sambung Ali, KPK bakal memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan mengenai kasus tersebut. Pada hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan tiga saksi, yakni Anita Zizlavsky selaku pengacara, wiraswasta bernama Thomas Azali, dan Sekretaris Direksi PT Citra Lampia Mandiri Ardiana.
"Baru nanti berikutnya setelah terkumpul alat bukti yang cukup dari hasil penggeledahan dan saksi-saksi, baru nanti pemanggilannya dalam kapasitas sebagai tersangka," jelas Ali.
Ketua KPK sementara, Nawawi Pomolango mengungkapkan, dirinya telah menandatangani surat pemberitahuan penetapan tersangka Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiarej atau Eddy Hiariej. Bahkan, ia menyebut, KPK telah mengirimkan surat tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kemarin saya sudah menandatangani surat (penetapan tersangka Wamenkumham). Malah dua hari yang lalu sepertinya (surat) itu kita kirimkan ke presiden," kata Nawawi kepada wartawan di Gedung Bidakara, Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Diketahui, Eddy Hiariej dilaporkan oleh Indonesia Police Watch (IPW) ke KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi sebesar Rp 7 miliar pada Selasa (14/3/2023). Selain melaporkan Eddy Hiariej, Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso (STS) juga turut melaporkan Yogi Ari Rukmana selaku asisten pribadi Eddy Hiariej, dan advokat Yosie Andika Mulyadi ke KPK.
Sugeng melaporkan keduanya atas dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp 7 miliar terkait konsultasi dan bantuan pengesahan badan hukum sebuah perusahaan. Atas laporan tersebut, Yogi Ari Rukmana, selaku asisten pribadi Edward, kemudian melaporkan Sugeng Teguh Santoso ke Bareslrim Polri pada Selasa (14/3/2023) atas dugaan pencemaran nama baik.
Yogi melayangkan laporan ke Bareskrim itu karena Sugeng telah menyebut namanya sebagai perantara penerimaan uang dalam laporannya ke KPK. Laporan terhadap Sugeng terdaftar dengan nomor laporan STL/092/III/2023/BARESKRIM. Yogi menyebut, apa yang ditudingkan Sugeng Teguh Santoso tidak benar dan Yogi dapat membuktikan hal tersebut melalui proses hukum. "Hampir semua yang dinyatakan Pak STS, tuduhannya terhadap saya tidak benar semuanya," ujar Yogi.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyerahkan kepada Presiden Jokowi soal desakan mundur Wamenkumham, Edward Omar Sharif Hiarej atau Eddy Hiariej. Edward Omar Sharif Hiariej ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap.
"Itu kan terserah Presiden aja," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Yasonna pun menyerahkan kasus tersebut kepada aparat penegak hukum. Kendati demikian, ia menekankan adanya asas praduga tak bersalah. "Ya kan kita kan secara penegakan hukum itu kan terserah... Jalan sesuai dengan ketentuan hukum oleh KPK. Tetapi kan saya sampaikan asas praduga. Ini kan prinsip hukum aja," ujarnya.
Yasonna sendiri mengaku sudah melaporkan kepada Presiden Jokowi terkait masalah yang menjerat Wamenkumham. "Hanya melaporkan kejadiannya. Itu saja," kata dia.
Pada hari ini, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, pejabat publik yang tersandung dalam masalah hukum dan telah ditetapkan sebagai tersangka seharusnya mengundurkan diri dari jabatannya.
"Pejabat publik yang kebijakannya mendapat sorotan negatif dari masyarakat harus mau mengundurkan diri meskipun belum ada putusan pengadilan," kata Mahfud saat menyampaikan orasi ilmiah pada acara Dies Natalis dan Wisuda Program Sarjana dan Magister Universitas Bung Karno (UBK) di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis.
Mahfud menyinggung soal banyaknya orang tersandung kasus hukum, tetapi tidak merasa melanggar hukum. Para pejabat yang tersandung kasus hukum itu pun enggan mengundurkan diri dari jabatannya dan malah berlindung dengan dalih asas praduga tak bersalah.
Menurut Mahfud, keengganan pengunduran diri dari jabatan publik tersebut karena pejabat tidak memahami etika dan moral. Padahal, tambahnya, etika kehidupan berbangsa telah diatur dalam Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001.
"Tinggal kita mau taat pada etik atau tidak. Tetapi, terkadang orang beralasan; ini kan (status) hukumnya belum jelas, oh ini kan saya direkayasa (masalah hukum), dan sebagainya. Itu menyangkut soal etika moral yang lain lagi, tetapi aturan etikanya begitu," jelas Mahfud.
Dia juga menambahkan bahwa nilai-nilai Pancasila, baik yang bersifat hukum maupun non-hukum, harus diikuti dengan baik oleh seluruh warga negara Indonesia (WNI). Jika hal itu terwujud, kata Mahfud, maka ketertiban dan kedamaian dalam kehidupan berbangsa akan dirasakan.
Ketika ditanya wartawan apakah pernyataan tersebut menyindir Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej dan mantan ketua KPK Firli Bahuri, Mahfud menegaskan pernyataannya itu bukanlah sindiran kepada pihak-pihak tertentu. Dia menegaskan, pernyataan tersebut juga berlaku untuk seluruh pejabat publik yang sebelumnya pernah tersandung kasus hukum.
"Nggak ada sindiran. Kan banyak (pejabat), bukan hanya (mantan) ketua KPK. Kan banyak selama ini. Sejak zaman reformasi, itu banyak yang begitu. Itu kepada pejabat, semuanya, dan kepada ASN semuanya," ujar Mahfud.