Supermarket di Yordania Labeli Produk Pro Israel, Resign dari Perusahaan Terboikot
Warga juga ada yang memilih untuk melepaskan pekerjaannya di perusahaan terboikot.
REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Warga Yordania memboikot berbagai perusahaan Amerika Serikat (AS) yang dianggap pro Israel. Seperti diketahui, ketika Israel terus membantai warga Palestina, kampanye boikot meningkat di Timur Tengah dan sekitarnya.
Di Yordania pun banyak yang berhenti membeli beragam produk AS dan Eropa yang menyatakan, mendukung Israel secara finansial atau memiliki sikap pro Israel. Starbucks dan McDonald's di ibu kota Yordania Amman sebagian besar kosong.
Lalu di supermarket Shooneez di Amman, terdapat dua jenis label pada setiap produknya. Label pertama untuk memperlihatkan harganya, lalu ada label merah guna memperingatkan pelanggan jika produk tersebut termasuk dalam daftar boikot.
"Waspadalah. Produk-produk ini diboikot. Pilihanmu," tulis label merah tersebut, seperti dilansir The World, Selasa (5/12/2023).
Dijelaskan, gerakan boikot produk Israel dan pendukung Israel bukan hal baru di negara tersebut. Hanya saja, kini gerakan itu telah mendapatkan pendukung baru di beragam negara di Timur Tengah dan negara lain. Tepatnya sejak perang Israel dan Hamas dimulai.
Dikatakan, pada 7 Oktober, pejuang Hamas menyerang Israel selatan, menyandera lebih dari 200 orang dan membunuh 1.400 orang. Sebagai tanggapan, militer Israel melancarkan kampanye pengeboman agresif lainnya di Gaza, menewaskan lebih dari 20 ribu orang dan menghancurkan sebagian besar infrastruktur di sana.
Seorang warga yang berbelanja di Amman Rania Zaid mengatakan, dia biasa membelikan coklat, sepatu kets, dan Nescafe untuk anak-anaknya. Hanya saja kini tidak lagi setelah perang dimulai.
Zaid mengatakan setiap berbelanja, dia melihat kemasannya. Lalu jika dikatakan produk tersebut buatan AS atau Eropa, dia tidak membelinya.
"Meski sederhana dan kecil, itu yang bisa kami lakukan. Dengan cara ini, pikiran kami menjadi tenang bahwa kami tidak mendukung perang," ujarnya.
Banyak orang di Yordania negara Arab lainnya mengatakan, perang Israel di Gaza tidak akan mungkin terjadi tanpa dukungan Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, tempat di mana banyak dari perusahaan besar itu bermarkas. Baik McDonald’s maupun Starbucks telah mengeluarkan pernyataan yang berusaha menjauhkan diri dari konflik ini.
Meski begitu, hal tersebut hanya berdampak kecil di Yordania. Hasan Abu Qaoud seorang supervisor toko di kafe Marouf di Amman.
Ia mengaku meninggalkan pekerjaannya di Starbucks sekitar tiga pekan lalu karena tidak bisa lagi bekerja di sebuah perusahaan yang, menurut pandangannya, memiliki sikap pro Israel.
“Saya ingin pergi karena saya merasa harus melakukan sesuatu untuk melakukan boikot demi mendukung rakyat Palestina juga,” tutur dia.
Mantan rekan kerjanya mengatakan kepadanya, penjualannya turun secara signifikan. Sekarang, para karyawan di sana juga mempertimbangkan untuk keluar.
Pergeseran perilaku konsumen ini memberikan beberapa manfaat bagi bisnis lokal. Anas Abu Odeh, pemilik perusahaan kopi Marouf, mengatakan dia melihat peningkatan penjualan sebesar 30 persen sejak perang dimulai.
“Jadi kami menambah staf, kami menambah stok. Sebenarnya kami menambah 100 karyawan lagi di staf kami untuk periode ini,” kata dia.