KPAI Pertanyakan Polisi Soal Laporan KDRT Terkait Kasus Tewasnya Empat Anak di Jagakarsa
KPAI juga menyoroti pemahaman polisi terkait penanganan anak di keluarga berkonflik.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mempertanyakan respons kepolisian menyikapi laporan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), seperti yang terjadi pada ibu dari empat anak yang ditemukan meninggal dunia di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2023). KPAI juga menyoroti pemahaman polisi terkait perihal penanganan anak yang ada pada keluarga berkonflik.
"Disampaikan warga, ibu dari anak anak tersebut masuk rumah sakit akibat KDRT. Sejauh mana penanganannya? Apakah ada proses penahanan pelaku? Kalau tidak ditahan karena alasan apa?" ujar Wakil Ketua KPAI Jasra Putra kepada Republika, Kamis (7/12/2023).
Jasra menerangkan, sebagaimana mandat Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak, jika menemukan anak dalam keluarga berkonflik, maka anak tersebut masuk ke dalam kategori perlindungan khusus anak. Maka itu, perlu diketahui sejauh apa pemahaman masyarakat dan petugas dalam soal memastikan pentingnya anak untuk dihindarkan sementara dari konflik orang tuanya.
"Apakah masyarakat dan petugas mengerti mekanisme merujuk anak anak yang kehilangan pengasuhan orang tua berkonflik," jelas dia.
Menurut dia, kasus semacam itu semakin menunjukkan darurat RUU Pengasuhan Anak. Dia menilai, peraturan atau kebijakan yang komprehensif diperlukan sebagai upaya intervensi di dalam lingkup keluarga. Termasuk di dalamnya, ketika ada kekerasan, petugas dapat segera menindaklanjuti kondisi pengasuhan anak yang terancam.
Di samping itu, Jasra menilai, persoalan yang paling berat lagi dalam kasus semacam itu sebenarnya terkait ada dan tidaknya anggaran dalam kasus KDRT. Jika ada anggaran, tentu akan membawa sensitivitas, kepekaan, responsif dan inisiatif di lapangan dalam segera menyelamatkan anak dalam keluarga KDRT.
"Karena jika terbiasa tidak dianggarkan, maka petugas akan kesulitan dalam melaksanakan berbagai tugasnya dalam satu kasus saja, misalnya," terang dia.
Sebenarnya, kata dia, di setiap kelurahan, RW, dan RT ada struktur tugas dan fungsi mereka untuk layanan masyarakat. Dan semuanya dibayar profesional dan program-programnya dianggarkan. Tetapi seringkali, dalam monitoring dan evaluasi KPAI, untuk anggaran soal anak masih belum maksimal, bahkan sangat tertinggal.
"Sehingga seringkali, tidak ada petugas yang merasa, ditugaskan, intervensi, seperti yang terjadi dengan profil keluarga yang tinggal di kontrakan ini," terang dia.
Padahal, jelas Jasra, di suatu daerah jumlah warga anak jumlahnya paling banyak. Artinya, pelayanan anak paling menentukan kinerja petugas. Bila disuatu daerah anak anak lebih dominan tidak tertangani baik, maka dipastikan layanan untuk warga yang jumlahnya paling banyak anak, tidak terdeteksi dengan baik.
"Jadi setidaknya dari 100 persen anggaran di daerah, harusnya 60 persen untuk anak. Karena ukuran kinerjanya pelayanan warga, di mana anak paling banyak," jelas dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, P pernah dilaporkan kasus KDRT empat hari sebelum keempat anaknya ditemukan tewas. Dia dilaporkan oleh keluarga dari istrinya sendiri berinisial D, yang saat ini masih dirawat di rumah sakit akibat tindakan kekerasan dari P.
“Jadi hari Sabtu, Polsek Jagakarsa menerima laporan kasus KDRT terlapornya saudara P. Saat dilakukan pemeriksaan waktu itu saudara P berhalangan, karena istrinya kan masuk RS, tidak ada yang menjaga anak-anaknya,” ungkap Kapolres Metro Jakarta Selatan, Komisaris Besar Polisi Ade Ary Syam Indradi kepada awak media, Kamis (7/12/2023).
Dengan demikian, kata Ade Ary, sampai dengan keempat anaknya berinisial VA (6 tahun), SA (4 tahun), AA (3 tahun), AK (1 tahun) ditemukan tewas, Panca belum diperiksa terkait kasus KDRT tersebut. Pihak kepolisian baru memeriksa salah satu keluarga korban yaitu kakak dari korban D yang melaporkan kasus tersebut.
“Jadi waktu itu dalam proses penyelidikan kasus KDRT yang di Polsek Jagakarsa, P belum dilakukan pemeriksaan interogasi,” terang Ade Ary.
Sementara ketua RT setempat, Yacob mengatakan warga setempat tidak ada yang tahu mengenai keributan atau tindakan KDRT di rumah tangga Panca beberapa waktu lalu. Namun, menurut Yacob, sebelumnya P pernah sekali melakukan KDRT tapi dia tidak menjelaskan kapan tindakan kekerasan itu pertama kali terjadi dalam rumah tangga korban dan pelaku.
“Warga nggak ada yang tahu, mereka ribut di dalam rumah, yang tahu itu dia, korban. Korban lalu nelepon adiknya, adeknya ke rumah saya buat ngasih tahu, saya lapor polisi,” terang Yacob.
Pemilik kontrak yang kini menjadi TKP, Asmaro Dwi Astuti, mengatakan P beserta keluarga sudah mengontrak di rumahnya lebih kurang 1,5 tahun. Tetapi, sejak September sampai Desember 2023 ini, P tidak pernah lagi membayar uang kontrak karena alasan belum ada uang.
“Setiap bulan saya selalu ingatkan sudah waktunya bayar. Dia minta maaf belum bisa bayar, lagi usaha sama istri mau jual motor,” kata Asmaro, Kamis (7/12/2023).
Asmaro mengaku jarang sekali bertemu dengan istri P lantaran bekerja sejak pagi sampai malam. Sedangkan, P setiap hari selalu ada di rumah menjaga ke empat anaknya, V (6 tahun), S (4 tahun), A (3 tahun), dan A (1 tahun). Pernah suatu ketika, Asmaro berinisiatif mendatangi rumah tersebut pada hari libur untuk mengultimatum agar segera melunasi tunggakan kontrakan selama empat bulan.
Namun, begitu sampai di rumah P, Asmaro gagal mengultimatum begitu melihat keempat anak P yang masih kecil-kecil. “Kadang-kadang kalau dia libur saya ke situ, saya nggak tega lihat anak kecil-kecil. Saya manusiawi kok,” ujar Asmaro.