Emisi Karbon Tahun Ini Capai Rekor Tertinggi
Emisi karbon global dari bahan bakar fosil tahun ini capai 36,8 miliar ton.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Emisi karbon global kembali mencapai rekor tertinggi pada tahun 2023, bahkan setelah Amerika Serikat dan Uni Eropa mengurangi emisi bahan bakar fosil. Hal ini merujuk pada sebuah studi yang diterbitkan oleh Global Carbon Budget.
Menurut studi itu, emisi karbon global dari bahan bakar fosil tahun ini diproyeksikan mencapai 36,8 miliar ton meningkat 1,1 persen dari tahun 2022. Laporan yang disusun oleh tim peneliti iklim internasional dari lebih dari 90 universitas ini menyatakan bahwa waktu kita semakin menipis untuk menghindari dampak-dampak terburuk dari perubahan iklim.
Peningkatan global terjadi bahkan setelah pengurangan emisi yang cukup besar dari Uni Eropa dan Amerika Serikat, masing-masing menurun sebesar 7,4 persen dan 3 persen. Namun, emisi dari India diproyeksikan akan meningkat sebesar 8,2 persen, dan emisi dari China diperkirakan akan meningkat sebesar 4 persen.
Menurut Global Carbon Budget, emisi sebagian besar stabil dalam 10 tahun terakhir. Dunia tidak mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan tahun 2022, yang juga mengalami peningkatan emisi sebesar satu persen. Namun, para ahli mengatakan bahwa stabilisasi ini tidak akan cukup untuk memastikan emisi tidak melampaui ambang batas 1,5 derajat Celcius.
Setelah itu, bumi akan mengalami kerusakan yang tidak dapat dipulihkan akibat perubahan iklim. Global Carbon Budget saat ini memperkirakan bahwa ada 50 persen kemungkinan dunia akan melampaui ambang batas 1,5 derajat Celcius hanya dalam waktu tujuh tahun.
Profesor Corinne Le Quere dari Fakultas Ilmu Lingkungan University of East Anglia mengatakan bahwa perubahan tahunan tidak cukup dalam atau cukup luas untuk mencegah perubahan iklim. "Semua negara perlu melakukan dekarbonisasi ekonomi mereka lebih cepat daripada saat ini untuk menghindari dampak yang lebih buruk dari perubahan iklim," kata Le Quere seperti dilansir Forbes, Sabtu (9/12/2023).
Studi ini dirilis saat konferensi iklim tahunan PBB, COP28, berlangsung di Uni Emirat Arab. Sultan Al Jaber, Presiden delegasi COP28 sekaligus CEO perusahaan minyak dan energi alternatif milik pemerintah UEA, telah menghadapi kritik tajam sejak konferensi dimulai. Pekan lalu, sebuah dokumen yang bocor mengungkap bahwa Al Jaber akan menggunakan konferensi ini untuk mengejar lebih banyak kesepakatan minyak dan gas alam.
Pada Ahad, komentar yang dibuat Al Jaber pada konferensi SHE Changes Climate pada tanggal 21 November mengundang kritik lebih lanjut. "Tidak ada studi, kajian ilmiah, dan skenario apapun yang mengatakan bahwa penghapusan bahan bakar fosil adalah yang akan mencapai 1,5 derajat Celcius," kata Al Jaber, dalam pernyataan yang pertama kali dilaporkan oleh Guardian.
Keyakinan presiden COP28 ini tampaknya bertentangan dengan posisi PBB dalam mencapai ambang batas tersebut.
"Sains sudah jelas mengungkap bahwa batas 1,5 derajat hanya mungkin dicapai jika kita pada akhirnya berhenti membakar semua bahan bakar fosil. Bukan mengurangi. Bukan mengurangi. Menghentikan sama sekali,” ujar Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam sebuah pidato di COP28.