Erick Ungkap Strategi Pengelolaan dan Pelestarian Mangrove di COP 28
Mangrove memberikan sejumlah manfaat di antaranya perlindungan pantai.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Ad Interim Erick Thohir mengungkapkan langkah Indonesia dalam melakukan pengelolaan dan pelestarian mangrove yang diklaim punya peran signifikan dalam pengendalian perubahan iklim dunia.
“Mangrove sangat penting bagi Indonesia mengingat manfaatnya bagi lingkungan dan masyarakat, serta kemampuannya memperkuat ketahanan pesisir. Sebagai solusi berbasis alam, mangrove turut serta dalam mengendalikan perubahan iklim dengan berperan sebagai paru-paru dunia melalui penyerapan dan penyimpanan karbon biru (blue carbon)," tutur Erick Tohir di sesi COP 28 bertajuk “Delivering Global Action On Mangrove Restoration And Protection” di Dubai, UEA, Sabtu (10/12/2023).
Erick mengungkapkan, mangrove memberikan sejumlah manfaat di antaranya perlindungan pantai, keanekaragaman hayati yang tinggi, juga manfaat ekonomi bagi masyarakat melalui ekowisata dan penetapan harga karbon.
“Kemampuan ekosistem mangrove dalam menyerap dan menyimpan karbon dengan kepadatan yang melebihi hutan tropis telah menarik perhatian dunia. Di Indonesia saja, ekosistem mangrove mampu menangkap 3,3 giga ton CO2,” imbuhnya.
Angka tersebut, menurut Erick, setara dengan 3,36 juta hektare kawasan mangrove dengan potensi valuasi ekonomi mencapai 16,5 juta dolar AS. Ia pun menjelaskan bahwa sejak tahun 2020, Indonesia telah menanam lebih dari 265 juta mangrove.
“Menciptakan inovasi dan pendanaan berkelanjutan sangatlah penting. Dalam hal investasi, minat masyarakat terhadap ekosistem karbon biru berpotensi mencapai 10 juta dolar AS yang berasal dari korporasi dan investor,” ungkapnya.
Erick menambahkan bahwa peran sektor swasta tersebut dapat dikatalisasikan ke dalam program restorasi dan konservasi mangrove di seluruh dunia. Ia juga menyampaikan bahwa mulai tahun ini akan dilakukan percepatan restorasi 75 ribu hektare lahan mangrove dan konservasi seluas 400 ribu hektare yang ditargetkan selesai pada 2024.
“Bisnis yang produktif dan berkelanjutan memiliki peran vital dalam menciptakan mekanisme pasar jangka panjang untuk membuktikan bahwa mangrove lebih bernilai saat hidup dibandingkan saat rusak,” ungkapnya.
Kepada para peserta acara tersebut, Menko Erick menyampaikan bahwa Indonesia berpengalaman dalam model bisnis ekosistem mangrove seperti karbon biru, budi daya perikanan yang berkelanjutan, dan pengembangan perikanan yang menghasilkan keuntungan finansial sekaligus membangun masyarakat pesisir yang tangguh dan bermanfaat bagi lingkungan.
“Kami menyadari pentingnya upaya kolektif dan solusi terkoordinasi dengan negara-negara di seluruh dunia. Sementara itu, untuk mencapai target restorasi dan konservasi nasional, kami telah melaksanakannya secara pentahelix, yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan mulai dari pemerintah, sektor swasta, LSM, filantropi, dan komunitas lokal,” jelasnya.
Erick mencontohkan bahwa Indonesia telah mendirikan 30 pusat pembibitan untuk mendukung restorasi mangrove, antara lain G20 Mangrove Showcase di Bali.
“Kami berharap dapat berkolaborasi dengan banyak pihak untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi dunia kita, untuk saat ini dan juga di masa depan melalui pengelolaan mangrove,” imbuh Erick.