25.000 Anak-Anak Gaza Menjadi Yatim Piatu Akibat Bom Israel

Sekitar 25.000 anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya.

AP Photo/Hatem Moussa
Seorang anak laki-laki yang terluka diangkut setelah serangan Israel di Deir Al-Balah, Jalur Gaza selatan, Palestina, Kamis (9/11/2023).
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Euro-Med Human Rights Monitor melaporkan, antara 24.000-25.000 anak-anak Palestina di Gaza menjadi yatim piatu akibat pengeboman genosida yang dilakukan Israel. Laporan awal kelompok hak asasi manusia tersebut menyoroti bahwa 10.000 anak telah terbunuh akibat bom Israel, sementara sekitar 25.000 anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya. 

Sekitar 640.000 anak kehilangan tempat tinggal setelah rumah mereka hancur sebagian atau seluruhnya. Selain itu, masa depan ratusan ribu anak-anak masih belum diketahui. Karena 217 sekolah di Jalur Gaza telah rusak atau hancur akibat serangan Israel, sehingga berdampak buruk pada proses pendidikan di Jalur Gaza.

Euro-Med Monitor mengatakan, 23.012 warga Palestina telah terbunuh dalam serangan udara dan artileri Israel yang intens di Jalur Gaza, termasuk 9.077 anak-anak. Sementara ratusan anak-anak lainnya masih terjebak di bawah puing-puing bangunan yang hancur dan kecil kemungkinannya untuk bertahan hidup. Dengan demikian, jumlah total kematian anak-anak kemungkinan akan melebihi 10.000 anak.

"Anak-anak Gaza menjadi sasaran serangan tanpa pandang bulu oleh Israel di tengah genosida yang telah berlangsung selama tiga bulan berturut-turut," kata pernyataan Euro-Med Monitor, dalam situ webnya.

Sebagian besar anak-anak tidak diberi akses terhadap makanan atau air bersih.  Banyak dari anak-anak yang terpaksa mengungsi di bawah serangan, sehingga memperburuk situasi psikologis mereka yang sudah genting.

Lebih dari 1,840 juta warga Gaza menjadi pengungsi internal. Hal menyebabkan banyak keluarga dengan anak-anak tinggal di fasilitas yang sangat penuh sesak dan tidak cocok untuk tempat berlindung. Anak-anak di Jalur Gaza berada pada risiko kelaparan dan kematian yang sangat besar, khususnya di Kota Gaza dan wilayah utara Jalur Gaza. Euro-Med Monitor juga menyebutkan munculnya mekanisme penanggulangan yang berbahaya, seperti anak-anak yang menggunakan metode berisiko dan tidak sehat untuk menyalakan api untuk memasak.

Baca Juga


Anak Gaza menghadapi risiko terkena epidemi dan penyakit menular....




 

Selain itu, anak-anak di Gaza menghadapi risiko terkena epidemi dan penyakit menular akibat dari berbagai krisis seperti kurangnya air minum yang aman;  penghentian pompa limbah;  kurangnya layanan kesehatan;  dan kurangnya kebersihan pribadi di pusat penampungan yang sangat padat.  Anak-anak di bawah usia 18 tahun, yang mencakup 47 persen dari 2,3 juta orang yang tinggal di Jalur Gaza, telah lama mengalami masalah kesehatan mental.  Sebelum terjadinya perang saat ini, empat dari setiap lima anak melaporkan bahwa mereka mengalami depresi, kesedihan, atau ketakutan. Bahkan penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa jumlah masalah kesehatan mental bahkan lebih tinggi.

Euro-Med Human Rights Monitor mendesak komunitas internasional untuk mengambil tindakan secepatnya guna menghentikan upaya Israel untuk mengubah Jalur Gaza menjadi kuburan nyata bagi anak-anak. Euro-Med Human Rights Monitor mendorong negara Barat mengakhiri kebijakan standar ganda yang mencolok sehingga memungkinkan impunitas Israel.

Organisasi yang bermarkas di Jenewa tersebut menekankan bahwa Israel harus bertanggung jawab atas pelanggaran yang jelas terhadap hukum humaniter internasional, yang dibuktikan dengan pembunuhan dan penargetan anak-anak Palestina. Termasuk pengabaian terhadap kebutuhan khusus mereka akan vaksin, makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang secara jelas diakui dalam Konvensi Jenewa dan Protokolnya pada 1977.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler