RI: Dewan Keamanan PBB Gagal Tunjukkan Relevansi Jaga Perdamaian Dunia

AS memveto resolusi gencatan senjata di Dewan Keamanan PBB.

Dok Kemenlu
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Lalu Muhamad Iqbal.
Rep: Kamran Dikarma Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia menyesalkan kegagalan Dewan Keamanan PBB mengadopsi rancangan resolusi untuk memberlakukan gencatan senjata di Jalur Gaza pekan lalu. Menurut Indonesia, Dewan Keamanan telah gagal menunjukkan relevansinya untuk menjaga perdamaian internasional. 

“Kita menyesalkan bahwa resolusi itu (gencatan senjata Gaza) gagal diadopsi, karena ini adalah menunjukkan sekali lagi Dewan Keamanan kehilangan momentum untuk menunjukkan bahwa Dewan Keamanan sebagai organ yang mendapatkan mandat untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia, sekali lagi Dewan Keamanan gagal menunjukkan relevansinya dalam menjaga perdamaian dunia dan keamanan internasional,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Lalu Muhamad Iqbal dalam pengarahan pers, Selasa (12/12/2023).

Dia pun menyinggung veto Amerika Serikat (AS) yang mengakibatkan Dewan Keamanan gagal mengadopsi rancangan resolusi gencatan senjata di Gaza pekan lalu. Lalu mengungkapkan, veto tersebut merupakan veto ke-35 yang dipakai AS terkait Israel sepanjang sejarah PBB dan veto kedua sejak pecahnya perang di Gaza pada 7 Oktober 2023.

Baca Juga


“Kita sangat kecewa dan sangat menyesalkan kegagalan Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi tersebut. Karena menurut Indonesia kondisi di lapangan sangat mengkhawatirkan dan gencatan senjata sangar dibutuhkan untuk memastikan bantuan kemanusiaan bisa disalurkan dengan lancar ke Gaza,” ucapnya.

Lalu mengatakan, ketidakefektifan Dewan Keamanan PBB sebagai badan yang mendapat mandat menjaga perdamaian dan keamanan internasional bukan suatu rahasia. Menurutnya, hampir semua negara sudah menyadari hal tersebut.

“Oleh karena itu kalau kita ingat Presiden Sukarno sudah bicara mengenai kebutuhan untuk melakukan reformasi terhadap PBB supaya lebih mencerminkan dinamika politik terkini. Begitu juga Ibu Menlu bulan Oktober lalu di PBB juga menyampaikan keprihatinan mengenai perlunya membuat Dewan Keamanan PBB lebih relevan dalam menjalankan mandatnya untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional,” ujarnya. 

Pada Jumat (8/12/2023) pekan lalu, Dewan Keamanan PBB gagal mengadopsi rancangan resolusi yang menuntut penerapan gencatan senjata segera di Gaza. Hal itu karena adanya veto dari AS.

Dari 15 negara anggota Dewan Keamanan, sebanyak 13 negara mendukung resolusi yang diajukan Uni Emirat Arab (UEA) tersebut. Sementara AS memilih menentang dan Inggris abstain.

UEA mengatakan, pihaknya berupaya menyelesaikan draf resolusi tersebut secepatnya. Hal itu mengingat kian melambungnya jumlah korban meninggal di Gaza akibat agresi Israel. Hampir 100 negara ikut mensponsori rancangan resolusi terkait. 

Dalam rancangan resolusi tersebut, semua pihak yang berkonflik diserukan mematuhi hukum internasional, khususnya terkait perlindungan terhadap warga sipil. Resolusi juga menuntut diberlakukannya gencatan senjata kemanusiaan segera. Selain itu Sekretaris Jenderal PBB diminta melaporkan kepada Dewan Keamanan mengenai pelaksanaan gencatan senjata.

Pada 15 November 2023 lalu, Dewan Keamanan PBB sebenarnya telah mengadopsi resolusi 2712 rancangan Malta. Resolusi itu didukung 12 dari 15 negara anggota Dewan Keamanan. Tiga negara, yakni AS, Inggris, dan Rusia memilih abstain. 

Resolusi 2712 menyerukan pentingnya memperpanjang jeda dan koridor kemanusiaan di Gaza selama “jumlah hari yang cukup”. Hal itu guna memungkinkan akses penuh, cepat, aman, dan tanpa hambatan bagi badan-badan serta para mitra PBB dalam menyalurkan bantuan. Resolusi turut menekankan perlunya memastikan bahan bakar diizinkan memasuki Gaza.

Resolusi juga meminta semua pihak tidak merampas layanan dasar dan bantuan yang sangat dibutuhkan bagi penduduk sipil di Gaza. Selain itu, resolusi turut menyerukan evakuasi orang-orang yang sakit dan terluka di Gaza, khususnya anak-anak.

Meski resolusi Dewan Keamanan bersifat mengikat, namun Israel menolaknya. Tel Aviv enggan mematuhi resolusi jeda kemanusiaan di Gaza yang sudah disahkan Dewan Keamanan.

“Tidak ada tempat untuk jeda kemanusiaan yang berkepanjangan (di Gaza),” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Israel dalam sebuah pernyataan, dikutip surat kabar Israel, Haaretz, 15 November 2023 lalu.

Israel enggan menerima jeda kemanusiaan panjang di Gaza selama Hamas belum membebaskan para sandera. Ketika melakukan operasi infiltrasi ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, Hamas disebut menculik lebih dari 240 orang yang terdiri dari warga Israel, warga Israel berkewarganegaraan ganda, dan warga asing. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler