Utang-Piutang (qard) dan Implementasinya Dalam Perbankan Syariah
qard merupakan sarana untuk melakukan transaksi utang piutang yang ada dalam islam. diimplementasikan pada perbankan syariah namun juga bisa digunakan dalam kehidupan kita sehari hari. qard
A. pengertian qardh
secara etimologi (bahasa) qardh dalam bahasa arab yaitu memotong. menurut menurut Rahmat Syafei qardh (utang-piutang) mempunyai makna al-qath, karena potongan dari harta orang yang memberikan pinjaman.31 Qardh (utang-piutang) merupakan bentuk mashdar dari qaradha asy-syai‟-yaqridhuhu, yang berarti dia memutusnya. Dikatakan qaradhtu asy-syai‟ a bil-miqradh aku memutus sesuatu dengan gunting. 32 Dalam pengertian yang umum, utang-piutang mencakup transaksi jual-beli dan sewa-menyewa yang dilakukan secara tidak tunai (kontan). Transaksi seperti ini dalam fikih dinamakan mudayanah atau tadayun.
secara terminologi (istilah) adalah memberikan harta kepada orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya dikemudian hari.33 Utang-piutang adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. dari pengertian diatas maka dapat kita ambil bahwa qard memiliki dua pengertian. pengertian yang pertama di sebut dengan tabarru, yaitu memberikan harta kepada orang lain dengan adanya perjanjian untuk dikembalikan. pengertian qard yang kedua disebut mu’awadlah, yaitu (karena harga yang diambil bukan sekedar dipakai kemudian dikembalikan, tetapi dihabiskan dan dibayar gantinya.
B. pengertian qard menurut pendapat ulama
· menurut Wahbah Zuhayliy
Wahbah Zuhayliy mengatakan piutang adalah penyerahan suatu harta kepada orang lain yang tidak disertai dengan imbalan atau tambahan dalam pengembaliannya.
· menurut Imam Syafi’i
pinjaman yang berarti baik yang memberikan bersumberkan kepada Al-Qur‟an bahwa barang siapa yang memberikan pinjaman yang baik kepada Allah SWT, maka Allah SWT akan melipat gandakan kebaikan kepadanya.
· menurut Imam Malik
Imam Malik mengatakan bahwa Al-Qardh merupakan pinjaman atas benda yang bermanfaat yang diberikan hanya karena belas kasih dan merupakan bantuan (ariyah) atau pemberian (hibah), akan tetapi harus dikembalikan seperti bentuk yang dipinjamkan.
· menurut Madzhab Hanafi
Qardh adalah harta yang diberikan kepada orang lain dengan syarat mengembalikannya dan harta itu dalam bentuk mitsli. Pengertian Mitsli adalah barang yang tida berbeda dalam beberapa jenisnya yang bisa menjadikan harganya berbeda. Misalnya barang yang ditakar, dihitung, dan ditimbang. Adapun barang yang berbentuk selain mitsli seperti hewan, kayu, kebu, tidak sah untuk dihutangkan.
C. dasar hukum hutang piutang (Qard)
pertama
Dalam transaksi utang piutang terdapat nilai luhur yang tinggi, yaitu perintah tolong menolong dalam kebaikan. Pada dasarnya pemberian utang kepada seseorang haruslah dengan niat yang tulus untuk beribadah kepada Allah Swt. Sebagaimana dalam al-Qur‟an surat Al-Hadid ayat 11 :
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌ كَرِيمٌ
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.”
tafsir
Kemudian Allah menganjurkan untuk berinfak dijalanNya, sebab aktivitas jihad bergantung pada tersedianya dana serta harta untuk mempersiapkan jihad, seraya berfirman, “Barangsiapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik,” yaitu infak yang baik yang diberikan secara ikhlas semata karena Allah dan demi mengharap ridhaNya yang berasal dari harta halal yang diberikan secara suka rela. Inilah di antara kemuliaan Allah yang menyebut infak dengan pinjaman, padahal harta yang dibelanjakan itu adalah harta Allah dan manusia pun milikNya. Allah menjanjikan pahala yang berlipat ganda padanya dan Dia-lah Yang Mahamulia lagi Maha Pemberi. Pahala yang dilipatgandakan tersebut berlaku di Hari Kiamat, yaitu suatu hari yang masing-masing orang terlihat dengan jelas kefakirannya yang amat memerlukan balasan baik meski sedikit.
Ini termasuk kemurahan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, karena Dia menamainya pinjaman, padahal semua harta adalah milik-Nya dan semua hamba adalah hamba-Nya, namun Dia menyebutnya pinjaman dan menjanjikan ganti yang berlipat-ganda, sedangkan Dia Maha Pemurah lagi Maha Pemberi. Pelipatgandaan tersebut adalah pada hari Kiamat, hari dimana manusia tampak sekali kefakirannya dan butuh kepada balasan yang baik.
kedua
وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَىٰ سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ ۖ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ ۚ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
tafsir
Wahai pelaku transaksi piutang, jika kalian dalam perjalanan atau halangan sejenisnya, dan kalian tidak menemukan pencatat akad piutang, maka hendaknya orang yang berhutang memberikan barang jaminan kepada pemberi hutang. Serah terima jaminan merupakan syarat sahnya gadai menurut jumhur ulama, selain madzhab Maliki yang mencukupkan ijab Kabul sebagai syaratsah gadai. Jika kalian telah saling percaya dan pemberi hutang tidak mengambil jaminan hutang, penerima hutang yang telah dipercayai tersebut mesti melunasi utangnya, tidak mengkhianati amanat, dan tidak berpaling dari kebenaran sedikit pun. Wahai para saksi, janganlah menyembunyikan kesaksian jika kalian diminta untuk bersaksi. Sebab, siapa saja yang menyembunyikan persaksian berarti hatinya kotor dan pelaku maksiat. Karena itu, Allah akan menghukumnya sebab telah mengabaikan hak pemberi hutang. Allah maha mengetahui apa pun yang kalian kerjakan
D. mengambil untung dari qard
Madzhab Hanafi menyatakan bahwa setiap pinjaman yang dimintai kelebihan atau keuntungan, hukumnya haram. Tapi apabila tidak disyaratkan yang demikian maka hukumnya boleh. Begitu juga hukum pemberian hadiah. Menolak pemberian lebih dari muqtaridh menurut Syafi’iyah makruh. Sedangkan menurut Hanafiyah boleh dan menurut Malikiyah hukumnya haram. Landasan atas larangan mengambil keuntungan dari pinjaman adalah riwayat dari Ubai bin Ka’ab dan Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas; bahwa mereka melarang mengambil untung dalam pinjaman.
E. rukun dan syarah qard
1. rukun qard
· Aqid (orang yang berhudatng dan piutang)
Aqid adalah orang yang melakukan akad, keberadaannya sangat penting sebab tidak dapat dikatakan sebagai akad jika tidak ada aqid. Begitu pula tidak akan terjadi ijab dan qabul tanpa adanya aqid.53 Orang yang berutang dan yang berpiutang boleh dikatakan sebagai subyek hukum. Sebab yang menjalankan kegiatan utang-piutang adalah orang yang berutang dan orang yang berpiutang. Untuk itu diperlukan orang yang mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. Pemberi pinjaman hanya disyaratkan satu hal yakni cakap mendermakan harta, sebab akad utang-piutang mengandung unsur kesunahan. Sedangkan peminjam hanya disyaratkan cakap bermuamalah. Jadi hanya orang yang boleh bertransaksi saja yang akad utang-piutangnya dihukumi sah.
· Muqtaradh yaitu objek yang dihutang
Di samping adanya ijab qabul dan pihak-pihak yang melakukan utangpiutang, maka perjanjian utang-piutang itu dianggap terjadi apabila terdapat obyek yang menjadi tujuan diadakannya utang-piutang. Tegasnya harus ada barang yang akan diutangkan.
Barang yang dipinjamkan disyaratkan harus dapat diserah terimakan dan dapat dijadikan barang pesanan (muslam fih), yaitu berupa barang yang mempunyai nilai ekonomis dan karakteristiknya diketahui karena dengan jelas. Menurut pendapat shahih, barang yang tidak sah dalam akad pemesanan tidak boleh dipinjamkan. Jelasnya setiap barang yang tidak terukur atau jarang ditemukan karena untuk mengembalikan barang sejenis akan kesulitan.
· Shigat Akad yaitu ijab qabul
Suatu bentuk muamalah yang mengikat pihak-pihak lain yang terlibat di dalamnya, selanjutnya melahirkan kewajiban, diperlukan adanya perjanjian antara pihak-pihak itu. Perjanjian di dalam hukum Islam disebut dengan akad. Akad (perjanjian) dilakukan sebelum terlaksananya suatu perbuatan, dimana pihak yang satu berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan dan lainnya itu berhak atas apa yang dijanjikannya itu untuk menuntutnya bila tidak sesuai dengan perjanjian.
shigat merupakan tempat atau sarana agar akad dapat terjadi. shigat bisa berupa kertas dan pulpen kalau akadnya menggunakan tanda tangan, atau bisa juga meja.
2. syarat qard
· Kerelaan kedua pihak yang berakad
kedua belah pihak yang melakukan hutang piutang harus sama sama ikhlas. orang yang memberikan piutang harus ikhla barangnya di pinjamkan. dan orang yang berhutang harus ikhlas dan siap untuk mengembalikan barang yang dipinjamkannya tersebut.
· Dana yang dipinjamkan halal dan bermanfaat
sebagai prinsip syariah barang yang di pinjamkan harus barang yang halal dan bermanfaat. barang yang dipinjamkan tidak boleh merupakan barang yang diharamkan dalam islam seperti barang hasil curian atau barang yang bukan hak milik orang tersebut.
F. impelementasi qard dalam perbankan syariah
Pelaksanaan program al-qardh dan alqardhul hasan didasarkan pada fatwa DSN-MUI Nomor: 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-Qardh, Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
Satu-satunya akad berbentuk pinjaman yang diterapkan dalam perbankan syariah adalah Qardh dan turunannya Qardhul Hasan. Karena bunga dilarang dalam Islam, maka pinjaman Qardh maupun Qardhul Hasan merupakan pinjaman tanpa bunga. Lebih khusus lagi, pinjaman Qardhul Hasan merupakan pinjaman kebajikan yang tidak bersifat komersial, tetapi bersifat sosial. Pinjaman kebaikan, Al-Qardh digunakan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan sodaqoh. Ketentuan mengenai Qardhul Hasan telah diatur dalam Fatwa DSN No. 19/DSN-MUI/IX/2000.
Dalam melaksanakan fungsinya bank syariah melaksanakan transaksi yang sifatnya tolong menolong yaitu pinjaman Qardh atau Qardhul Hasan, yaitu pinjaman uang Cuma-Cuma. Sesuai karakteristik ekonomi syariah uang bukan komoditi sehingga tidak diperkenalkan uang menghasilkan atau bertambah uang. Pinjaman dengan akad ini dilakukan oleh Bank Syariah dalam transaksi yang bersifat tolong menolong, penyaluran Zakat Nasional (BAZNAZ), bisa juga untuk talangan Haji, talangan cerukan atau overdraf dari rekening wadiah, transaksi rahn, hawalah dan sejenisnya.
Daftar Pustaka
USAHA, YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MODAL, and A. H. M. A. D. SYAFI’AN. "TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK UTANG-PIUTANG."
Sukma, Febri Annisa, et al. "Konsep Dan Implementasi Akad Qardhul Hasan Pada Perbankan Syariah Dan Manfaatnya." Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah 3.2 (2019): 148-162.
Roni, Azhari. Tinjauan Hukum Islam Tentang Utang Piutang Tanpa Batas Waktu. Diss. UIN Raden Intan Lampung, 2020.
Saputra, Julfan, Sri Sudiarti, and Asmaul Husna. "Konsep Al-‘Ariyah, Al-Qardh dan Al-Hibah." Al-Sharf: Jurnal Ekonomi Islam 2.1 (2021): 19-34.
Hakim, Moh Syamsul. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Utang Piutang Budidaya Lele Di Desa Sampung Kecamatan Sampung Kabupaten Ponorogo. Diss. IAIN Ponorogo, 2020.
Rofi'ah, Tri Nadhirotur, and Nurul Fadila. "Utang Piutang Dalam Perspektif Ekonomi Islam." Ar-Ribhu: Jurnal Manajemen dan Keuangan Syariah 2.1 (2021): 96-106.
Fitria, Rahma. Praktik Utang Piutang di Kalangan Masyarakat Petani di Kemukiman Tungkop Kec. Darussalam Ditinjau menurut Hukum Islam (Studi Tentang Perubahan Akad Qardh Ke Jual Beli). Diss. UIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2017.