Pengamat: Masyarakat Cenderung tidak Suka Figur Tokoh yang Suka Menyerang Lawan

Alih-alih dapat simpatik, gaya ofensif kandidat justru bisa berdampak sebaliknya.

Republika/Thoudy Badai
Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto (tengah) bersama caprea nomor urut 3 Ganjar Pranowo (kiri) dan capres nomor urut 1 Anies Baswedan (kanan) saling menyanggah pendapat saat sesi debat perdana Calon Presiden di Halaman gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (12/12/2023). Debat capres perdana mengangkat tema Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, kerukunan masyarakat, dan pelayanan publik. Debat tersebut berlangsung selama 120 menit yang terdiri dari 6 segmen dan 18 pertanyaan yang dipandu oleh moderator Ardianto Wijaya dan Valerina Daniel.
Rep: Fauziah Mursid Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan tidak menyukai figur tokoh yang kerap menyerang pihak lawan dalam kontestasi Pilpres 2024. Hal ini tercermin dengan menurunnya elektabilitas Ganjar Pranowo yang ditengarai karena gaya ofensif menyerang Presiden Joko Widodo.

"Saya melihatnya ada sisi plus minusnya, plusnya mungkin ofensif harapannya ingin mendapatkan dukungan dari publik dari masyarakat dengan menyerang agresif lawan debat, tapi di saat yang sama masyarakat bertentangan tidak suka kepada figur tokoh yang menyerang pihak lawan. Misalkan kubu Ganjar yang suka menyerang Prabowo-Gibran yang suka menyerang Jokowi kan elektabilitasnya juga menurun," ujar Ujang dalam keterangannya, Kamis (14/12/2023).

Ujang pun menilai perlunya kandidat menampikan gaya menyerang dengan cara-cara elegan. Begitu juga yang ditampilkan para kandidat saat debat capres 2024. "Ada kejadian di mana-mana dalam konteks menyerang itu ya harus dilakukan dengan cara-cara elegan," ujarnya.

Sebab menurut Ujang, alih-alih mendapat simpatik dari masyarakat, gaya ofensif para kandidat justru bisa berdampak sebaliknya. Pernyataan Ujang ini berkaitan dengan gaya yang ditunjukkan Anies Baswedan pada Debat Capres perdana Selasa (12/12/2023) kemarin.

"Memang ada plus minusnya dalam konteks Anies agresif dan ofensif bertanya dan menyerang kubu yang lain begitu. Harapannya memang bisa jadi ingin menghajar lawan, menyekak lawan tapi yang terjadi bisa jadi adalah kebalikannya. Bisa jadi masyarakat tidak simpati, bisa jadi masyarakat tidak senang gitu ya," katanya.

Namun demikian, kepastian terkait dampak gaya menyerang yang ditunjukkan Anies terhadap elektabilitasnya baru dapat diketahui setelah debat.

"Lihat saja nanti penilaian masyarakat itu akan terlihat ketika hasil survei pasca debat. Kita liat akan lihat hasilnya perolehan elektabilitas kandidat capres itu berapa. Jadi kalau gaya ofensif itu bagus makanya Anies akan naik elektabilitasnya tapi kalau gaya ofensif itu tidak bagus tidak disukai oleh masyarakat yang berada di ketimuran maka justru yang akan naik ya kandidat lain artinya Prabowo Gibran maupun Ganjar Mahfud," ujarnya.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler