Transisi ke Energi Listrik, Dorong Upaya Wisata Berkelanjutan di Green Canyon Pangandaran
PLN memberikan bantuan untuk penerapan konsep green tourism di Green Canyon.
REPUBLIKA.CO.ID, PANGANDARAN — Puluhan perahu bersandar di Dermaga 1 Green Canyon, yang berada di wilayah Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Kamis (14/12/2023) siang. Perahu itu ditujukan untuk wisatawan menikmati keindahan alam di aliran Sungai Cijulang, menembus gua dengan stalaktit dan stalagmit, serta tetesan air “hujan abadinya”.
Sudah puluhan tahun kawasan yang dinamai Cukang Taneuh oleh masyarakat setempat itu menjadi destinasi wisata. Aktivitas menyusuri aliran sungai menggunakan perahu atau body rafting menjadi yang paling populer di kawasan wisata Green Canyon itu.
Agus Gunawan (51 tahun) merupakan salah satu saksi berkembangnya Green Canyon menjadi objek wisata yang dikenal masyarakat luas. Sudah lebih dari 20 tahun lelaki asli Kabupaten Pangandaran itu menjadi pengemudi perahu yang biasa mengantarkan wisatawan menyusuri Green Canyon. “Dari mulai perahu masih didayung. Penumpang juga masih nyari sendiri,” kata dia kepada Republika, Kamis.
Kini pengelolaan objek wisata Green Canyon lebih tertata dengan baik. Apalagi, sudah ada Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di sana. Naik-turunnya wisatawan yang menggunakan perahu dipusatkan di Dermaga 1 Green Canyon. Pembagian wisatawan juga lebih terkoordinasi dengan pengaturan yang dilakukan Pokdarwis Cukang Taneuh-Green Canyon. Alhasil, para pengemudi perahu tak perlu mencari wisatawan sendiri.
Agus mengatakan, wisata Green Canyon ini terus berkembang. Dari sisi perahu, misalnya. Semula perahu wisata digerakkan menggunakan dayung. Kini seluruhnya memakai mesin. Belakangan, para pengemudi mulai melakukan uji coba mesin perahu bertenaga listrik. “Memang mau tidak mau harus ikut zaman. Kalau tidak, ya ketinggalan,” kata Agus.
Diproyeksikan jadi green tourism
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pangandaran melakukan penandatanganan kesepakatan bersama dan perjanjian kerja sama dengan PT PLN (Persero) Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Tasikmalaya untuk menjadikan Green Canyon sebagai objek wisata dengan konsep green tourism. Penandatangan itu dilakukan Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata dan General Manager PT PLN Unit Induk Distribusi Jawa Barat (Jabar) Susiana Mutia pada Senin (11/12/2023).
Susiana menjelaskan, kerja sama itu diinisiasi sejak beberapa bulan ke belakang, sebagaimana upaya PLN untuk mendorong sektor pariwisata mendukung transisi energi menuju net zero emission pada 2060. Green Canyon menjadi salah satu objek wisata yang menjadi sasaran untuk dikembangkan dengan konsep green tourism setelah beberapa destinasi lain, seperti Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dan kawasan wisata Candi Borobudur.
“Kita lihat Green Canyon itu luar biasa. Kami berdiskusi supaya bisa naik kelas, dari semula mesin konvensional menggunakan bahan bakar, kita ubah menjadi perahu listrik,” kata Susiana.
Penggunaan perahu mesin listrik di kawasan wisata Green Canyon rencananya dilakukan secara bertahap mulai akhir Desember 2023. Pada tahap awal, akan ada sebanyak 40 unit perahu wisata di Green Canyon menggunakan mesin listrik. Tahap selanjutnya, rencananya total 80 perahu wisata yang diberikan bantuan mesin listrik.
Menurut Susiana, biaya operasional mesin listrik untuk perahu wisata ini akan lebih irit dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Komparasinya disebut sekitar satu berbanding lima. “Sangat hemat, jadi murah sekali. Ini juga menambah pemasukan bagus buat yang mengoperasikan perahu,” kata dia.
Guna menerapkan konsep green tourism, PLN juga mendorong konversi penggunaan kompor gas menjadi kompor induksi dan ketel listrik untuk 41 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di kawasan objek wisata Green Canyon. Penggunaan kompor induksi dan ketel listrik itu juga dinilai lebih ekonomis dibandingkan dengan yang menggunakan bahan bakar gas.
Tak hanya itu. PLN memasang panel surya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap 5,5 kWp (kilowatt peak), memasang Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) untuk pengisian data baterai mesin perahu listrik, serta fasilitas pengisian daya untuk kompor listrik.
PLN pun memfasilitasi pelatihan untuk para pengemudi perahu dan anak buah kapal (ABK) agar bisa menjadi pemandu wisata, memberikan seragam kepada mereka, serta melakukan penataan di dermaga Green Canyon.
Susiana mengatakan, berbagai fasilitas itu akan diserahterimakan kepada Pemkab Pangandaran. Tugas Pemkab Pangandaran selanjutnya adalah memastikan program itu berjalan secara berkelanjutan. Artinya, masyarakat dan semua pihak terkait diharapkan dapat melanjutkan program itu untuk keberlanjutan lingkungan dan pariwisata.
“Adapun pemeliharaan khusus, seperti PLTS atap itu khusus, bagaimana memelihara perahu motor, akan kami guiding dulu sampai dua tahun ke depan. Baru setelah itu oleh Pak Bupati (Pemkab Pangandaran),” ujar Susiana.
Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata mengaku sangat mengapresiasi program yang dikembangkan PLN di daerahnya. Program tersebut dapat membantu mewujudkan sektor pariwisata yang berkelanjutan di Kabupaten Pangandaran. “Kawasan wisata Green Canyon kan kecil, sehingga kalau tidak diperhatikan, daya dukung alamnya makin berkurang. Untuk pakai BBM terus-terusan, alam mereduksinya terbatas,” kata dia.
Karena itu, konsep pengembangan yang diinisiasi PLN dinilai akan berdampak positif bagi keberlanjutan di Green Canyon. Apalagi, penggunaan mesin listrik untuk perahu wisata juga dapat memberikan dampak ekonomi bagi para pelaku perahu wisata di objek wisata alam itu.
“Kalau sekarang mesin perahu seminggu habis 10 liter, dengan listrik akan lebih hemat dari sisi uang. Dari sisi efek, emisi itu tidak akan terakumulasi oleh alam. Kami sambut baik dan sangat senang,” ujar Jeje.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Pangandaran Tonton Guntari mengatakan, peralihan penggunaan mesin konvensional ke mesin listrik untuk perahu wisata di Green Canyon akan dilakukan secara bertahap. Meski penggunaan mesin listrik dinilai lebih ekonomis, kata dia, dibutuhkan waktu untuk proses adaptasi. “Kebiasaan mereka juga kan harus diubah dulu,” kata dia.
Namun, Tonton meyakini transisi energi itu akan membawa dampak positif untuk industri pariwisata di Kabupaten Pangandaran, terutama di Green Canyon. Pihaknya juga akan terus melakukan pembinaan kepada para pelaku usaha di objek wisata itu. “Kami akan terus latih, terutama agar pemandu itu juga bisa menjelaskan tentang Green Canyon kepada wisatawan yang datang,” kata dia.
Disambut positif
Salah satu pengemudi perahu wisata di Green Canyon, Agus Gunawan, mengaku sudah melakukan uji coba mesin listrik. Menurut dia, ada sejumlah kelebihan dari penggunaan mesin listrik, antara lain suaranya tidak bising seperti mesin konvensional. “Jadi, kami bisa komunikasi di perahu dengan pengunjung,” ujar dia.
Agus mengatakan, penggunaan mesin listrik juga membuat perahu bisa atret atau bergerak mundur. Hal itu disebut tidak bisa dilakukan dengan mesin konvensional, sehingga untuk mundur anak buah kapal (ABK) harus mendorong menggunakan dayung. Karena itu, penggunaan mesin listrik disebut dapat memudahkan manuver perahu saat membawa wisatawan menyusuri sungai.
“Soalnya di atas itu lebih sempit. Ketika kunjungan ramai, perahu di atas penuh. Kalau mau balik, susah kalau tidak mundur,” kata Agus.
Selain itu, penggunaan mesin listrik juga bisa mendorong efisiensi biaya operasional perahu. Biaya untuk mengisi daya baterai mesin disebut jauh lebih murah dibandingkan menggunakan BBM. “Kalau pakai bensin (Pertalite) itu satu liter satu perjalanan. Kalau pakai listrik, baterai untuk satu kali perjalanan hanya bayar biaya charge Rp 2.500,” kata dia.
Ketua Pokdarwis Cukang Taneuh-Green Canyon, Iyus Rahman, mengatakan, program transisi untuk menggunakan tenaga listrik itu dapat membantu pelaku usaha dan pengembangan wisata di Green Canyon. Meski baru uji coba, sudah dirasakan manfaatnya.
Iyus mencontohkan, penggunaan mesin listrik dapat menjadi solusi masalah polusi dan emisi di kawasan wisata. Misalnya, masalah BBM yang terkadang tumpah ke aliran sungai. Selain itu, masalah suara bising mesin konvensional. Dengan mesin listrik, kata dia, tak ada lagi suara bising mesin, sehingga wisatawan pun bisa merasa lebih nyaman.
Penggunaan mesin listrik juga dapat memangkas biaya produksi. Pasal, biaya untuk mengisi daya baterai jauh lebih murah dibanding membeli BBM. “Operasional di lokasi itu juga lumayan gesit. Manuvernya gampang,” kata Iyus.
Dampak positif juga disebut dirasakan pelaku UMKM yang sudah beralih menggunakan kompor dan ketel listrik. Saat ini, sudah ada sekitar lima pelaku UMKM di Dermaga 2 Green Canyon yang mendapat bantuan kompor dan ketel listrik. “Kalau dihitung secara ekonomi, tentu lebih hemat pakai kompor listrik,” kata Iyus.
Menurut Iyus, bantuan kompor dan ketel listrik itu baru diberikan kepada para pelaku UMKM di Dermaga 2 Green Canyon. Sementara para pelaku UMKM di Dermaga 1 Green Canyon akan diberikan pada tahap selanjutnya.
Iyus menyebut penerapan konsep green tourism yang didukung PLN ini bersinggungan dengan upaya konservasi di Green Canyon. Sebagai pengelola, ia pun ingin aktivitas pariwisata dapat berjalan beriringan dengan kelestarian alam. “Konsep ini menjadi salah satu mitigasi untuk meminimalisasi dampak dari aktivitas pariwisata di Green Canyon, agar wisata di sini tetap berkelanjutan,” kata dia.
Terus dievaluasi
Menurut Iyus, uji coba penggunaan mesin listrik untuk perahu wisata masih terus dievaluasi. Pasalnya, hingga saat ini daya dan kekuatan mesin listrik itu dinilai belum optimal. “Perkembangan (evaluasinya) lumayan dari mulai awal sampai sekarang. Mereka merespons masukan kami terkait spesifikasi mesin,” kata dia.
Iyus menjelaskan, awalnya bobot baterai untuk mesin listrik itu terbilang berat, total mencapai 180 kilogram. Saat ini, bobot baterai yang digunakan jauh lebih kecil, menjadi sekitar delapan kilogram.
Para pengemudi perahu di Green Canyon juga masih menunggu desain final dari mesin dan baterai yang akan digunakan. Pasalnya, masih ada sejumlah masukan dari para pengemudi terkait spesifikasi mesin dan baterai.
Iyus mengatakan, saat ini para pengemudi perahu wisata masih dalam proses adaptasi untuk menggunakan mesin listrik. “Namun, secara umum para ABK menerima. Apalagi ini untuk mempermudah juga. Dari segi biaya juga lebih hemat," kata dia.
Sementara itu, Agus, sebagai pengemudi perahu, menilai, daya tahan baterai mesin listrik dalam uji coba terakhir masih kurang. Ia mencontohkan, daya satu baterai masih kurang untuk satu kali perjalanan perahu. Alhasil, pengemudi perahu harus membawa baterai cadangan lantaran khawatir habis di tengah perjalanan.
Menurut dia, idealnya satu baterai itu bisa untuk digunakan sampai tiga kali perjalanan. “Jadi, kami juga tak selalu mengisi daya baterai setiap kali melayani perjalanan,” ujar Agus.
Selain itu, kekuatan dorongan mesin listrik juga dinilai masih di bawah mesin konvensional. Ketika air tenang, kekuatan mesin dinilai masih mencukupi. Namun, saat air debit air tinggi, perahu dengan mesin listrik disebut tak bisa mencapai ke wilayah atas sungai dekat gua.
“Saya pernah air tinggi 40 sentimeter, mesin bisa naik, tapi ada bantuan air pasang. Kalau mesin biasa, ketinggian air 60 sentimeter masih bisa naik sampai ke bawah gua,” kata Agus.
Agus menilai, secara umum rekan-rekannya yang lain menyambut dengan baik kehadiran mesin listrik itu. Apalagi, PLN juga terus melakukan perbaikan spesifikasi baterai dan mesin. “Semula kan butuh baterai sampai enam buah, yang masing-masing beratnya 30 kilogram. Sekarang baterai lebih kecil. Banyak yang respons positif,” ujar dia.