Puluhan Juta Orang di Dunia Idap Sindrom Kelelahan Kronis, Apa Itu?
Penderita ME/CFS bisa merasa seperti kurang tidur meski sudah tidur semalaman.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut studi dalam BMJ Open, sekitar 0,4-2,5 persen orang di dunia mengalami sindrom kelelahan kronis. Artinya, ada sekitar 32-200 juta dari delapan miliar penduduk bumi yang bergelut dengan kondisi ini.
Laporan terbaru dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) juga menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita sindrom kelelahan kronis yang signifikan di Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, para ilmuwan memprediksi bahwa ada sekitar 836.000-2.500.000 warga AS yang hidup dengan sindrom kelelahan kronis. Namun menurut laporan CDC terbaru, ada sekitar 3,3 juta warga AS yang mengidap sindrom kelelahan kronis pada 2021-2022.
"Ini pertama kalinya kita memiliki laporan nasional. Kita tahu, para pasien (sindrom kelelahan kronis) jarang terdiagnosis," Elizabeth Unger MD PhD dari CDC, seperti dilansir VeryWell pada Jumat (15/12/23).
Sindrom kelelahan kronis atau chronic fatigue syndrome (CFS) dikenal juga dengan istilah Myalgic Encephalomyelitis (ME). Oleh karena itu, kondisi sindrom kelelahan kronis sering kali disebut sebagai ME/CFS.
Penderita ME/CFS bisa merasa seperti kurang tidur meski sudah tidur semalaman. Penderita ME/CFS juga bisa merasakan kelelahan hebat yang membuat mereka kesulitan untuk melakukan hal-hal yang sederhana. Untuk sekedar mandi misalnya, penderita ME/CFS harus mengompensasi rasa lelah yang mereka rasakan dengan tidur siang.
Selain merasakan kelelahan yang sangat melemahkan diri, ME/CFS juga dapat memunculkan sejumlah keluhan lain. Sebagian di antaranya adalah sakit kepala dan merasa pusing atau seperti akan pingsan bila berdiri.
Gejala lain yang juga sering dirasakan penderita ME/CFS adalah kesulitan berpikir dan berkonsentrasi atau brain fog. Tak jarang, penderita ME/CFS akan merasakan nyeri otot dan/atau nyeri sendi.
Di sisi lain, banyak orang yang masih tidak memahami bahwa penderita ME/CFS dapat merasa kelelahan meski sudah cukup tidur. Kondisi ini mengakibatkan penderita ME/CFS sering kali merasa sendirian dan terisolasi.
Beragam gejala dapat....
Beragam gejala ini dapat membuat aktivitas penderita ME/CFS menjadi sangat terhambat. Mereka mungkin akan kesulitan untuk pergi berbelanja, bekerja, atau bahkan mengurus diri sendiri dan juga anak.
"Gangguan-gangguan ini mempengaruhi dan menyebabkan keterbatasan dalam keseharian mereka selama lebih dari enam bulan," jelas //associate professor// dari Johns Hopkins, Alba Azola MD.
Kondisi ME/CFS pada dasarnya bisa mengenai siapa saja. Namun, ada beberapa kelompok yang dinilai lebih rentan untuk terkena ME/CFS. Berikut ini adalah kelompok yang lebih berisiko terkena ME/CFS menurut CDC:
- Wanita
- Usia, dengan persentase kasus ME/CFS paling tinggi pada rentang usia 60-69 tahun dan kedua tertinggi pada rentang usia 50-59 tahun
- Orang berkulit putih dan orang berkulit hitam non hispanik
- Individu yang tinggal di area terpencil
Hingga saat ini, penyebab pasti dari ME/CFS belum diketahui. Namun menurut National Health Service (NHS), ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam kemunculan ME/CFS. Salah satu di antara faktor tersebut adalah infeksi virus.
Oleh karena itu, kemunculan gejala yang mirip seperti ME/CFS pada pasien long Covid tidak mengejutkan. Seperti diketahui, Covid-19 disebabkan oleh infeksi virus yaitu SARS-CoV-2.
Menurut profesor dari Johns Hopkins University School of Medicine, Peter Rowe MD, kasus ME/CFS umumnya muncul pada sebagian pasien setelah mereka terkena Covid-19. Kabar baiknya, keluhan ME/CFS yang muncul setelah Covid-19 bisa membaik dengan pengobatan.
Terapi Pengobatan
Secara umum, terapi pengobatan untuk ME/CFS cukup sulit. Alasannya, belum ada obat yang dikembangkan secara khusus untuk mengatasi ME/CFS.
Meski begitu, ada sejumlah opsi terapi yang bisa membantu meringankan keluhan ME/CFS. Dengan terapi-terapi ini, penderita ME/CFS bisa menjalani aktivitas seperti biasa tanpa terhambat oleh rasa lelah.
Terutama terapi yang....
"Terutama terapi yang menarget intoleransi ortostatik pasien dan terapi yang memperbaiki kemampuan mereka dalam menoleransi posisi berdiri," terang Azola.
Untuk keluhan nyeri otot dan sendi, dokter bisa merekomendasikan penderita ME/CFS untuk menggunakan obat pereda nyeri yang dijual bebas. Beberapa contoh obat tersebut adalah asetaminofen, aspirin, dan ibuprofen. Peregangan ringan, terapi air, dan akupuntur juga dapat membantu meredakan keluhan nyeri pada otot dan sendi.
Bila kondisi ME/CFS sudah mempengaruhi kesehatan mental, dokter juga dapat meresepkan obat-obatan lain. Sebagai contoh, obat antidepresan untuk penderita ME/CFS yang mengalami depresi atau obat antikecemasan untuk penderita ME/CFS yang mengalami gangguan kecemasan.
"Kami benar-benar berpikir bahwa (ME/CFS) ini merupakan penyakit yang terabaikan. Orang-orang perlu lebih memahami kondisi ini," ujar Unger.