Menlu Prancis: Kekerasan Pemukim Yahudi Bahayakan Solusi Politik Palestina-Israel
Presiden Komisi Eropa mendukung sanksi terhadap pemukim ekstremis Israel.
REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Menteri Luar Negeri Prancis, Catherine Colonna, mengecam meningkatnya aksi kekerasan pemukim Yahudi ekstremis terhadap warga Palestina di Tepi Barat. Hal itu disampaikan ketika dia mengunjungi desa Al-Mazraa Al-Gharbiyya, dekat Ramallah, Ahad (17/12/2023).
“Ini (kekerasan pemukim Yahudi) adalah tindakan berbahaya yang melemahkan kemungkinan mencapai solusi politik, dan mereka bisa mendorong perkembangan baru dan menggoyahkan Tepi Barat, dan masalah ini bukan kepentingan Israel," ujar Colonna, dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA.
Pekan lalu, negara-negara Barat, termasuk Uni Eropa, mendesak Israel mengambil tindakan untuk menghentikan aksi kekerasan pemukim Yahudi ekstremis terhadap warga Palestina di Tepi Barat. Kasus kekerasan pemukim Yahudi melonjak sejak dimulainya perang antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza.
Pernyataan bersama berisi desakan terhadap Israel dirilis oleh Kementerian Luar Negeri Prancis pada Jumat (15/12/2023). Selain Prancis, negara Barat lainnya yang ikut menyusun pernyataan bersama itu adalah Australia, Kanada, Inggris, termasuk Uni Eropa. Namun, Jerman dan Amerika Serikat (AS) tidak tergabung di dalamnya.
Dalam pernyataan, negara-negara tersebut menyoroti jumlah kasus serangan pemukim Yahudi ekstremis terhadap warga Palestina di Tepi Barat sejak awal Oktober lalu. Serangan tersebut telah menewaskan setidaknya delapan orang dan melukai 83 lainnya.
Sebagai kekuatan pendudukan...
“Sebagai kekuatan pendudukan, Israel harus melindungi warga sipil Palestina di Tepi Barat,” kata negara-negara tersebut, dikutip laman Al Arabiya.
Selain itu, mereka turut menegaskan permukiman yang dibangun Israel di wilayah pendudukan Palestina ilegal menurut hukum internasional. Sesaat sebelum pernyataan bersama tersebut dirilis, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mendukung penerapan sanksi terhadap pemukim ekstremis Israel. Kendati demikian, tidak semua dari 27 negara anggota Uni Eropa menyetujui hal itu.
Sebelumnya, AS pun menyoroti melonjaknya kasus kekerasan pemukim Yahudi ekstremis terhadap warga Palestina di Tepi Barat. Sebagai respons, Washington memilih langkah larangan visa untuk menghukum mereka yang terlibat aksi kekerasan di Tepi Barat.
“Hari ini, Departemen Luar Negeri sedang menerapkan kebijakan pembatasan visa baru yang menargetkan individu-individu yang diyakini terlibat dalam merusak perdamaian, keamanan, atau stabilitas di Tepi Barat,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam sebuah pernyataan, 5 Desember 2023.