Puluhan Ribu Spesies Hewan Terancam Punah Akibat Perubahan Iklim

Perubahan iklim memperburuk krisis keanekaragaman hayati di bumi.

Antara/Didik Suhartono
Lebih dari 44.000 spesies hewan terancam punah akibat perubahan iklim.
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perubahan iklim memperburuk krisis keanekaragaman hayati di planet ini membuat lingkungan menjadi lebih mematikan bagi ribuan spesies dan mempercepat penurunan drastis jumlah tanaman dan hewan di Bumi. Hal ini diungkap oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN), sebuah organisasi internasional yang melacak kesehatan spesies.

Baca Juga


Spesies salmon dan penyu termasuk di antara spesies yang mengalami penurunan seiring dengan memanasnya bumi. Ikan salmon Atlantik belum terancam punah, namun menurut IUCN, populasinya turun hampir seperempat dari tahun 2006 hingga 2020.

Kini, satwa ini dianggap hampir terancam punah. Mereka hidup di tempat yang lebih sedikit dan menghadapi bahaya yang diciptakan manusia seperti bendungan dan polusi air. Perubahan iklim membuat ikan-ikan tersebut semakin sulit mencari makanan dan lebih mudah bagi spesies asing untuk berkompetisi, menurut kelompok tersebut. Meski begitu, ada beberapa tanda harapan jumlah mereka meningkat di Maine pada tahun lalu.

Laporan ini diumumkan pada konferensi iklim PBB di Uni Emirat Arab pada Senin. Para pemimpin IUCN memperbarui Red List spesies yang terancam punah, dan sebagian besar keadaannya kian memburuk. Daftar tersebut mencakup informasi mengenai 157 ribu spesies, sekitar 7 ribu lebih banyak dari pembaruan tahun lalu.

IUCN mengatakan bahwa lebih dari 44 ribu spesies terancam punah. Jumlah tersebut sekitar 2.000 lebih banyak dari tahun lalu.

"Spesies di seluruh dunia berada di bawah tekanan besar. Jadi, ke mana pun Anda melihat, jumlah spesies yang terancam punah terus meningkat," kata kepala unit Red List di IUCN, Craig Hilton-Taylor, seperti dilansir ABC, Senin (18/12/2023).

Perubahan iklim memperburuk kondisi sekitar 6.700 spesies yang terancam punah. Misalnya, penyu hijau Pasifik Selatan Tengah dan Pasifik Timur memiliki risiko yang lebih besar karena perubahan iklim. Lebih sedikit penyu yang menetas karena air laut yang lebih tinggi menggenangi sarang. Perairan yang menghangat juga dapat membahayakan pasokan makanannya.

Pembaruan ini mencakup penilaian pertama yang fokus pada kesehatan spesies ikan air tawar. Seperempat spesies - lebih dari 3.000 spesies - menghadapi risiko kepunahan. Sebagai contoh, karena perubahan iklim meningkatkan permukaan air laut, air asin mengalir lebih jauh ke sungai-sungai. Dan spesies-spesies ini sudah menghadapi ancaman yang luar biasa dari polusi dan penangkapan ikan yang berlebihan, menurut IUCN.

Katak, salamander, dan amfibi lainnya adalah yang paling menderita. Sekitar 41 persen dari spesies ini terancam punah. "Mereka adalah tawanan iklim karena suhu yang lebih panas. Amfibi tidak dapat keluar dari bahaya dan secara langsung terkena dampak perubahan iklim," kata Vivek Menon, wakil ketua komisi kelangsungan hidup spesies IUCN.

Namun demikian, ada sedikit kabar baik. Dua spesies antelop mengalami kondisi yang lebih baik, meskipun mereka masih harus menempuh jalan panjang sebelum kelangsungan hidup jangka panjang mereka stabil. Sebagai contoh, oryx bertanduk pedang, sebelumnya dikategorikan punah di alam liar setelah menghadapi banyak ancaman mulai dari perburuan liar, kekeringan, dan kecelakaan mobil, semuanya berperan dalam melenyapkan sebagian besar spesies ini pada pergantian abad. Namun, upaya baru-baru ini untuk memperkenalkan kembali spesies ini di Chad tampaknya berhasil, dan setidaknya ada 140 ekor oryx dewasa saat ini.

Direktur Jenderal IUCN, Grethel Aguilar, mengatakan bahwa manusia perlu bertindak untuk melindungi keanekaragaman hayati dan jika konservasi dilakukan dengan benar, maka akan berhasil. Untuk memerangi ancaman yang ditimbulkan oleh perubahan iklim, ia mengatakan bahwa bahan bakar fosil harus dihapuskan.

"Alam ada di sini untuk membantu kita, jadi mari kita bantu alam," tegas Aguilar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler