Bey Akui Pemprov Masih Lemah Awasi Truk Tambang di Parung Panjang
Pj Gubernur Bey mengakui Pemprov masih lemah awasi truk tambang di Parung Panjang.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) belum bisa menertibkan truk muatan tambang nakal di wilayah Parung Panjang, Bogor. Menurut Pj Gubernur, Bey Machmudin mengaku pengawasan di lapangan masih menjadi kelemahan dalam penertiban.
"Parung Panjang ini, kami masih melakukan rapat terus, tapi sudah ada masalahnya di mana. Jadi, pertama, di masalah kedisiplinan petugas. Jadi harusnya disepakati jam 22 sampai 5 kadang di luar aturan itu," ujar Bey, Rabu (20/12/2023).
Selain itu, kata Bey, ada beberapa persoalan lain yang turut menjadi kendala dalam hal penegakan truk tambang di jalur Parung Panjang. Salah satunya, banyak truk yang parkir sembarangan sepanjang jalan.
"Harus ada kantung parkir, Penerangan Jalan Umum (PJU) termasuk pengemudi truk harus sesuai dengan umurnya, sesuai dengan kemampuannya dan ada beberapa kami masih merapatkan. Terutama dengan Provinsi Banten," paparnya.
Bey mengatakan, pemerintah daerah seharusnya turut melakukan kesepakatan bersama dengan para pengelola tambang yang truknya melewati Jalan Parung Panjang. Jadi, keputusan itu seharusnya sudah bisa diterapkan pada pekan ini.
"Jadi harusnya minggu ini atau paling lambat minggu depan harus sudah ada keputusan yang jelas dan disepakati bersama. Baik oleh transporter truk dan pemilik IUP tambang oleh Pemerintah Kabupaten Bogor," paparnya.
Provinsi Jawa Barat sendiri, kata dia, tergolong kalah dalam hal penertiban jalur tambang dibanding provinsi lain. Seperti di Banten, saat ini penertiban dan penataan jalur tambang sudah lebih disiplin.
"Di Kabupaten Tangsel, Tangerang itu sudah disiplin untuk penerapan aturan. Provinsi Jawa Barat yang belum. Kita akan bentuk tim satgas, termasuk saber pungli di situ," katanya.
Menurut Bey, jika ada truk tambang yang membawa muatan tidak sesuai dengan aturan yang ada. Maka akan diberikan sanksi yang tegas.
"Kalau ada pelanggaran (dicabut izin) karena kami minta kapasitas harus sesuai dengan yang dibolehkan. Ada sekitar 200, kebayang kalau overcapacity. Merusak jalan," katanya.