Erupsi Gunung Anak Krakatau Empat Hari Terakhir Senyap

Erupsi terakhir terjadi pada akhir pekan lalu

Dok.Magma Indonesia
Tangkapan CCTV Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi lima kali pada Senin (4/12/2023).
Rep: Mursalind Yaslan Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Aktivitas erupsi (letusan) Gunung Anak Krakatau (GAK) di perairan Selat Sunda perbatasan Lampung dan Banten dalam empat hari terakhir senyap. Letusan terakhir sebanyak tiga kali terjadi pada Sabtu (16/12/2023).

Baca Juga


Berdasarkan data Magma Indonesia Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) ESDM, Rabu (20/12/2023), tidak terdapat erupsi pada GAK selama empat hari terakhir sejak Ahad (17/12/2023). 

Namun, PVMBG masih memberikan GAK status Level III atau Siaga, dan juga melarang pengunjung mendekati kawah aktif GAK dalam radius 5 km.

Menurut Kepala Pos Pemantau GAK di Desa Hargo Pancuran, Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan Andi Suardi, erupsi GAK terakhir terjadi tiga kali pada Sabtu pekan lalu dengan ketinggian maksimal kolom abu vulkanis mencapai 1.000 meter.

“Erupsi terakhir terjadi Sabtu lalu tiga kali. Empat hari terakhir tidak terdata erupsi,” kata Andi Suardi.

Dia mengatakan, meski aktivitas erupsi GAK menurun dalam sepekan terakhir, namun kepada warga setempat dan pengunjung tetap waspada karena status GAK masih belum diturunkan dari Siaga (Level III) menjadi Waspada (Level II).

Kepada nelayan dan wisatawan khususnya, kata dia, tetap dilarang mendekati kawasan GAK dalam radius 5 km. Hal ini untuk menjaga kemungkinan GAK kembali erupsi dengan mengeluarkan lava pijar dan juga abu vulkanis yang dapat merusak kesehatan.

Sementara berdasarkan keterangan warga di Pulau Sebesi, ‘hujan’ abu vulkanis GAK mulai mereda. Sebelumnya, warga yang mendiami pulau terdekat dengan GAK tersebut mengalami mata perih dan sesak napas saat beraktivitas di luar rumah.

Baca juga: Ditanya Kristen Mengapa tak Lakukan Pembantaian di Yerusalem, Ini Jawaban Salahuddin

Sedangkan rumah-rumah warga di Pulau Sebesi selama erupsi terjadi penuh dengan kotoran debu abu vulkanis GAK. “Sekarang sudah berkurang. Kalau kemarin-kemarin, mata pedi dan sesak napas,” kata Helmi, warga Desa Regahan Lada, Pulau Sebesi.

Dia mengatakan, aktivitas warga yang rata-rata sebagai nelayan masih tetap melaut mencari ikan. Meski saat terjadi erupsi GAK sebelumnya, warga masih melaut mencari ikan di perairan Selat Sunda, namun tidak mendekati GAK.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler