Uni Eropa Sepakati Peraturan Baru Mengenai Imigrasi
Kedatangan migran di Uni Eropa sudah jauh menurun dibanding saat puncaknya pada 2025.
REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Uni Eropa mencapai kesepakatan mengenai peraturan baru yang dirancang untuk membagi biaya dan pekerjaan dalam menampung para migran secara lebih merata dan membatasi jumlah orang yang masuk.
Perwakilan Parlemen Eropa dan pemerintah Uni Eropa mencapai kesepakatan setelah melakukan pembicaraan sepanjang malam mengenai undang-undang kolektif Uni Eropa yang disebut Pakta Baru tentang Migrasi dan Suaka. Undang-undang ini akan mulai berlaku tahun depan.
Undang-undang tersebut mencakup penyaringan migran tidak resmi ketika mereka tiba di Uni Eropa, prosedur untuk menangani permohonan suaka, aturan untuk menentukan negara Uni Eropa mana yang bertanggung jawab untuk menangani permohonan tersebut dan cara-cara untuk menangani krisis.
Kedatangan migran di Uni Eropa sudah jauh menurun dibanding kansaat puncaknya pada 2015 yang mencapai lebih dari 1 juta orang. Tetapi terus merangkak naik dari titik terendah pada tahun 2020 menjadi 255 ribu pada tahun ini hingga November. Lebih dari separuhnya menyeberangi Mediterania dari Afrika, terutama ke Italia.
Menteri Dalam Negeri Italia Matteo Piantedosi menyebut pakta tersebut sebagai "kesuksesan besar" bagi Eropa dan Italia. Ia mengatakan dengan undang-undang ini negara-negara perbatasan Uni Eropa yang paling terpapar migrasi tidak akan lagi merasa sendirian.
Sebelumnya Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan kesepakatan ini melegakan negara-negara yang terkena dampaknya imigrasi termasuk Jerman.
Upaya-upaya sebelumnya untuk membagi tanggung jawab menampung para migran mengalami kegagalan. Karena anggota Uni Eropa khususnya di wilayah timur tidak mau menerima orang-orang yang tiba di Yunani, Italia dan negara-negara lain.
Dengan sistem yang baru, negara-negara yang tidak berada di perbatasan harus memilih antara menerima 30 ribu pemohon suaka atau membayar setidaknya 20 ribu euro atau 21.870 dolar AS per orang ke dana Uni Eropa. Sistem penyaringan diharapkan dapat membedakan antara mereka yang membutuhkan perlindungan internasional dan yang tidak.
Orang-orang yang permohonan suakanya memiliki peluang kecil untuk berhasil, seperti mereka yang berasal dari India, Tunisia, atau Turki dapat dicegah untuk memasuki Uni Eropa dan ditahan di perbatasan, seperti halnya orang-orang yang dianggap sebagai ancaman bagi keamanan. Pemrosesan aplikasi juga akan dipercepat.
Amnesty International mengatakan pakta ini akan membuat hukum suaka Uni Eropa mundur beberapa dekade dan menyebabkan penderitaan yang lebih besar bagi orang-orang yang mencari suaka dan merupakan sistem yang dirancang untuk mempersulit orang untuk mengakses keamanan.
"Pakta ini hampir pasti akan menyebabkan lebih banyak orang dimasukkan ke dalam penahanan de facto di perbatasan Uni Eropa, termasuk keluarga dengan anak-anak dan orang-orang yang berada dalam situasi yang rentan," katanya dilansir the Associated Press.