Perubahan Iklim akan Berdampak Pada Kesehatan Manusia, Pakar Imbau Segera Ditangani

Dunia kian menyorot pemanasan global yang berdampak pada kesehatan manusia.

www.freepik.com
Pemanasan global harus dibatasi pada target Perjanjian Paris sebesar 1,5 derajat Celcius untuk menghindari dampak kesehatan yang dahsyat pada manusia.
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pakar telah menyoroti semakin mendesaknya dunia untuk menghadapi pemanasan global yang berdampak pada kesehatan manusia. Keprihatinan ini telah mendorong ditetapkannya hari khusus untuk membahas masalah ini pada pembicaraan iklim PBB yang akan datang.

Baca Juga


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengidentifikasi perubahan iklim sebagai ancaman kesehatan yang paling utama bagi umat manusia, dengan alasan seperti panas yang ekstrem, polusi udara dan meningkatnya prevalensi penyakit menular yang mematikan.

“Pemanasan global harus dibatasi pada target Perjanjian Paris sebesar 1,5 derajat Celcius untuk menghindari dampak kesehatan yang dahsyat dan mencegah jutaan kematian akibat perubahan iklim," demikian pernyataan WHO.

Namun, di bawah rencana pengurangan karbon saat ini, PBB memperkirakan dunia berada di jalur yang tepat untuk menghangatkan hingga 2,9 derajat Celcius pada abad ini. Meskipun tidak ada yang benar-benar aman dari dampak perubahan iklim, para ahli memperkirakan bahwa mereka yang paling berisiko adalah anak-anak, perempuan, migran, dan masyarakat di negara kurang berkembang yang paling sedikit menghasilkan gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan bumi.

Dilansir Daily Sabah, Selasa (26/12/2023), berikut beberapa dampak dari perubahan iklim terhadap kesehatan manusia yang menurut para ahli harus segera ditangani.

1. Panas yang ekstrem

Tahun 2023 telah dinyatakan sebagai tahun terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah. Dan seiring dengan semakin hangatnya dunia, gelombang panas yang lebih sering dan intens diperkirakan akan terjadi. Panas diyakini telah menyebabkan lebih dari 70 ribu kematian di Eropa selama musim panas tahun lalu.

Menurut laporan Lancet, orang-orang di seluruh dunia terpapar pada rata-rata 86 hari suhu yang mengancam jiwa tahun lalu. Jumlah orang berusia di atas 65 tahun yang meninggal akibat panas meningkat 85 persen dari tahun 1991-2000 menjadi 2013-2022, tambah laporan tersebut.

Adapun pada tahun 2050, lebih dari lima kali lebih banyak orang akan meninggal akibat panas setiap tahunnya di bawah skenario pemanasan 2 derajat Celcius, demikian proyeksi Lancet Countdown.

Lebih banyak kekeringan juga akan mendorong meningkatnya kelaparan. Dalam skenario kenaikan suhu 2 derajat Celcius pada akhir abad ini, 520 juta orang akan mengalami kerawanan pangan tingkat sedang atau berat pada tahun 2050. Sementara itu, peristiwa cuaca ekstrem lainnya seperti badai, banjir, dan kebakaran akan terus mengancam kesehatan masyarakat di seluruh dunia.

 

2. Polusi udara

Hampir 99 persen populasi dunia menghirup udara yang melebihi pedoman WHO untuk polusi udara. Polusi udara luar ruangan yang disebabkan oleh emisi bahan bakar fosil membunuh lebih dari empat juta orang setiap tahun, menurut WHO.

Polusi ini meningkatkan risiko penyakit pernapasan, stroke, penyakit jantung, kanker paru-paru, diabetes, dan masalah kesehatan lainnya, yang merupakan ancaman seperti halnya asap rokok. Kerusakan ini sebagian disebabkan oleh mikropartikel PM 2.5, yang sebagian besar berasal dari bahan bakar fosil. Ketika partikel-partikel kecil tersebut terhirup dan masuk ke dalam paru-paru mereka, maka dapat memasuki aliran darah.

 

3. Penyakit menular

Perubahan iklim juga dapat memicu nyamuk, burung, dan mamalia untuk berkeliaran di luar habitat mereka sebelumnya. Hal itu meningkatkan ancaman bahwa mereka dapat menyebarkan penyakit menular.

Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang memiliki risiko lebih besar untuk menyebar akibat perubahan iklim termasuk demam berdarah, chikungunya, Zika, virus West Nile, dan malaria. Potensi penularan demam berdarah saja akan meningkat sebesar 36 persen dengan kenaikan suhu sebesar 2 derajat Celcius, demikian laporan Lancet Countdown.

Selain itu, badai dan banjir menciptakan genangan air yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk dan meningkatkan risiko penyakit yang ditularkan melalui air seperti kolera, tifus, dan diare. Para ilmuwan juga khawatir mamalia yang tersesat ke daerah baru dapat menularkan penyakit, yang berpotensi menciptakan virus baru yang kemudian dapat berpindah ke manusia.

 

4. Kesehatan mental

Kekhawatiran akan masa kini dan masa depan planet kita yang memanas, juga memicu meningkatnya kecemasan, depresi, dan bahkan stres pascatrauma (PTSD) - terutama bagi mereka yang telah berjuang melawan gangguan-gangguan tersebut.

Dalam 10 bulan pertama tahun ini, pencarian istilah “climate anxiety” di internet 27 kali lebih banyak dibandingkan periode yang sama di tahun 2017, demikian menurut data dari Google Trends.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler