Pendidikan Islam Modern Melalui Mata KH Hasyim Asyari: Sebuah Biografi Pemikiran
Virdaus Ananda Ghozali
Pendidikan Islam telah mengalami berbagai transformasi sepanjang sejarahnya. Salah satu transformasi penting adalah munculnya pendidikan Islam modern, yang mencoba menggabungkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam dengan pengetahuan dan metodologi modern. Dalam konteks Indonesia, tidak ada tokoh yang lebih berpengaruh dalam proses transformasi ini daripada KH. Hasyim Asy’ari. Sebagai pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia, pemikiran dan praktek KH. Hasyim Asy’ari telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pendidikan Islam di negara ini.
Biografi KH. Hasyim Asy'ari
K.H.M. Hasyim Asy'ari terkait erat dengan sejarah Majapahit dan Demak Islam. Menurut K.H.A. Wahab Hasbullah, garis keturunannya menunjukkan bahwa kakeknya yang kedua, Brawijaya VI, adalah penguasa Majapahit pada seperempat pertama abad VXI di Jawa dan Ayahnya adalah keturunan kedelapan dari penguasa kerajaan Islam Demak, Jaka Tingkir. K.H.M Hasyim Asy’ari memiliki garis silsilah dari ibunya, yaitu: Muhammad Hasyim Asy’ari bin Halimah binti Layyinah binti Sichah bin Abdul Jabbar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran Banawa bin Jaka Tingkir (juga dikenal sebagai mas Karebet) bin Prabu Brawijaya VI (juga dikenal sebagai Lembu Peteng) Raja Majapahit terakhir.
KHM Hasyim Asy'ari adalah putra ketiga dari sebelas bersaudara dari pasangan Kiai Asy’ari dan Halimah. Dilahirkan di Gedang pada tanggal 24 Dzulqa'dah 1287 Hijriah atau 14 Februari 2871 Masehi. Nama lengkapnya adalah Muhammad Hasyim Asy’ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim, dengan gelar pangeran Bona, bin Abdul Rohman Rahman, yang juga dikenal sebagai Jaka Tingkir Sultan Hadiwijoyo, bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fatih bin Maulana Ishaq, dari Raden ’Ain Al-Yaqin, juga dikenal sebagai Sunan Giri. Dari keturunannya, KH. Hasyim Asy'ari memiliki dua garis keturunan: satu garis keturunan biru yang berasal dari ningrat, priyayi, keraton, dan satu garis keturunan putih yang berasal dari tokoh agama, kiai, dan santri.
Sejak kecil, Hasyim Asy'ari bersekolah di pesantren. Kyai Usman, kakeknya, mengurusnya sebelum dia berumur enam tahun. Sampai usia lima belas tahun, ayahnya mengajarkannya dasar-dasar Islam, terutama membaca dan menghafal Al-Quran. Di berbagai pesantren, ada program pendidikan lanjutan. Ia berguru di Pesantren Wonopojo di Probolinggo, sebelum pindah ke Pesantren Langitan di Tuban.
Ia juga belajar di Bangkalan, di sebuah pesantren yang dipimpin oleh Kyai Kholil. Sebelum melanjutkan studi ke Mekkah, ia mendaftar di Pesantren Siwalan Panji di Sidoarjo. KH. Hasyim Asy'ari menikah dengan Nafisah, putri Kiai Ya'qub Siwalan Panji, pada usia 21 tahun. Tidak lama kemudian, dia berangkat ke Makkah bersama istri dan mertuanya untuk menunaikan ibadah haji. Ia juga belajar di Mekkah selama 7 tahun dan belajar dari banyak ulama, termasuk Syeikh Ahmad Amin Al-Athhar dan Sayyid Sultan Ibn.
Semua orang tahu bahwa Kyai Hasyim sangat haus akan ilmu agama, dan dia pergi ke banyak tempat terkenal di Jawa saat itu untuk mengobati hasratnya itu. Selain itu, Kyai Hasyim menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari Islam di Mekkah dan Madinah. Ada kemungkinan bahwa Kyai Hasyim adalah salah satu dari banyak santri yang benar-benar mengadopsi falsafah jawa, dikenal sebagai "luru ilmu kanti lelaku" (mencari ilmu adalah dengan berkelana), atau santri kelana.
Karena berasal dari keluarga pesantren, ayahnya sendiri secara serius mendidik dan membimbingnya dalam mempelajari Islam. Kyai Hasyim mendapat bimbingan dari ayahnya selama bertahun-tahun, mulai dari usia bayi hingga berumur lima belas tahun. Kyai Hasyim mulai mengenal dan mempelajari hadist, bahasa Arab, tauhid, tafsir, dan studi Islam lainnya melalui bimbingan ayahnya. Kecerdasan Kyai Hasyim sangat terlihat selama bimbingan ayahnya. Kyai Hasyim telah menguasai berbagai disiplin ilmu Islam sebelum genap berumur 13 tahun dan dianggap akan mengajar para santri di pesantren yang dimiliki ayahnya.
Beberapa karya KH. Hasyim Asy’ari masih dapat ditemukan dan masih dianggap penting untuk dipelajari di pesantren-pesantren di seluruh Nusantara hingga saat ini, diantaranya:
1. At-Tibyan fi al-Nahy’an Muqatha’at al-Arham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan
2. Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyyat Nahdlatul Ulama
3. Risalah fi Ta’kid al-Akhdzi bi Mazhab al-A’immah al-Arba’ah
4. Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’ Jam’iyyat Nahdlatul Ulama
5. Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim fi ma Yanhaju Ilaih al-Muta’allim fi Maqamati Ta’limihi
6. Rasalah Ahl aas-Sunnah wa al-Jamaah fi Hadts al-Mauta wa Syuruth as-Sa’ah wa Bayani Mafhum as-Sunnah wa al-Bid’ah.
Kita dapat melihat dari beberapa karya KH. Hasyim Asy'ari betapa besar dan luasnya perhatian dan pengetahuannya tentang agama, serta betapa mendalamnya pengetahuannya tentang bidang tersebut. Karya-karyanya juga menunjukkan betapa ia memang seorang ulama sam mujtahid yang telah meninggalkan banyak warisan keilmuan dan keorganisasian, seperti halnya NU.
Pendidikan Agama Islam Menurut Pemikiran KH. Hasyim Asy'ari
K.H. Hasyim Asy’ari adalah seorang ulama yang berpengaruh di Indonesia. Dia meyakini bahwa pendidikan Islam adalah jalan untuk membina kemanusiaan agar manusia dapat menyadari tujuan hidupnya dan siapa yang menciptakannya. Dia mengajarkan bahwa pendidikan Islam harus mendorong manusia untuk berbuat baik kepada sesama dan beribadah kepada Allah. Dia juga menulis buku “Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim”, yang menguraikan pandangannya tentang pendidikan Islam di Indonesia.
Dia membagi bukunya menjadi 8 (delapan) bagian: pertama, tentang kebaikan ilmu dan proses belajar mengajar; kedua, tentang etika mengajar yang harus dipatuhi. Ketiga, tentang etika seorang siswa kepada gurunya. Keempat, tentang etika seorang siswa terhadap materi pelajaran dan hal-hal yang harus dipelajari bersama gurunya. Kelima, tentang etika yang harus dipatuhi seorang guru. Keenam, tentang etika guru saat mengajar dan sebelum mengajar. Ketujuh, tentang etika guru terhadap siswa-siswanya. Kedelapan, tentang etika terhadap buku, alat bantu belajar dan hal-hal yang terkait dengannya.
Dari delapan pokok gagasan tersebut, Kyai Hasyim membaginya lagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu: 1. Signifikansi Pendidikan; 2. Tugas dan tanggung jawab seorang murid; 3. Tugas dan tanggung jawab seorang guru
Secara garis besar, tiga kelompok pemikiran ini adalah hasil dari penggabungan delapan prinsip pendidikan yang disampaikan oleh Kyai Hasyim Asy’ari. Dalam makna pendidikan, Kyai Hasyim menyampaikan ide-idenya berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist. Sebagai contoh, beliau mengambil pemikiran pendidikan tentang keunggulan mencari ilmu dan keunggulan bagi yang mencari ilmu dari surat Al-Mujadilah ayat 11 yang kemudian disederhanakan dan dijelaskan dengan jelas. Dalam penjelasannya, Kyai Hasyim mengatakan bahwa keunggulan tertinggi dalam mencari ilmu adalah mempraktikkan atau menerapkan apa yang telah dipelajari (ilmu). Kyai Hasyim secara langsung menyatakan tujuan dari penjelasan itu bahwa agar seseorang tidak melalaikan ilmu yang telah dicarinya dan dimilikinya sehingga dapat berguna bagi kehidupannya.
Dalam konsep tugas dan tanggung jawab seorang siswa, Kyai Hasyim menguraikan pemikiran-pemikirannya secara lebih detail. Namun, intinya pada setiap poin-poinnya adalah beliau menekankan pentingnya tentang etika. Dalam ide-idenya tentang tugas dan tanggung jawab seorang siswa, Kyai Hasyim menegaskan bahwa siswa harus menghormati dan mendengar penjelasan dari guru. Selain itu seorang siswa juga harus cerdas dalam meniru perilaku baik yang ditunjukkan gurunya serta menunjukkan sikap dan perilaku yang baik saat berinteraksi dengan guru.
Kemudian, dalam konsep tugas dan tanggung jawab guru, Kyai Hasyim juga menyampaikan tentang pentingnya etika yang harus dipraktikkan dan diteladani oleh seorang guru ketika melakukan sebuah pembelajaran. Seorang guru haruslah memiliki etika dan perilaku yang baik sebagai cerminan ilmu pengetahuan yang baik kepada siswanya. Selain itu, seorang guru juga haruslah mendekatkan diri kepada Allah, rendah hati, dan selalu bersikap tenang. Selain itu Kyai Hasyim juga menyampaikan pentingnya seorang guru untuk bisa rajin menulis, membuat dan merangkum. Hal ini yang membuat pemikiran atau ide Kyai Hasyim sangat menarik dan masih maju dengan segala perkembangan zaman yang ada. Karena hal tersebut menjadi salah satu faktor perkembangan ilmu pengetahuan dan memiliki sebuah kekayaan intelektual yang tercatat.
Dalam pandangan Kyai Hasyim tentang pendidikan Islam, tujuannya adalah untuk meningkatkan tingkat ketaqwaan kepada Alloh dan menciptakan atau membangkitkan ruh manusia yang produktif dan dinamis pada jalan yang benar. Ide-ide ini sangat modern dan ternyata dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman saat ini.
Dalam kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’alim, disebutkan betapa pentingnya nilai moral atau moralitas untuk menjadi dasar kehidupan seseorang. Kyai Hasyim menjelaskan bagaimana seorang pencari pengetahuan harus menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari dengan menjalani kehidupan yang tawakal, baik, dan berbuat baik, senantiasa mengharapkan ridho Allah dan bersyukur atas segala limpahan-Nya.
Referensi
Rifai, Muhamad. (2009). K.H. HASYIM ASY'ARI: Biografi singkat 1871-1947. GARASI: Jogjakarta.
Rara Zarary. (2020 Maret 11). Biografi Lengkap KH. M. Hasyim Asy'ari. tebuireng.online
Moh. Fuadi. (2020). Pemikiran K.H. Hasyim Asy'ari dalam Pendidikan Islam. Jurnal Tarbiyah Islamiyah. Vol. 5 No. 1.