Tak Hanya Bahaya Bagi Kesehatan, Penggunaan Vape Juga Ancam Lingkungan
Vape menggunakan baterai yang sangat sulit untuk didaur ulang.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian baru menemukan bahwa vape pen sekali pakai dapat menimbulkan ancaman lingkungan yang serius. Para ilmuwan telah menemukan bahwa rokok elektrik sekali pakai mengandung baterai yang dapat bertahan selama ratusan siklus bahkan setelah dibuang.
Penelitian ini dilakukan oleh tim dari University College London (UCL) dan University of Oxford, dengan dukungan dari The Faraday Institution.
"Yang mengejutkan bagi kami adalah hasil yang menunjukkan seberapa lama baterai ini berpotensi untuk digunakan. Ketika Anda menggunakan tingkat pengisian yang rendah, baterai litium-ion pada rokok elektrik sekali pakai ini dapat mempertahankan lebih dari 90 persen kapasitas selama lebih dari 700 siklus. Baterai ini sering kali dibuang meskipun memiliki kemampuan yang baik, sehingga berkontribusi terhadap limbah lingkungan," kata Profesor Paul Shearing, dari University of Oxford dan UCL.
Popularitas rokok elektrik sekali pakai di Inggris telah meroket sejak 2021. Sebuah survei mencatat peningkatan 18 kali lipat dari Januari 2021 hingga April 2022, dengan penggunaan di kalangan anak berusia 18 tahun melonjak dari 0,4 persen menjadi 54,8 persen hanya dalam waktu 15 bulan. Lonjakan ini telah menyebabkan masalah pengelolaan limbah yang mendesak, dengan sekitar 1,3 juta perangkat dibuang setiap minggu di Inggris.
Akibatnya, sekitar 10 ribu kilogram lithium dari baterai rokok elektrik berakhir di tempat pembuangan sampah di Inggris setiap tahun. Hal ini menimbulkan bahaya lingkungan yang signifikan, dengan risiko nikel, kobalt, dan pelarut organik beracun yang mencemari sumber air di dekatnya.
"Pada awalnya, kami mendapat gagasan bahwa baterai yang masuk ke dalam rokok elektrik ini kemungkinan besar adalah baterai yang dapat diisi ulang," kata Prof Shearing seperti dilansir Study Finds, Rabu (3/1/2024).
Penelitian sebelumnya belum sepenuhnya mengeksplorasi umur panjang baterai lithium-ion dalam produk ini. Untuk menyelidikinya, tim peneliti mengeluarkan baterai dari rokok elektrik sekali pakai dan mengujinya dalam kondisi yang terkendali. Mereka menggunakan alat dan teknik yang biasa digunakan dalam mempelajari baterai kendaraan listrik dan perangkat lain, termasuk pemeriksaan mikroskopis dan tomografi sinar-X untuk menganalisis struktur dan bahan internalnya.
Dengan mengisi dan mengosongkan baterai secara berulang-ulang, para peneliti menilai kinerja elektrokimia jangka panjangnya. Mereka menemukan bahwa baterai ini dapat diisi ulang hingga ratusan kali.
"Minimal, masyarakat umum perlu mengetahui jenis baterai yang digunakan dalam perangkat ini dan cara membuangnya dengan benar. Produsen harus menyediakan ekosistem untuk penggunaan kembali dan daur ulang baterai rokok elektrik, dan juga harus beralih ke perangkat yang dapat diisi ulang sebagai standar,” kata Profesor Shearing.
Selain itu, Shearing dan tim juga sedang meneliti kimia baterai yang lebih berkelanjutan, seperti baterai post-lithium ion, litium sulfur, dan natrium ion, serta mengembangkan metode daur ulang selektif untuk meminimalkan kontaminasi silang pada komponen. Untuk mengatasi tantangan di seluruh rantai pasokan baterai, ia menyarankan untuk mempertimbangkan siklus hidup penuh baterai.
"Baik itu baterai vape atau baterai apapun, memahami siklus hidup lengkap perangkat baterai sangat penting," tambah Prof Shearing dalam studinya yang diterbitkan dalam jurnal Joule.