Pernyataan Arya Wedakarna Dinilai tak Cerminkan Budaya Bali yang Toleran dan Inklusif

Polda Bali menjanjikan mengusut dugaan ujaran kebencian dan SARA Arya Wedakarna.

Screenshot
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bali terpilih Dr Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna.
Rep: Ronggo Astungkoro, Ali mansur Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal HAM Kemenkumham,
Dhahana Putra menyayangkan pernyataan anggota DPD RI asal Bali, Arya Wedakarna, terkait penggunaan atribut keagamaan oleh pegawai Bea Cukai di Bandara Ngurah Rai. Pernyataan tersebut dia nilai tidak mencerminkan budaya masyarakat Bali yang toleran dan inklusif.

"Masyarakat Bali dikenal sebagai contoh terbaik toleransi umat beragama dan kebhinekaan di Tanah Air, seperti yang terlihat pada peringkat Provinsi Bali pada Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB). Karena itu, kami berharap Pak Arya Wedakarna selaku anggota DPD RI asal Bali dapat merepresentasikan itu," ujar Dhahana lewat keterangannya, Sabtu (6/1/2024).

Dia merasa khawatir pernyataan semacam itu berpotensi menimbulkan ketegangan sosial yang tidak sepatutnya ada di Bali. Terlebih, kata dia, saat ini juga tengah berlangsung tahun politik. Sebagai pejabat negara, Arya semestinya mampu menyampaikan narasi yang menghormati hak asasi manusia kepada publik seperti membangun masyarakat yang toleran dan inklusif.

Lebih lanjut, Dhahana menerangkan, warga negara yang memilih mengenakan atribut keagamaan tanpa ada paksaan tidak boleh didiskriminasi. Sebab, penggunaan atribut keagamaan oleh warga negara tanpa ada paksaan merupakan HAM yang dijamin oleh konstitusi.

"Membangun masyarakat yang inklusif dan menghormati keberagaman adalah tanggung jawab bersama bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga masyarakat," tegas dia.

Baca Juga


Pernyataan kontroversial Arya...

Sebelumnya, Arya Wedakarna menyampaikan pernyataan kontroversial saat menggelar rapat daerah. Saat itu mantan penggawa trio grup vokal FBI bersama Indra Bekti dan Roy Jordy itu sedang memberikan arahan kepada petugas Bea Cukai dan juga pimpinan bea cukai yang hadir.

Dalam rapat itu, Arya meminta agar petugas frontliner sebaiknya merupakan putra dan putri daerah dengan tanpa menggunakan penutup kepala (jilbab).

“Saya nggak mau yang frontline-frontline itu, saya mau gadis Bali kayak kamu, rambutnya kelihatan, terbuka. Jangan kasih yang penutup-penutup nggak jelas. This is not Middle East (Ini bukan Timur Tengah). Enak saja di Bali, pakai bunga kek, apa kek, pakai bije di sini. Kalau bisa, sebelum tugas, suruh sembahyang di pure, bije pakai," tutur Arya Wedakarna.

Buntut pernyataan kontroversial itu, Arya Wedakarna dilaporkan ke Polda Bali. Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali menegaskan akan menindaklanjuti kasus dugaan ujaran kebencian dan menyinggung SARA yang dilakukan oleh anggota DPD Bali Arya Wedakarna (AWK).

Hingga saat ini Polda Bali telah menerima satu laporan polisi terhadap Arya Wedakarna dengan nomor polisi  LP/B/10/I/2024/SPKT/POLDA Bali tanggal 3 Januari 2024.

“Sementara info yang kita dapat satu LP. Laporan sedang ditindaklanjuti oleh Ditreskrimsus Polda Bali,” ujar Kabid Humas Polda Bali, Jansen Avitus Panjaitan, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Kamis (4/1/2024).

Selain itu, Jansen juga belum dapat memastikan kapan pihak penyidik bakal memanggil Arya Wedakarna untuk diperiksa sebagai terlapor. Termasuk meminta keterangan pelapor berinisial MZR.

Menuai kecaman...

 

Pernyataan Arya Wedakarna terkait hijab, yang dianggapnya sebagai atribut Timur Tengah tersebut menuai kecaman dan dianggap telah merendahkan umat Islam. Dalam laporannya, pelapor menyebut Arya Wedakarna diduga telah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku agama ras dan antargolongan (SARA).

Atau dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

“Sebagaimana dimaksud pasal 28 ayat 2 jo pasal 45A ayat 2 undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dan atau pasal 156a KUHP,” demikian bunyi dalam laporan polisi tersebut.

Komponen masyarakat Nusa Penida yang melakukan aksi damai mengecam pernyataan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia Arya Wedakarna (AWK), di depan Monumen Puputan Klungkung, Selasa (3/11). - (Dok. Nus)

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler