OJK: Industri Perbankan Tetap Berdaya Saing Hadapi Volatilitas Global

BUMN menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit.

Dok Tangkap Layar
Tangkapan layar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Erdiana Raedalam konferensi pers RDK Bulanan OJK September 2023, Senin (9/10/2023).
Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan industri perbankan Indonesia tetap resilien dan berdaya saing di tengah volatilitas global.
 
Hal tersebut didukung oleh tingkat profitabilitas atau Return on Assets (ROA) dan permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) yang relatif tinggi pada November 2023, masing-masing sebesar 2,73 persen dan 27,89 persen secara year on year (yoy).
 
"Di tengah kondisi ketidakpastian global dan prospek perlambatan pertumbuhan ekonomi global, industri Perbankan Indonesia per November 2023 tetap resilien dan berdaya saing," kata Dian dalam konferensi pers virtual Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulan Desember 2023 di Jakarta, Selasa (9/1/2024).
 
Dari sisi kinerja intermediasi, pada November 2023 kredit meningkat sebesar Rp 618,43 triliun atau tumbuh sebesar 9,74 persen (yoy), lebih tinggi dibanding Oktober 2023 sebesar 8,99 persen (yoy), sehingga menjadi sebesar Rp 6.965,90 triliun. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit modal kerja sebesar 10,14 persen (yoy).
 
Ditinjau dari kepemilikan bank, bank badan usaha milik negara (BUMN) menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit yaitu sebesar 12,13 persen dengan porsi kredit sebesar 45,81 persen dari total kredit perbankan.
 
Kontribusi sektor perbankan dalam pembiayaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan juga terwujud melalui pembelian obligasi korporasi non bank dan pembelian surat berharga negara (SBN) oleh perbankan sehingga kepemilikan sektor perbankan terhadap obligasi korporasi dan SBN mencapai Rp 269,46 triliun dan sebesar Rp 1.436,31 triliun.
 
Sementara itu, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) pada November 2023 tercatat sebesar 3,04 persen (yoy), lebih rendah dari Oktober 2023 sebesar 3,43 persen (yoy), sehingga menjadi sebesar Rp 8.216,21 triliun, dengan deposito menjadi kontributor pertumbuhan terbesar yaitu sebesar 3,50 persen (yoy).
 
Beberapa hal yang mempengaruhi perlambatan pertumbuhan DPK di antaranya yaitu pertumbuhan DPK yang tinggi pada masa pandemi Covid-19 yang mengakibatkan high base effect pada pertumbuhan DPK setelahnya.
 
Perlambatan pertumbuhan DPK juga disebabkan oleh penggunaan dana internal untuk operasional dan ekspansi perusahaan, konsumsi masyarakat yang kembali meningkat dengan berakhirnya status pandemi, serta dampak semakin banyaknya alternatif instrumen penempatan dana selain DPK.
 
Selain itu, likuiditas industri perbankan pada November 2023 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuiditas jauh di atas level kebutuhan pengawasan.
 
Rasio alat likuid terhadap non core deposit (AL/NCD) dan alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) masing-masing naik menjadi sebesar 115,73 persen dan 26,04 persen atau jauh di atas ambang batas masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
 
Sementara itu kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio non-performing loan (NPL) net perbankan sebesar 0,75 persen dan NPL gross sebesar 2,36 persen.

Baca Juga


sumber : ANTARA
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler