Saleh Daulay: Prabowo Jadi Korban Bullying Data Salah Anies Baswedan
Anies tidak hanya menyampaikan data salah dan provokatif, tapi juga dipersiapkan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memberikan sanksi tegas kepada paslon capres-cawapres yang memberikan data tidak benar di dalam debat. Capres nomor urut 1, Anies Rasyid Baswedan, misalnya, telah menyampaikan data yang salah dan menyesatkan.
Hal itu penting karena para paslon dinilai adalah sosok yang akan menjadi tuntunan dan panutan bagi masyarakat. Karena itu, sangat tidak pantas jika ada paslon yang berbicara dan menyampaikan data salah dan menyesatkan.
"Kemarin itu, Pak Anies tidak hanya menyampaikan data salah dan provokatif. Tetapi sangat terasa bahwa sebelum debat semuanya sudah dipersiapkan. Data sudah disusun dengan target menjatuhkan dan mempermalukan Prabowo. Tindakan seperti ini sangat tidak pantas dan jauh dari adat istiadat dan nilai-nilai ketimuran," ucap Saleh di Jakartam Rabu (10/1/2024).
Menurut dia, saat debat capres, ada banyak data yang salah dan menyesatkan. Paling tidak, ada dua data yang salah dan fatal. Pertama, Anies menyebut bahwa kementerian pertahanan menghabiskan Rp 700 triliun anggarannya untuk membeli alutista bekas.
Kedua, tanah yang dikuasai Prabowo seluas 340 hektare yang kemudian dikoreksi dengan menyebut 340 ribu hektare. Soal anggaran, adalah sangat menyesatkan jika disebut semuanya membeli alutista bekas. Padahal, anggaran tersebut adalah anggaran untuk 5 tahun kementerian pertahanan.
Dan itu, kata Saleh, dipergunakan secara kolektif oleh TNI AD, AU, AL, dan biaya yang dibutuhkan untuk operasional dan kesejahteraan prajurit. Sementara, kepemilikan tanah yang disebut juga salah dan jauh dari kebenaran. Selain jumlah luas lahan yang salah, tanah yang dimaksud sudah dikembalikan ke negara beberapa tahun lalu.
Andaikata kepemilikan itu masih terjadi, menurut Saleh, tidak ada satu aturan pun yang dilanggar. Bahkan, kepemilikan itu, menurut eks wapres M Jusuf Kalla, diambil oleh Prabowo melalui ketentuan berlaku agar tidak dikuasai oleh orang asing.
"Dari kedua kasus ini saja, sudah kelihatan ada niat buruk dari Anies untuk menjatuhkan dan mempermalukan Prabowo. Selain data yang salah, semua menangkap kesan ada upaya mempermalukan Prabowo. Maka tidak heran sekarang ini banyak video ibu-ibu yang menangis dan viral di medsos karena merasa iba dan kasihan kepada Prabowo," ucap Saleh.
"Jangan nanti muncul fitnah lagi kalau Prabowo playing victim. Sedikit pun tidak ada niat untuk itu. Tetapi faktanya memang Prabowo menjadi korban bulliying," kata Saleh menambahkan.
Dalam konteks ini, Saleh mendesak Bawaslu untuk segera mengambil tindakan tegas kepada Anies. Jika tidak diproses, perbuatan seperti ini dikhawatirkan akan berulang lagi. Sangat tidak baik bagi peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia.
Sebab, semua pasti merasa bahwa bulliying seperti adalah perbuatan jahat. "Tidak pantas dilakukan oleh siapa pun, apalagi oleh calon-calon pemimpin nasional," ucap Saleh.