Belajar dari Insiden Alaska Airlines, Orang Tua Diimbau tidak Pangku Bayinya di Pesawat

Pintu pesawat Boeing 737 MAX 9 Alaska Airlines copot saat terbang pada pekan lalu.

AP Photo/Lindsey Wasson
Bagian pintu pesawat Boeing 737 Max 9 Alaska Airlines yang copot. Maskapai dinilai perlu menyediakan car seat di pesawat pasca insiden Alaska Airlines.
Rep: Rahma Sulistya Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ahli memperingatkan orang tua untuk tidak menggendong bayi dan anak kecil selama penerbangan. Hal ini mengacu dari kejadian mengerikan, menyusul copotnya pintu pesawat Boeing 737 MAX 9 Alaska Airlines pekan lalu.

"Jika ada seorang penumpang yang menggendong seorang anak di dekat tempat panel itu copot, kekuatan tekanannya bisa sedemikian rupa, sehingga seorang anak yang digendong bisa terlepas dari tangan orang tuanya, dan mereka akan tersedot keluar dari pesawat," kata asisten profesor di Departemen Penerbangan Universitas North Dakota, Kwasi Adjekum.

Adjekum mengingatkan bahwa menggendong atau memangku anak, terutama pada fase penerbangan yang "rentan", sangat tidak disarankan. Seorang dokter anak, Dyan Hes, mempertimbangkan kemungkinan tindakan pencegahan.

Hes mengatakan bahwa dia berpendapat maskapai penerbangan harus mewajibkan car seat bagi anak kecil dalam penerbangan.

"Anda ingin menjaga anak Anda tetap aman, dan yang paling aman di pesawat adalah ketika berada di car seat yang terikat," kata dr Hes.

"Saya sebenarnya berpikir seharusnya FAA mengatakan bahwa orang tua harus membeli kursi. Orang tua tidak membeli kursi karena mereka diberi pilihan untuk tidak membeli kursi dan memilih untuk menggendong anaknya di pangkuan," ungkap dia.

Ketua Dewan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika Serikat (NTSB), Jennifer Homendy, mengatakan pramugari merasa "prihatin" mengetahui bahwa empat anak di bawah umur tanpa pendamping dan tiga anak kecil (yang tidak memiliki tempat duduk) berada di dalam pesawat ketika penutup pintu copot di ketinggian sekitar 16 ribu kaki. Namun, tidak ada penumpang yang terluka secara fisik.

Karena biaya untuk membayar kursi tambahan mungkin akan menyulitkan orang tua, dr Hes mengusulkan untuk membuat kursi "jauh lebih murah" bagi penumpang anak-anak. Ia juga berharap ada kewajiban bagi maskapai untuk menyediakan kursi yang aman bagi anak agar prosesnya berjalan lebih lancar. Namun, para orang tua yang tidak ingin membayar tagihan tiket tambahan untuk anak mereka, mungkin dihadapkan pada keputusan untuk menggunakan kendaraan darat jarak jauh.

"Itulah alasan mengapa mereka (maskapai penerbangan) tidak menerapkan hal tersebut (wajibnya kursi untuk anak-anak) adalah karena mereka merasa bahwa mengemudi memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi, sehingga, secara statistik, seorang anak mungkin memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi akibat kecelakaan mobil," kata dr Hes.

Seorang konsultan keselamatan penerbangan, Keith M Cianfrani, mengatakan dia heran ketika melihat satu keluarga naik pesawat dengan seorang anak kecil dan tidak menggunakan car seat. Ia menjelaskan orang tua perlu melakukan manajemen risiko.

"Saya tidak memahami mentalitas itu. Ini semua tentang manajemen risiko. Saat terjadi turbulensi atau dalam keadaan darurat, anak tersebut bisa terlontar," kata dia.

Cianfrani juga mengatakan tidak ada jaminan bahwa insiden seperti yang terjadi pada Alaska Airlines dengan nomor penerbangan 1282 tidak akan terjadi lagi. Namun, ia menyebut NTSB dan Federal Aviation Administration (FAA) memiliki tanggung jawab untuk menanamkan kepercayaan masyarakat untuk terbang kembali.

Baca Juga


 
:Sulit untuk mengatakan apakah hal yang sama akan terjadi lagi atau tidak, dan sulit untuk menentukannya. Itulah mengapa kami melakukan inspeksi secara berkala di pesawat, sehingga kami dapat mengetahui apakah ada potensi terjadi sesuatu lagi," ucap dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler