Apa yang Terjadi di Bangkalan Madura Bukanlah Carok Menurut Sosiolog

Masyarakat Madura hingga kini masih kerap menyelesaikan masalah lewat carok.

Antara
Aparat Polres Sampang amankan pelaku carok (ilustrasi)
Rep: Dadang Kurnia Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Sosiolog Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Mutmainnah menyoroti istilah carok massal yang baru saja terjadi dan menewaskan empat warga Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Padahal kata dia, makna carok yang sebenarnya adalah pertarungan satu lawan satu menggunakan senjata tajam. Senjata yang biasa digunakan adalah celurit.

Baca Juga


"Yang menarik sekarang ada istilah carok massal. Dulu setahu saya carok itu ya satu lawan satu. Dulu hanya di dalam sarung, masing-masing pakai celurit," ujarnya kepada Republika, Senin (15/1/2024).

Mutmainnah melanjutkan, carok yang sesungguhnya benar-benar bersabung nyawa karena hanya dilakukan di dalam sarung. Namun saat ini, carok merupakan pertarungan bebas, sehingga mereka yang bertarung bisa nyelep, atau menyerang saat musuh lengah.

"Lawan lengah dia serang. Menurut saya itu bukan carok sudah, itu pembunuhan. Sama dengan kita menggunakan belati, pistol, atau benda tajam lainnya. Itu perubahan yang sangat mendasar," ujarnya.

Mutmainnah menambahkan, sejatinya pemerataan pendidikan bisa menghilangkan budaya carok yang telah melekat di masyarakat Madura. Namun nyatanya, masyarakat Madura berpendidikan tinggi pun masih kerap menyelesaikan masalah lewat carok.

"Bahkan saya melihat kawan-kawan yang berpendidikan pun masih menggunakan cara ini untuk menyelesaikan persoalannya. Sebab kadang kala masyarakat di sekelilingnya menganggap kalau tidak menggunakan cara ini dianggap bukan laki-laki," kata Mutmainnah.

Namun demikian, kata Mutmainnah, semakin hari, penyelesaian masalah dengan carok di Madura semakin jarang ditemui. Meskipun tidak sepenuhnya hilang. Sebab, masyarakat sudah mengakui cara ini sebagai cara yang jantan dalam penyelesaian masalah.

"Masyarakat membuat kultur kekerasan tetap ada dan lestari. Namun dibandingkan saya masih kecil, sudah banyak berkurang. Dulu hampir tiap hari melihat orang mengerang karena bagian badannya terpotong, darahnya berceceran. Sekarang sudah sangat jarang melihat itu," ucapnya.

 

 

Kepolisian Resort (Polres) Bangkalan, Jawa Timur telah menetapkan dua tersangka dalam kasus carok yang terjadi di Desa Bumianyar, Kecamatan Tanjung Bumi pada Jumat (12/1/2024). Dua tersangka yang ditetapkan adalah kakak-adik.

"Kedua orang yang kami tangkap dan kami tetapkan sebagai tersangka ini merupakan warga Desa Buminayar, Kecamatan Tanjung Bumi, Bangkalan," kata Kapolres Bangkalan AKBP Febri Isman Jaya dalam keterangan pers yang disampaikan kepada media di Bangkalan, Jawa Timur, Ahad (14/1/2024).

Kasus carok yang terjadi pada 12 Januari 2024 itu menyebabkan sebanyak empat orang tewas. Masing-masing berinisial MTJ, MTD, NJ dan HF dan semuanya merupakan satu keluarga. Tiga orang dari korban merupakan warga Desa Larangan Timur, Kecamatan Tanjung Bumi dan 1 orang warga Bumi Anyar.

"Hari ini kami melaksanakan ungkap kasus perkelahian dengan senjata tajam di Bumi Anyar, kejadian itu terekam video warga dan sempat viral di medsos, kejadiannya tanggal 12 Januari lalu," ungkap Kapolres Bangkalan, AKBP Febri Ismanjaya, Ahad (14/1/2024).

Kapolres menuturkan, kasus perkelahian dengan menggunakan senjata tajam jenis celurut tersebut bermula sekitar pukul 16.30 WIB saat tersangka HB berjalan kaki menuju tempat tahlilan di desanya. Saat bersamaan, MTJ dan rekan-rekannya melintas mengendarai sepeda motor.

Melihat MTJ dan rekan-rekannya melintas, tersangka HB pun menegurnya dengan maksud menyapa. Namun sapaan itu membuat MTJ tidak terima, lalu turun dari motor dan menghampiri tersangka.

"Mereka sempat terlibat adu mulut berujung penganiayaan pada HB. Tidak selesai di situ, MTJ yang tidak puas setelah melayangkan pukulan, menantang HB untuk berduel," ujar Febri.

Mendapat tantangan duel, tersangka HB pun langsung bergegas pulang mengambil senjata tajam (sajam) miliknya. Ia pun mengajak serta adiknya untuk meladeni tantangan duel dari MTJ dan kelompoknya.

"Mereka berdua sempat berpamitan pada kedua orang tuanya, oleh orang tuanya dilarang namun mereka tetap ingin meladeni tantangan duel itu dan bergegas menuju lokasi cekcok," jelas Febri.

Setibanya dilokasi, HB dan HW yang sudah kalap mata mendapat tantangan duel, langsung membabi buta dengan sajam di tangannya. Pertarungan senjata sempat terjadi, hingga akhirnya empat orang dibuatnya tewas bersimbah darah.

"Tersangka HB ini, meski motor adiknya belum berhenti, melompat menyerang lawannya membabi buta. Duel dua lawan empat pecah menewaskan empat orang. Dari pengakuan tersangka, di lokasi ada lebih dari enam orang, sebagian kabur melihat rekannya sudah tumbang," kata Febri.

 

Kapolres menuturkan, hingga kini pihaknya tetap memperketat pengamanan di dua desa itu. Karena menurut kabar yang beredar, ada upaya balas dendam oleh masing-masing keluarga kedua belah pihak.

"Kami juga melakukan pendekatan persuasif kepada para tokoh masyarakat di sana untuk ikut mencegah konflik susulan di sana," kata kapolres.

Carok massal yang menyebabkan empat orang tewas di Kabupaten Bangkalan, kali ini merupakan kali kedua yang terjadi di Pulau Madura, Jawa Timur dalam kurun waktu 18 tahun terakhir ini. Kasus serupa juga pernah terjadi di Kabupaten Pamekasan pada 2006.

Saat itu sebanyak tujuh orang tewas dan sembilan orang lainnya luka-luka akibat carok massal yang terjadi di Desa Bujur Tengah, Kecamatan Batumarmar, Kabupaten Pamekasan kala itu. Pemicunya karena rebutan tanah percaton. 

 

 

Budayawan asal Sumenep, Madura, D Zawawi Imron membenarkan bahwa pernah terjadi carok massal di Bangkalan, Madura, pada 2006 silam. "Itu pernah terjadi tujuh orang meninggal juga di Pamekasan di Madura bagian tengah itu 18 tahun yang lalu. Carok yang massal, yang seperti itu, yang meninggalnya lebih dari tiga orang, 18 tahun baru ada lagi," kata Zawawi kepada Republika.

Terkait carok atau perkelahian satu lawan satu, menurut Zawawi, kejadian serupa terjadi tidak hanya di Madura. Tetapi di daerah lain juga sering terjadi. Hanya saja istilahnya yang berbeda.

"Kalau yang satu lawan satu ya perkelahian biasa yang bisa terjadi di mana-mana. Juga di Jawa, di mana di daerah lainnya," ujarnya.

Zawawi menjelaskan, sebenarnya carok adalah perkelahian biasa. Meskipun bagi sebagian orang Madura, dianggap ada hubungannya dengan nilai-nilai ketersinggungan. Dinamakan carok, karena memang perkelahian dalam bahasa Madura disebut carok.

"Sebenarnya hal-hal yang seperti itu terjadi juga di Jakarta misalnya tawuran. Kan biasanya lebih banyak dari carok. Tapi mungkin senjatanya berbeda," ucapnya.

Zawawi bersyukur lantaran semakin hari peristiwa carok di Madura semakin jarang. Terutama setelah banyaknya warga Madura yang melanjutkan pendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Lebih banyak masyarakat yang menyelesaikan persoalan lewat jalan damai.

"Sudah banyak yang sekolah sampai SMA, sudah mondok di pesantren. Biasanya menghindari, selagi jalan damai bisa ditempuh," kata dia.

 

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler