Kritik Debat Cawapres, Walhi Nilai Isu Pembangunan Rendah Karbon tak Diulas Lengkap

Walhi menyoroti masalah pembangunan rendah karbon.

Republika/Prayogi
Suasana persiapan debat keempat Pemilu 2024.
Rep: Rizky Suryarandika Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) merespons isu pembangunan rendah karbon yang dibahas dalam debat pilpres yang diikuti oleh cawapres pada Ahad (21/1/2024) malam. Walhi memandang isu tersebut tak dibahas secara lengkap. 

Baca Juga


Pertama, Walhi menyoroti masalah pembangunan rendah karbon terletak pada ketidaksinkronan pemerintah pusat dan daerah. "Persoalan pembangunan rendah karbon acap kali justru bermasalah pada level kebijakan yang kontradiksi antara daerah dengan nasional," kata Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi, Fanny Tri Jambore Christanto dalam paparannya pada Selasa (23/1/2024). 

Walhi menyayangkan persoalan perdagangan karbon tidak terulas dalam sesi debat Pilpres 2024. Padahal kebijakan ini diyakini Walhi adalah yang paling amoral. 

"Karena mengabaikan prinsip 'pencemar membayar' yang hanya menjadi memperdagangkan hak mencemari lingkungan," ujar Fanny. 

Walhi juga menganggap teknologi carbon capture storage atau carbon capture, utilization, and storage (CCS/CCUS) telah dianggap gagal mencapai tujuannya atau gagal memenuhi ekspektasi.

"Bergantung pada teknologi gagal yang justru memperpanjang umur penggunaan energi fosil adalah langkah mundur kita untuk mengatasi pemanasan global dan perubahan iklim," ucap Fanny. 

Walhi juga menyoroti lemahnya ambisi Indonesia untuk mencapai netral karbon (net zero emission) pada 2050. Hal ini tecermin dalam dokumen Strategi Jangka Panjang Penurunan Emisi Karbon dan Ketahanan Iklim 2050 (Long-Term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050, LTS-LCCR 2050) yang disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 

"Dokumen LTS-LCCR 2050 menyebutkan bahwa untuk menjaga agar suhu bumi tidak naik melebihi 1,5 derajat celsius, pemerintah menargetkan netral karbon di tahun 2070. Hal ini berarti Indonesia terlambat 20 tahun dari target yang ditentukan dalam Persetujuan Paris," ujar Fanny.

Dalam hal program biofuel, Walhi merujuk studi Institute for Essential Services Reform (IESR) pada tahun 2021.

"Isinya menyebutkan intensifikasi program biofuel seperti B35, B40 hingga menjadi B100 akan mendorong perluasan perkebunan kelapa sawit seluas empat sampai 6 juta hektare," ujar Fanny. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler