Uni Eropa: Israel tak Miliki Hak Veto Tentukan Nasib Rakyat Palestina 

Uni Eropa tetap berkomitmen pada solusi dua negara untuk selesaikan konflik

AP/Julia Nikhinson
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell. Josep Borrell, mengatakan bahwa Israel tidak memiliki hak untuk menentukan nasib Palestina ke depan.
Rep: Kamran Dikarma Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS – Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell, mengatakan bahwa Israel tidak memiliki hak untuk menentukan nasib Palestina ke depan. Dia kembali menegaskan bahwa Uni Eropa tetap berkomitmen pada solusi dua negara untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.


“Israel tidak dapat memiliki hak veto terhadap penentuan nasib sendiri rakyat Palestina,” kata Borrell dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry di Brussels, Belgia, Selasa (23/1/2024), dikutip laman Middle East Monitor.

Pada kesempatan itu, Borrell mengapresiasi peran Mesir dalam memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Dia pun memuji Kairo karena menyediakan layanan kesehatan bagi warga Gaza yang diungsikan. Borell turut menghargai keterlibatan Mesir dalam kesepatan gencatan senjata kemanusiaan antara Israel dan Hamas pada November tahun lalu.

Borrell mengatakan, Uni Eropa bermaksud membangun koalisi yang mendukung peluncuran kembali perspektif politik untuk solusi dua negara Israel-Palestina. “Dan Mesir adalah dan harus menjadi mitra utama dalam hal ini,” ujarnya.

Dia mengingatkan bahwa PBB telah berulang kali mengakui hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri. Borrell menekankan, tidak ada pihak yang dapat menyangkal atau menentang hal tersebut.

Pada Senin (22/1/2024) lalu, Borrell telah mengkritik keras Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu karena menolak penerapan solusi dua negara guna menyelesaikan konflik dengan Palestina. “Perdamaian dan stabilitas tidak dapat dibangun hanya dengan cara militer,” kata Borrell menyinggung Israel, dikutip laman Al Arabiya.

“Solusi apa lagi yang ada dalam pikiran mereka (Israel)? Untuk membuat semua warga Palestina pergi? Untuk membunuh mereka?” ujar Borrell.

Dia menekankan bahwa terlepas Israel suka atau tidak, negosiasi solusi dua negara akan terus berlanjut. “Jika Israel tidak menginginkan solusi ini, maka akan sulit mendapatkan tempat dalam negosiasi untuk membangun solusi. Tapi hal ini tidak menghalangi (aktor) lain untuk melakukan hal yang sama,” ucapnya.

“Jika komunitas internasional dapat mempersiapkan solusi bersama, mengusulkan dan menyetujuinya, maka akan ada kekuatan negosiasi tertentu,” tambah Borrell.

Dalam konferensi pers yang disiarkan secara nasional pada 18 Januari 2024 lalu, Netanyahu secara terbuka menolak solusi dua negara. “Dalam pengaturan apa pun di masa depan, Israel memerlukan kontrol keamanan atas seluruh wilayah, di sebelah barat Sungai Yordan. Ini bertentangan dengan gagasan kedaulatan (untuk Palestina). Apa yang bisa Anda lakukan?” ucap Netanyahu.

“Perdana menteri harus mampu untuk mengatakan tidak kepada teman-teman kita,” kata Netanyahu seraya menambahkan bahwa dia sudah menyampaikan penolakannya terkait solusi dua negara kepada para pejabat Amerika Serikat (AS).

Setelah Netanyahu menyampaikan pernyataannya, AS selaku sekutu utama Israel, segera merespons dan memberikan penentangan. “Tidak ada cara untuk menyelesaikan tantangan jangka panjang mereka (Israel) untuk memberikan keamanan abadi, serta tidak ada cara untuk menyelesaikan tantangan jangka pendek dalam membangun kembali Gaza dan membangun pemerintahan di Gaza serta memberikan keamanan bagi Gaza tanpa pembentukan negara Palestina,” kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller dalam pengarahan pers, 18 Januari 2024 lalu. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler