Saksikan Kekerasan Terhadap Perempuan, Anak Berisiko Tumbuh Menjadi Pelaku

Kekerasan terhadap perempuan bukan saja memberikan trauma kepada korban.

Republika/Shabrina Zakaria
Tersangka kasus KDRT di Parung Panjang Kabupaten Bogor, IJ (58 tahun) di Mapolres Bogor, Senin (20/11/2023). Menyaksikan KDRT, anak bisa menormalisasi tindak kekerasan.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebut bahwa anak yang menyaksikan kekerasan terhadap perempuan oleh orang terdekat dapat menimbulkan trauma. Pengalaman pahit itu dapat pula menyebabkan anak tersebut melakukan hal serupa di masa depan.

"Hal ini bisa memberikan trauma kepada perempuan yang mengalami maupun kepada anak yang menyaksikan tindak kekerasan tersebut," kata Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan KemenPPPA Eni Widiyanti dalam keterangan, di Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Eni mengingatkan bahaya di balik tindakan KDRT yang disaksikan anak. Hal tersebut berisiko membuat anak menormalisasi tindak kekerasan dan membuatnya bisa jadi pelaku atau korban kekerasan di masa mendatang lalu meneruskan lagi ke generasi selanjutnya.

Baca Juga


Menurut Eni tercatat bahwa kekerasan yang dialami perempuan paling banyak terjadi di ranah privat, yaitu rumah tangga sebanyak 73,1 persen. Artinya, perempuan mengalami kekerasan oleh orang terdekat, baik itu suami, orang tua, tetangga, atau pacar.

Melalui kampanye "Dare To Speak Up", Eni Widiyanti mendorong masyarakat untuk berani bersuara melawan segala bentuk kekerasan. ​​​Eni mengatakan masyarakat dapat melaporkan kekerasan yang dilihat, didengar, maupun dialami melalui hotline layanan pengaduan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp di nomor 08111 129 129.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler