Ketika Bangsa Indonesia Rayakan Sepak Bola di Timur Tengah Jauh Sana
Diaspora Indonesia di Qatar betul-betul menikmati perhelatan Piala Asia.
REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Waktu menunjukkan pukul 13.00 waktu Qatar, kemarin, dan Matahari tengah terik-teriknya menyinari kawasan Al Thumama jelang pertandingan antara Indonesia dan Jepang di stadion yang berjarak sekitar 10 Km di selatan pusat kota Doha itu.
Siang terasa begitu menyengat meski kisaran suhu di Al Thumama sekitar 22 derajat celcius. Cuaca yang kurang mengenakkan badan itu tak membuat malas ribuan diaspora Indonesia untuk berduyun-duyun mendatangi stadion berkapasitas 44.400 orang itu.
Dari kapasitas tersebut, 5.000 lebih di antaranya diduduki oleh suporter timnas yang tergabung dalam komunitas Ultras Garuda Qatar (UGQ).
Angka tersebut dikonfirmasi langsung oleh Pendiri UGQ Dadan Juarsa, yang ikut setia menyaksikan tiga pertandingan yang dimainkan timnas di fase grup Piala Asia 2023.
Meski hanya menempati sekitar 1/8 kapasitas maksimal stadion, kemeriahan di dalam arena sukses dimonopoli suporter Indonesia yang begitu militan dan tanpa kenal lelah menyanyikan yel-yel penyemangat.
Pria asal Bandung, Jawa Barat, itu dengan percaya diri mengatakan bahwa Ultras Garuda Qatar sangat kompak membela kesebelasan kesayangan mereka. Tak peduli menang atau kalah, anggota Ultras tak sungkan untuk meluangkan waktu di tengah kesibukan mereka yang beragam dari berbagai profesi.
Dadan pun menyadari tingkatan profesi yang dilakoni hampir 30.000 diaspora Indonesia di Qatar bermacam-macam sehingga kadang mempengaruhi kemampuan mereka untuk membeli tiket pertandingan.
Oleh sebab itu Dadan pun secara aktif menggandeng pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Qatar dan panitia lokal Piala Asia untuk mengadakan Syukron Ticket, istilah yang merujuk pada tiket gratis dan sengaja dibagikan bagi suporter, umumnya berjumlah ratusan lembar.
"Kemarin ada juga complimentary ticket buat yang pekerja migran. Sebelumnya Ultras juga booking tiket, ada juga pembelian mandiri," kata pria yang bekerja di bidang migas itu.
Ultras Garuda Qatar dan diaspora Indonesia lainnya menunjukkan kekompakannya dalam setiap laga yang dimainkan timnas.
Saat tampil perdana lawan Irak, jumlah suporter hanya sekitar 700-an sehingga kalah suara dari pendukung tim berjuluk Singa Mesopotamia itu.
Peningkatan drastis terjadi saat laga kedua kontra Vietnam, dengan jumlah penonton mencapai lebih dari 3.000 diaspora Indonesia. Jumlah yang melonjak itu dipengaruhi dua faktor utama.
Pertama ialah hari pertandingan pada Jumat, yang merupakan hari libur bagi negara-negara di Timur Tengah. Kedua, laga antara Indonesia dan Vietnam merupakan salah satu derbi panas bagi kesebelasan nasional di Asia Tenggara.
Angka kehadiran tersebut tak seluruhnya diisi oleh diaspora Indonesia di Qatar, namun juga dari negara tetangga seperti Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, bahkan hingga Benua Biru.
"Ada yang datang dari Hungaria dan Belanda juga, Mas," ucap Dadan sembari menunjukkan chat dari salah seorang diaspora di Eropa dalam group chat WhatsApp #UltrasGarudaQatar????????.
Rampung laga kedua yang berakhir dengan kemenangan bagi timnas asuhan Shin Tae-yong itu, sempat muncul keraguan dari dalam Ultras pada laga ketiga menghadapi Jepang.
Pasalnya, waktu pertandingan yang masih masuk dalam jam kerja dikhawatirkan menurunkan jumlah kehadiran suporter Indonesia di Stadion Al Thumama.
Kian hari, ternyata minat untuk menyaksikan Skuad Garuda untuk melawan "raja terakhir" di Grup D tetap kencang. Grup chat Ultras Garuda Qatar terus ramai hingga ratusan pesan per harinya.
Banyak yang menanyakan ketersediaan tiket, persiapan yel-yel, pengadaan atribut dan aksesoris, hingga keluh kesah selama berada di stadion.
Tampil nyentrik
Kemeriahan dan daya tarik selalu identik dengan Ultras Garuda Qatar tiap kali datang ke stadion.
Bandingkan dengan suporter negara lain, maka hanya diaspora Indonesia yang semangat untuk tampil nyentrik kala membela kesebelasan kesayangan mereka.
Di luar peralatan suporter standar seperti bendera, perangkat pelantang suara, atau drum, sebagaimana yang dibawa suporter negara lain, diaspora Indonesia membawa lebih dari itu.
Dari pakaian, minimal batik atau kebaya mereka kenakan. Untuk aksesoris, ada ikat kepala dari bulu khas Indonesia Timur. Spanduk atau syal bertuliskan "Indonesia" juga banyak dipakai sebagai alat identitas suporter.
Penampilan juga tak hanya yang melekat di badan, tapi juga hingga menyasar aspek budaya. Saat laga Indonesia lawan Vietnam, misalnya, ada yang berinisiatif menampilkan tari-tarian tradisional Indonesia seperti Saman dan tari Minang.
Belum lagi diaspora yang senang bernyanyi, ikut urun keceriaan dengan bernyanyi bersama. Lagu-lagu kekinian berbahasa Jawa masih menjadi primadona, namun sesekali terdengar pula lagu daerah lainnya.
Acara yang aslinya ajang kompetisi sepak bola berubah nuansa layaknya pergelaran budaya Indonesia di negeri orang. Tak ayal suporter tim lawan atau pengunjung asing lain ikut menonton atau berfoto dengan suguhan produk budaya tanah air yang menarik perhatian itu.
Itulah sekelumit patriotisme bangsa Indonesia di negeri orang. Ingat, kita mencetak sejarah lolos ke fase gugur Piala Asia. Ahad akhir pekan ini, Garuda akan melawan tetangga bule Australia pukul 18.30 WIB. Marin nikmati kegembiraan di tengah sibuknya kancah politik Tanah Air.