Marak Tawuran di Jakarta, Satpol PP: Patroli Rutin Dilakukan
Upaya mencegah aksi tawuran disebut bukan hanya tanggung jawab Satpol PP.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi DKI Jakarta mengeklaim telah rutin melakukan patroli untuk mengantisipasi aksi tawuran. Namun, antisipasi tawuran bukan hanya menjadi tanggung jawab Satpol PP, melainkan juga semua pihak.
Kepala Satpol PP Provinsi DKI Jakarta Arifin mengatakan, patroli yang dilakukan rutin dilakukan. Namun, menurut dia, patroli bukanlah satu-satunya cara untuk mencegah aksi tawuran terjadi.
"Tawuran kan bukan tanggung jawabnya bukan ada di satu pihak. Semua punya tanggung jawab. Para orang tua, remaja, semuanya ya," kata dia di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (30/1/2024).
Ia menjelaskan, masyarakat juga punya andil untuk menciptakan lingkungan yang aman. Untuk menciptakan lingkungan aman tidak bisa hanya mengandalkan Satpol PP.
"Jadi harusnya membangun ketahanan lingkungan untuk keamanan bersama semua pihak. Yang ada di lingkungan itu juga ikut harus menjaga dan bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang nyaman, aman," ujar Arifin.
Sebelumnya, Anggota DPRD DKI Jakarta Justin Adrian mengatakan, maraknya aksi tawuran ini harus diantisipasi oleh Satpol PP. Karena itu, ia meminta jajaran Satpol PP DKI Jakarta untuk meningkatkan patroli. Patroli juga dinilai mengadakan jadwal patroli hingga lewat tengah malam.
“Satpol PP itu jangan sering berkantor dari dalam gedung, tapi berkantor dari jalanan," kata dia, Selasa (30/1/2024).
Menurut Justin, patroli itu harus diperbanya di kawasan pasar, jembatan, perlintasan kereta, atau wilayah rawan gangguan ketertiban umum. Patroli juga mesti ditingkatkan di kawasan yang memiliki historis tawuran, seperti kejadian di depan Mal Bassura dan Pasar Rebo.
Justin menambahkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga harus memikirkan kemungkinan membuat aturan lebih tegas untuk mengantisipasi aksi tawuran terjadi kembali. Menurut dia, harus ada perda yang lebih tegas untuk memberikan konsekuensi pencabutan bantuan sosial terhadap keluarga yang anggotanya kerap terlibat tawuran.